— Doppelgänger —
20 : Ketenangan
Taeyong sudah dibolehkan pulang. Aku yang membawanya kembali ke rumah, membuat semua orang bertanya-tanya. Nampaknya mereka semua tidak mengetahui keberadaan Taeyong. Ia membuatku untuk menunggu di kamarnya. Ku lihat ia diikuti beberapa orang asisten yang mengekor di belakangnya. Aku terpaksa harus diam di kamar, sebenarnya aku sangat mencemaskan kondisinya yang baru saja sembuh itu.
Ku lihat Taeyong yang membuka pintu, dia sudah memakai hadiah pemberianku. Pakaiannya sangatlah santai, tidak seperti Lee yang selalu memakai jas ke manapun ia pergi.
Soal perusahaan, aku sudah menanganinya dengan baik. Semua sudah berada di tangan Taeyong, dia yang nanti akan kembali mengurus semua aset serta anak perusahaan milik Lee Group. Tidak ada yang tahu mengenai kematian Lee. Semua dirahasiakan dengan baik.
Aku dan Taeyong sudah terduduk di ranjang dengan sebuah laptop, dua buah buku harian, dan sebuah album foto bersampul hitam yang ku bawa dari rumah ibu. Taeyong yang menyuruhku untuk membawa semua barang itu, karena menurutnya semua itu berkaitan. Termasuk sepasang gelang yang terpasang pada tangan kami. Aku masih tak mengerti, namun Taeyong memastikanku untuk fokus agar nantinya aku dapat paham dengan sendirinya.
"Gue mulai dari mana ya?" Taeyong mengelus dagunya, seperti sedang berpikir.
"Oh iya. Gue bakal nyeritain dari akar-akarnya" ia tiba-tiba saja menjentikkan jarinya, seolah dari atas kepalanya muncul sebuah lampu bohlam yang menyala terang. Aku hanya terkekeh, dia begitu menggemaskan.
"Stop senyum-senyum, Jis. Serius nih" aku berhenti tersenyum dan hanya memutar bola mata. Namun dia yang kali ini tertawa. Dasar aneh.
"Oke, lo siap?" aku mengangguk pada Taeyong.
Taeyong menjelaskan terlebih dahulu tentang ibundanya, Josephine Lee. Sebenarnya nama asli beliau bukanlah Josephine, melainkan Jisoo. Beliau mengubah namanya hanya untuk sementara waktu ketika masih tinggal di London, jadi nama itu merupakan nama Inggrisnya. Aku cukup terkejut, kami memiliki nama bahkan marga yang sama.
Beliau terkena depresi berat setelah ditinggal mati oleh suaminya yang bunuh diri di salah satu rumah besar yang sempat ditinggali kakek dan nenek Taeyong. Depresinya yang tak kunjung sembuh membuatnya jadi lebih delusional. Beliau sempat beberapa kali keluar masuk rumah sakit jiwa. Taeyong dan Lee sempat mendapati beliau yang menangis secara tiba-tiba, namun beliau selalu menangis dalam diam. Contohnya ketika beliau sedang terbaring, Taeyong berkata jika ibunya akan menangis di saat sebelum ibunya tertidur. Hal itu terjadi setiap hari. Taeyong sangat sedih dibuatnya.
Taeyong juga menceritakan bahwa hari-hari ibundanya sangatlah suram. Dia bisa tahu lewat sebuah jurnal usang yang ia temukan di galeri bawah tanah. Semua hal yang membuat ibundanya tertekan sengaja ia kubur di sana. Lee juga menyetujui hal itu. Mereka memang bekerja sama dengan baik layaknya saudara kembar.
Hingga akhirnya, nyonya Josephine mengikuti jejak suaminya. Beliau bunuh diri di tempat yang sama. Itulah alasan mengapa aku bisa menemukan sebuah gelang bersama dengan mawar putih tergeletak begitu saja di tanah. Karena tempat yang dijaga itu merupakan tempat ibu dan ayah Taeyong bunuh diri. Taeyong yang saat itu sedang berada di sekitar taman kediaman ibunya, lantas langsung menuju ke tempat kejadian dan melihat ibunya yang mati mengenaskan. Sebuah api mulai menjalar ke tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa itu, dan seketika mengubahnya menjadi abu. Taeyong sangat terkejut, ia bahkan beberapa hari dilanda trauma. Abu kremasi ibunya disimpan berdekatan dengan abu ayahnya yang berada di atas bukit, yang dinaungi oleh sebuah celah pohon yang cukup besar dan rindang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger
FanfictionKami serupa tapi kami tak sama. Start 19-12-2019 End 12-02-2020 © _gzbae_