CC | 8

2.4K 289 23
                                    

Jika memang bahagiaku bukan bersamamu, jangan biarkan ada Vita-Vita lain yang merasakan sakit seperti yang kurasakan -Vita Sherlynda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika memang bahagiaku bukan bersamamu, jangan biarkan ada Vita-Vita lain yang merasakan sakit seperti yang kurasakan
-Vita Sherlynda

•••

an : i'm sorry for making you wait too long•

Kini Vita dan Vico sudah duduk berhadapan. Suasana sangat canggung, bahkan suara detik jam terdengar begitu jelas. Hanya cicak di dinding yang menjadi saksi kebisuan di antara pasangan yang kelanjutannya masih dipertanyakan. Vico menyesap kopi hitam yang baru saja disajikan Mama Vita 5 menit yang lalu dan rasa kopi itu entah mengapa lebih terasa pahit dari biasanya. Antara merk kopinya yang beda atau Vita sudah menaruh sianida di dalamnya. Merasa ngeri, Vico berhenti menyesap kopinya.

Dia menatap Vita lekat, berusaha membaca bagaimana perasaan perempuan itu. Namun untuk seorang pria, menebak perasaan perempuan rasanya lebih sulit dibandingkan menebak soal ujian mendadak. Vico kehabisan ide untuk memulai pembicaraan hingga akhirnya dia sudah membulatkan hatinya untuk pembahasan mereka kali ini. Setelah ini pasti ada air mata yang tumpah, apapun keputusannya, Vico hanya berharap semuanya baik-baik saja.

"Vit, kita serius kali ini," ucap Vico pelan.

Vita menghela napas panjang. Ingin sekali dia berteriak di depan wajah pria itu, apa lo pikir dari awal ini cuma becandaan bodo? Namun dia berusaha menahan semua emosinya karena dia takut bukannya makian yang keluar, yang ada malah air mata yang jatuh.

"Sebelumnya, aku mau minta maaf tentang kejadian malam itu. Aku sadar kalau aku salah besar. Abaikan kamu, nuduh kamu yang lain-lain, padahal kamu rela kedinginan nunggu aku yang asik sendiri. Untuk itu aku tau aku salah banget," Vico menunduk meratapi semua kesalahannya. "Dan lagi, selama ini aku egois sama kamu. Selalu mentingin diri sendiri, nggak mau dengar pendapat dari kamu, suka marah tanpa sebab. I know I'm too childish to be with you tapi kamu harus tau aku sayang banget sama kamu. Aku cuma nggak tahu cara nyampaikan rasa sayang aku ke kamu Vit. Kenal kamu dari kamu masih SMA hingga sekarang, kamu terus bertahan, tapi jujur Vit, i don't want this end," suara Vico berubah, tak yakin dia menangis atau bagaimana tetapi dia terlihat sangat rapuh.

Di lain sisi, Vita sudah menahan air matanya. Digigitnya bibir bawahnya, berusaha mempertahankan air matanya tidak jatuh. Dia tidak mau lemah kali ini. Dia tidak mau semuanya berakhir begitu saja tanpa dia berkata apa-apa. Dia tidak mau semuanya kembali ke awal hanya karena kata maaf. Dia mau dia menyuarakan rasa sakit dan beban yang selama ini dia timbun selama bersama pria dingin itu.

"Sekarang Vit, aku nggak mau egois lagi, meski aku enggak mau kita berakhir begitu saja, aku juga nggak bakal memaksakan kehendak aku. Aku mau kamu yang menentukan bagaimana kita seterusnya, aku enggak mau cuma keinginan aku yang selalu kita jalankan di hubungan ini, aku mau kamu jujur, apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Aku bakal hargai setiap keputusan kamu, meskipun itu keputusan terburuk sekalipun. Aku mohon, Vit."

Sungguh kali ini Vita tidak sanggup menahan air matanya. Buliran cairan bening itu akhirnya berjatuhan dari pelupuk matanya. Dia meraung dalam tangisnya. Semua tahu dia sangat sedih dari setiap isak tangis yang keluar dari mulutnya. Vico terdiam, tidak berusaha menenangkan, dia harus memberi perempuan itu waktu untuk memperlihatkan sesakit apa yang dia rasakan karena ulah pria dingin sepertinya.

Berselang beberapa menit tangis Vita mereda, dia terlihat sangat menyedihkan. Dengan berantakan,  hidung memerah, tangan gemetaran, suara seraknya, dia berusaha memperlihatkan dirinya yang sememalukan itu pada Vico, agar pria itu tahu, setiap hal jahat yang dilakukan pria itu padanya, maka malamnya dia akan menangis seperti yang disaksikan pria itu sekarang. Dia ingin Vico tahu sehebat apa dia menangis jika itu berhubungan dengan Vico. Jika orang bilang dia itu bucin, dia tidak peduli, itu semua karena dia sudah sayang pada pria yang membuatnya bisa segila ini.

"Kamu tahu, setiap kamu melukai hati aku, malamnya aku menangis seperti ini. Setiap kamu nggak ngabari aku, aku pikir ada sesuatu hal buruk terjadi sama kamu. Setiap kamu pergi bareng teman-teman kamu tanpa bilang ke aku, imajinasi nakal kalau kamu itu selingkuh selalu menghantui aku. Tapi kamu tahu, meskipun kamu begitu, saat logikaku memaksaku meninggalkan kamu, hatiku memaksa untuk bertahan. Kamu pasti tidak pernah merasakan dibuat bingung oleh diri sendiri, ditambah semua perbuatan kamu selama ini. Baru kali ini kamu sadar kalau kamu sebenarnya jahat banget sama aku?" ucap Vita disisa suaranya yang serak. Dia terus melap hidup dan matanya yang masih berair, seolah katup air disana sudah rusak.

"Tapi aku sering berpikir, kalau aku pisah sama kamu, aku bertemu pria baru, kamu juga pasti dengan mudahnya bertemu perempuan cantik lainnya seperti mantan kamu itu. Namun di lain sisi, kalau aku tetap di sisi kamu, yang bakal kulihat itu bakal seperti kejadian malam itu, kamu berpesta dengan mantanmu itu lalu melupakanku. Sebenarnya aku ini apa untuk kamu, Vico? Apa aku masih kamu anggap anak SMA yang selalu nurut dan belum mengerti apa yang kamu kerjakan di kantor, belum tahu semua kebohongan yang kamu sering lakukan selama ini? Jauh dilubuk hatiku, ada dorongan buat ninggalin kamu, tapi di lain sisi, aku merasa bodoh ninggalin kamu setelah setiap perjuangan aku. Kapan aku bakal dianggap sama kamu, Vico? Kapan? Aku muak melihat pasangan lain bisa bertukar ide dengan pasangannya tanpa berakhir pertengkaran seperti yang sering kita lakukan. Lalu kita kapan seperti itu? Atau kamu tidak ingin hal itu terjadi?"

Vico menatap Vita lekat, berusaha mencerna setiap ucapan perempuan yang terasa begitu menohok kebodohannya selama ini. "Vit, sungguh, apa kita harus seperti ini? Berakhir begitu saja?"

"Kamu pikir semudah itu buat aku bilang kita berpisah saja, Co? Enggak, jujur, aku mau kita bersama sampai tua, melihat masa depan bersama, tapi kenapa semakin ke sini semakin sulit, huh?" air mata kembali tumpah.

Kali ini Vico tak tega melihatnya. Dia langsung memeluk Vita erat, tidak ingin perempuan itu merasakan kesedihannya sendirian. Dialah sumber kesedihan itu, maka dia harus merasakan kesedihan itu juga.

"Aku nggak mau kita pisah, Co. Aku mau kita sama-sama selamanya. Tapi aku mau kita bukan seperti sekarang, mementingkan ego diatas kebersamaan. Kalau selamanya begitu, lebih baik kita berpisah saja karena aku tidak cukup kuat untuk menahan semua ini lagi setelah ini," isak Vita terus berbicara. Dia terus mengeluarkan semua kesedihan dan keresahannya selama ini.

Vico menggeleng, "Jangan Vit, aku sayang kamu, aku bakal berubah untuk kamu. Jika kali ini aku masuh Vico yang egois, selanjutkan aku rela harus lihat kamu bahagia dengn pria lain. Tapi untuk sekarang, sungguh Vit, aku sayang kamu.

Aku nggak mau kita pisah, Vit, sungguh," suara bergetar itu mengetuk hati Vita, mencoba menimbang ketulusan pria itu.

Pisah atau tidak, kadang memang keputusan yang teramat sulit.

***

Hallo semua, maaf baru update:'))

I luv you, guys

See you~

Chéri ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang