17

1.4K 237 59
                                    

— Doppelgänger —



17 : Pudar








Malam sudah lama tiba, aku masih terduduk di kursi balkon yang menghadap ke arah taman belakang rumah. Ku lihat bulan yang begitu terang memancarkan sinarnya. Ia seolah sedang mengejekku yang kini mulai meredup. Aku sudah kehilangan akal sehatku semenjak melakukan perdebatan tadi. Sebesar apapun usahaku untuk bersikap tenang, namun tetap saja aku pada akhirnya akan selalu gegabah.



Beberapa menit menghabiskan waktu di sini, aku baru teringat jika Jichu belum keluar dari sana. Aku segera bangkit dan melangkah menuju ruang bawah tanah itu. Ku lihat Lee yang terbaring di ranjang dengan posisi telentang. Aku terlalu takut jika ia tiba-tiba terbangun. Ah, sudahlah. Aku yang memang nekad ini sudah terlanjur menarik tuas.



"Mau ke mana kamu?" aku mematung. Lee bertanya padaku.



"A-aku mau ke bawah... anting aku jatoh di sana... gak apa-apa kan?" aku bertanya tanpa membalikkan badan.



"Gak, jangan dicari. Nanti aku beliin yang baru, biar perlu aku beli sama tempat produksinya juga sekalian."



"Ayo tidur, ini udah malem" aku sedikit berjengit ketika mendengar suara lembutnya menerpa melewati indera pendengaranku. Ku rasakan kedua tangan kekarnya yang melingkari tubuhku, aku hanya bisa mematung di sini. Lee memelukku dari belakang, kemudian kepalanya ia letakkan pada bahuku.



"Tomorrow is gonna be a big day, honey" sahutnya sembari mengendus tengkukku.



Dia pun melepas pelukannya, kemudian tangannya menarik tuas itu lagi untuk menutup lorong tersembunyi pada rak buku itu. Lee secepat kilat membawaku ke ranjang, tubuhku terhempas dengan keras akibat dorongannya.



Lee merangkak ke arah tempatku terbaring. Dia kini sudah berada di atasku, wajahnya tepat di hadapanku. Aku masih terdiam, tak kalah dingin untuk menatapnya.



"Jangan harap kamu bisa kabur lagi dari pengawasan aku." Ancamnya dengan penuh penekanan. Setelah itu dia mencium leherku lagi, hingga turun ke bawah. Aku tak bisa apa-apa selain menangis di dalam hati.











Keesokan harinya, Lee masih terbaring tepat di sampingku. Aku sedikit terkejut dengan apa yang pertama kali ku lihat. Lee sudah terbangun dan sedang menghadapku, dia menatapku yang baru saja terbangun. Tatapannya begitu lekat, ia seolah sedang mengawasiku semalaman ini. Aku yang kelelahan lantas membalik badan untuk membelakanginya. Namun Lee kembali membalik paksa tubuhku untuk menghadapnya lagi.



Dia mencengkeram kedua pipiku menggunakan satu tangan kekar itu. Kemudian rahangku sedikit ia tarik untuk lebih dekat dengan wajahnya.



"Kamu tau? Kamu itu ibarat narkoba buat aku. Udah jelas dilarang, tapi aku masih kecanduan."



Dilarang? Apa maksudnya?



"Maaf" dia melepasku begitu saja, kemudian kembali mendekapku ke dalam pelukannya.



"Aku percaya, kamu pasti gak bakal ngecewain aku. Gak kayak dia."



Aku masih terdiam untuk mendengarkan semua kata-kata manisnya itu. Setelah semua yang ku lalui, aku tidak boleh membuatnya marah lagi. Aku harus menuruti Lee, setidaknya untuk sementara waktu ini.



"Hari ini kita bakal bikin sesuatu yang seru, aku jamin kamu gak akan bosen lagi."



"Kamu lihat kan benda-benda waktu di paviliun? Itu semua aku yang punya." Aku menelan ludahku, sementara Lee sudah menyeringai bak psikopat yang selalu ku lihat dalam drama.



DoppelgängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang