7

2.3K 334 72
                                    

— Doppelgänger —



07 : Mawar Biru








Sampai hari ini, aku masih memikirkan satu kata itu. Saat bersama Lee, aku sengaja mengalihkan pikiranku agar tidak ia baca. Aku menyembunyikan hal itu darinya. Dua hari telah berlalu, aku belum bisa menemukan kata yang dia maksud. Dia juga menghilang begitu saja. Lee tidak mencurigaiku, ku pikir dia memang tidak tahu mengenai asisten itu.



"Jisoo, buat tiga hari ke depan aku bakal ke luar kota. Ada proyek perusahaan yang penting banget. Aku gak bisa ajak kamu, karena di sana pasti sibuk banget. Kamu gak apa-apa aku tinggal di sini sendirian?" ujarnya setelah ia berbaring di ranjang bersamaku.



"Iya gak apa-apa kok. Lagian aku gak akan ke mana-mana" Lee menatapku lamat, dia pun tersenyum.



"Makasih udah ngerti, kalau kamu ikut aku, pasti di sana kamu gak akan betah"



"Emang proyek apa?"



"Itu, soal pembangunan kota. Perusahaan aku kan ikut andil di sana" aku hanya mengangguk.



"Kamu menang berapa persen?" dia tertawa.



"Jisoo, perusahaan aku ada di posisi pertama dari tiga puluh perusahaan yang daftar buat proyek ini" aku terkejut mendengarnya.



"Wahhh bagus dong. Semoga lancar ya" aku tersenyum padanya.



"Makasih" dia mencium keningku.



"Kamu tenang aja, semua keamanan di sini ketat banget. Jadi gak ada yang bakal ganggu kamu"



"Tapi, Lee..."



"Kenapa?"



"Aku boleh kan ngelakuin apa pun yang aku suka?"



"Iya, tapi jangan sampai keluar dari rumah. Kamu di sini aja, jangan ke mana-mana. Bahaya"



"Iya bawel" aku mendengus ketika ia terus mengulang larangan itu.



"Jisoo, kan besok-besok aku gak ada. Nah, terakhiran yuk?"



"Ngawur! Istirahat, besok kamu sibuk"



"Ya makanya, karena besok aku sibuk, aku gak bisa kayak gini lagi sama kamu. Mau ya?"



"Nggak Lee—"



"Gak ada penolakan" aku tertawa karena merasa geli dengan semua kelakuannya. Lagi-lagi sepertinya aku harus tidur terlambat.










"Jangan telat makan, kalau kamu lapar, panggil aja asisten aku buat nyiapin makanannya"



"Iya"



"Jangan aneh-aneh, aku ngawasin kamu loh"



"Iya"



"Kalau kamu bosen, telepon aku. Aku bakal nemenin kamu ngobrol tapi cuma sebentar"



"Iya, Lee. Aku ngertiii"



"Hehehe maaf" dia memelukku, kemudian dia mengecup dahi, pipi, dan bibirku sebanyak tiga kali. Aku pun berusaha untuk menghindar darinya, aku malu dilihat oleh beberapa asisten di rumahnya.



"Lee... udah ah" akhirnya dia berhenti juga, namun pelukannya masih erat padaku.



"Aku bakalan kangen banget sama kamu"



DoppelgängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang