— Doppelgänger —
02 : Dia
Sejak kejadian tadi, kami mencoba bersikap biasa saja. Seolah semua hal yang Lisa katakan tidak benar-benar nyata. Kami semua tidak memiliki indera yang bisa mendeteksi hal-hal seperti itu. Aku sendiri tidak terlalu memikirkannya. Mungkin saja Lily sedang sakit. Aku memang mencoba untuk berpikir rasional.Namun terkadang semuanya menjadi masuk akal. Mengenai beberapa kejadian aneh kemarin yang ku alami. Aku menceritakan semua kejadian itu pada mereka saat kami berada di luar apartemen. Dan aku tak menyangka dengan reaksi mereka. Jennie sudah menduganya, karena sejak pertama kali masuk ke apartemenku, dia merasa kepanasan. Padahal cuaca saat itu sangat bagus, Lisa dan Rosé juga menyukai apartemenku.
Kami cukup bersenang-senang di tempat bermain ini. Semua kejadian tadi seolah hilang begitu saja. Namun jauh di dalam benakku, aku masih memikirkan semuanya.
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk pulang setelah berkunjung kurang dari satu hari ini. Ketiganya nampak khawatir ketika akan meninggalkanku sendirian. Namun aku meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja. Semua hal itu tak membuatku takut. Malah menjadi sebuah teka-teki yang harus ku pecahkan sendiri.
Kini aku kembali sendirian di apartemen setelah mengantar ketiganya ke bandara. Kekosongan mulai mendominasi sekitarku. Suasananya nampak begitu berbeda dengan kehadiran mereka tadi. Aku akan selalu merindukan momen kebersamaan kami. Untung saja Lisa mengabadikan semuanya lewat vlog yang ia buat seharian ini. Aku hanya tinggal menunggu dia memposting semua momen kami itu. Tentu hanya momen bahagianya saja, tidak dengan momen saat kami berada di apartemen.
Kembali terduduk dengan santai di sofa, aku mencoba menyalakan televisi. Namun televisi itu tak kunjung menyala. Aku lalu beranjak dari dudukku untuk mengecek televisiku. Ternyata kabel televisi ini tidak terpasang pada stop kontaknya.
Sebentar, tadi kan Jennie menonton di sini. Otomatis aku mengingat jika ia tidak mematikan televisinya. Lantas siapa yang melakukan ini?
Bukannya merasa takut, aku malah merasa kesal. Mengapa selalu di saat seperti ini? Saat aku sendirian dan mencoba untuk beristirahat?
Jelas saja jika aku kesal. Semua yang aku lakukan kan untuk diriku sendiri. Apakah seseorang memiliki dendam padaku? Jika iya, mengapa harus aku? Aku tidak tahu di mana letak kesalahanku. Aku tidak pernah mencelakai orang lain. Semuanya nampak begitu rumit dibandingkan dengan serial drama yang selalu ku tonton.
Aku sudah tidak memiliki mood lagi untuk menonton televisi. Langkahku tiba di kamar, aku memutuskan untuk mengganti bajuku kemudian tidur. Besok aku memang harus kembali bekerja. Karena proyek yang dibicarakan Minhyun akan segera dilaksanakan.
Esoknya aku terbangun dengan sendirinya, tanpa bunyi alarm yang berdering begitu nyaring pada kedua telingaku lagi.
Sebelum aku terduduk di ranjang, ku lihat ujung selimutku yang bergerak, seolah di dalamnya ada sesuatu yang meringsut keluar seiring mengempesnya bentuk selimutku. Aku mencoba menggosok mataku, mungkin aku belum sepenuhnya terbangun. Namun kejadian ini memang benar. Mataku sudah terbuka lebar dan membulat sempurna.
Yang ku pikirkan hanyalah seorang penyusup. Tetapi saat aku menyingkapkan selimut kemudian beranjak untuk melihat kolong ranjang, aku tak mendapati siapa pun di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppelgänger
Fiksi PenggemarKami serupa tapi kami tak sama. Start 19-12-2019 End 12-02-2020 © _gzbae_