13

1.6K 244 27
                                    

— Doppelgänger —



13 : Dimensi Dara








"Jisoo!"



Dapat ku dengar Lee berteriak memanggil namaku. Sontak mataku yang tadinya terpejam kini sudah terbuka sepenuhnya seiring dengan langkahku yang tak sampai pada anak tangga. Alhasil tubuhku terjerembab hingga ke lantai dasar. Tubuhku sempat beberapa kali membentur anak tangga lainnya karena terguling dengan cepat, hingga akhirnya aku mendengar benturan keras antara kepalaku dengan lantai dasar. Sakit sesaat namun setelahnya aku tidak bisa merasakan apapun, aku terlalu mengantuk. Mataku kembali terpejam saat Lee sudah berada di dekatku.











Aroma asing mulai menyeruak pada indera penciumanku. Samar-samar aku mendengar Lee yang sedang berbicara dengan seseorang. Mataku membuka perlahan, disertai dengan lenguhan kecil yang berhasil membuat fokus Lee teralih padaku. Ku lihat Lee sudah kembali berada di samping kananku.



"Jangan bangun. Kamu masih sakit. Semalem kamu jatuh dari tangga karena tidur sambil jalan. Sebelumnya aku lihat kamu tidur sambil nangis. Sebenernya kamu lagi mikirin apa?"



Aku sempat ingin menjawab, namun rasanya tak mungkin untuk menceritakan apa yang aku lihat dalam mimpiku. Itu sungguh menyakitkan. Mungkin bagiku mimpi itu akan menjadi yang terburuk. Aku tak ingin kehilangan Lee. Dia sudah jatuh padaku, dia tak boleh jatuh ke tangan orang lain.



Yang ku lakukan kali ini hanya mendekap Lee sembari menangis. Entah mengapa akhir-akhir ini aku selalu merasa sensitif.



"Jisoo, gak apa-apa. Aku di sini kok buat kamu. Sebentar lagi juga kamu sembuh, tinggal luka benturan di deket kepala kamu aja. Agak serius soalnya, bisa bikin kamu pingsan juga. Udah ya jangan nangis lagi, gak apa-apa kok" bisa ku rasakan tangan Lee yang mengusap punggungku. Dia memang selalu bisa menenangkanku dengan cara apapun.



"Aku harap kamu gak bakalan mimpi buruk lagi. Udah cukup kali ini aja." Sahut Lee sembari mengecup kepalaku.



"Kita tunda liburannya ya, kamu harus istirahat di sini." Lee melepas pelukanku, aku hanya mengangguk pelan. Setelah itu Lee kembali membaringkan tubuhku. Aku masih merasakan sakit di beberapa bagian tubuhku. Saat ku lihat lengan kiriku, di sana terdapat lebam biru yang tidak tertutupi oleh perban. Sepertinya memang cukup parah.



Tiba-tiba saja Lee mendapatkan sebuah panggilan telepon dari seseorang, dia beranjak dari sampingku hingga mendekat ke jendela rumah sakit. Aku tak tahu pasti itu siapa, yang jelas Lee sedang terlihat serius. Dia beberapa kali melirik ke arahku. Samar-samar aku mendengar nada penolakan darinya beberapa kali. Panggilannya telah berakhir, dia kembali duduk di sampingku.



"Ini soal meeting di kantor. Aku ngebatalin semuanya. Termasuk kunjungan ke Jeffrey. Aku mau fokus dulu sama kesehatan kamu."



"Gak apa-apa, Jis. Aku udah handle semuanya. Cuma ditunda aja jadi minggu depan, bukan masalah gede kok."



Aku tak membalas kata-kata Lee, untuk bicara saja rasanya sangat sulit. Tubuhku terlalu lemah, pantas saja jika Lee berkata seperti itu. Aku hanya bisa melihat dia yang sedang mengurus beberapa hal di ponselnya.



DoppelgängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang