Dua

144 37 85
                                    

Percayalah, aku juga ingin kembali bahagia, tapi entah kenapa hatiku malah selalu ingin melihatku terus terpuruk pada sakitnya patah hati.


Osiya dan Laras tengah menikmati nasi goreng dan es jeruk mereka di bangku pojok kantin. Laras terlihat antusias bercerita tentang oppa-oppa koreanya dan Osiya hanya mengangguk-angguk saja sebagai tanggapan.

"Eh Si, si Samudra ganteng yak," celetuk Laras ditengah-tengah kegiatan makan mereka. Osiya tidak menanggapinya dia hanya terfokus pada nasi gorengnya.

"Hai," suara berat itu mengejutkan mereka berdua, lebih tepatnya hanya Laras sih, karena Osiya terlihat biasa saja tanpa menanggapi sedikitpun.

"Eh lo anak baru di kelas, kan?" tanya Laras memastikan saat menyadari siapa pria yang mengejutkannya itu.

"Iya, boleh gabung enggak?" tanyanya dengan senyuman manisnya. Sesekali melirik kearah osiya. Osiya hanya diam saja. Tapi beberapa saat kemudian ia berdiri. "Gue duluan."

"Eh anjir Si! Mau kemana?" Teriak Laras saat melihat Osiya berlalu. Tetapi Osiya tak menanggapinya.

"E-eh Sam, maaf ya, Osiya anaknya emang gitu."

"Oh, santai aja. Gue ngerti kok."

"Yaudah kalo gitu gue duluan juga ya, tadi mampir ke kantin cuman mau beli air. Duluan ya ras," lanjutnya lalu tersenyum dan meninggalkan Laras sendirian. Kemudian Laras tersadar.

"LAH INI KOK GUE DITINGGAL SENDIRIAN SIH?!" pekiknya, membuat orang-orang yang ada di kantin langsung melihat kearahnya. Menyadari dirinya menjadi pusat perhatian, Laras langsung nyengir untuk menutupi rasa malunya.

•••

Osiya berdiri di ujung pembatas rooftop, menatap lurus ke arah langit, angin menyapa lembut pipinya yang tampak basah oleh air mata.

"Kenapa sih gue selalu gini?" lirihnya.

"Gue capek. Capek banget."

"Gue pengen kayak lo Von, yang dengan mudahnya nyakitin gue. Dan sekarang bahagia sama orang lain tanpa mikirin tentang perasaan gue dan semua yang udah pernah kita lewatin di masa lalu. Gue capek ..."

"Jangan menutupi diri lo dari kebahagiaan, kalo lo emang pengen bahagia," ucap seseorang yang tiba-tiba sudah ada di belakang Osiya. Osiya meliriknya, lalu segera menghapus sisa-sisa air matanya.

"Ngapain lo disini?" tanya Osiya dingin.

"Pengen ngadem aja, sih," jawab Samudra dengan santai.

"Engga ada gunanya lo nangis kayak orang bodoh gini. Dia enggak akan bisa balik sama lo. Jangan nutup diri dari kebahagiaan, lo berhak bahagia kayak dia."

"Nggak usah sok tau lo! Tau apa sih? Lo itu cuman anak baru! Lo enggak tau apa-apa!!" bentak Osiya dengan mata memerah. Kini ia sedang melampiaskan segalanya kepada cowok jangkung di depannya ini.

"Gue emang murid baru, gue emang enggak tau apa-apa. Tapi, dari sikap lo, dan keluhan lo tadi, nunjukin kalo lo masih berharap dia balik sama lo," jawabnya tenang sambil terus memandang ke depan.

"Lo enggak usah sok tau!!" bentak Osiya lalu menghapus air matanya, dan beranjak dari sana. Tapi Samudra segera menahan tangannya. Ia menatap Osiya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kalau gue udah tau semuanya, gimana?"

"Apaan sih!" lalu Osiya menarik tangannya dengan kasar. Dan pergi begitu saja.

"Bodoh, cewek setulus dia lo lepasin," gumam Samudra.

----------------------------------------------------------

"Fash," panggil seseorang ketika Samudra ingin pergi ke parkiran. Samudra berbalik, menatap malas ke arah orang yang memanggilnya.

"Apaan?" tanya Samudra datar.

"Lo udah ketemu sama dia?" tanya laki-laki tersebut.

Samudra menggangguk. "Iya, udah. Dan gue baru sadar kalo gue punya sepupu sebego elo," jawab Samudra sinis.


Laki-laki itu tersenyum miris. "Lo tau kan, gue punya alasan."

"Terserah lo. Tapi jangan salahin gue kalo akhirnya gue bisa sembuhin dia, dan dia jadi milik gue." Kemudian Samudra berbalik kembali dan berjalan menuju parkiran motor.

"Gue harap lo bisa balikin tawa dia fash, walaupun nantinya gue bakalan bener-bener kehilangan dia."

Voment inget voment!
Ehe^^

TBC❤️

Believe MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang