Aku benci tatapan-tatapan mereka.
Murid-murid di sekolahku menatapku layaknya aku sampah.
Biar ku ceritakan dari awal.
Aku bodoh.
Bukan.
Aku SANGAT bodoh.
Aku percaya dengan senyum manis Jennifer.
Aku bercerita tentang kehidupan sedihku ini.
Dan kau tahu apa jawabannya.
"Mungkin kau harus banyak-banyak bersyukur."
"Masih banyak orang yang lebih menderita."
"Cobalah untuk lebih positif."
Bla bla bla.
Cukup dengan mulut sampahnya itu.
Sekarang aku tahu kenapa perempuan-perempuan di kelasku senang menulis di buku harian.
Kertas-kertas dalam buku bodoh ini tidak akan menjawab ketika aku berbicara. Mereka hanya diam dan mendengar.
Namun setidaknya mereka tidak menjawab dengan kata-kata menyakitkan seperti kata-kata Jennifer.
Kembali ke cerita.
Kau tahu... siapa ya namanya... ugh, aku tidak ingat.
Dan aku juga tidak ingin mengetahui namanya.
Gadis yang sangat populer di sekolahku. Reputasi baik di mata guru. Namun banyak murid yang sudah ia kacaukan hidupnya.
Melihatnya wajahnya saja sudah membuatku ingin muntah.
Lihat bagaimana ia dapat menggoda Jennifer untuk bergabung ke dalam kelompoknya yang entah namanyaapa, aku tidak tahu, dan tidak ingin tahu.
Jennifer yang bodoh, tidak memiliki pendirian, termakan keinginan untuk menjadi populer, jatuh ke dalam rayuan gadis itu.
Dan lihat Jennifer sekarang.
Duduk di antara para laki-laki yang menggodanya.
Menjijikan.
Seharusnya ia berterimakasih kepadaku.
Jika saja ia tidak akan membuat kehebohan dengan cara menyebarkan kehidupan sedihku, ia akan tetap berteman denganku, dan menjadi culun bersamaku.
Mungkin saja dia terlalu sibuk mengurus tubuhnya hingga lupa untuk belajar berterimakasih.
Aku sungguh kasihan denganmu Jennifer.
Sampai jumpa besok.
Harvey, C.

KAMU SEDANG MEMBACA
Curse
Novela JuvenilCerita tentang seorang Vanessa yang harus hidup di rumah barunya yang ternyata mempunyai sebuah kutukan.