iv

20 6 0
                                    

"Aku tidak ingin menikmatinya sendirian. Apa yang tuan sukai?", aku akan mengikuti peraturan keluarga Hillion kali ini.

"Ke mall", itu terdengar memaksa, dengan tatapan datarnya. Sementara ia menggiringku untuk menghampiri mobilnya yang terparkir di depan kafe dan membukakanku pintu mobil seperti tuan puteri.

"Baiklah, apa yang akan kita lakukan?", tanyaku sebelum masuk ke dalam mobil. Dia tak menjawabnya karena dengan cepat menutup pintu mobil, berjalan ke pintu sisi kiri mobil dan duduk di jok supir.

"Temani aku mengukur jas, mencoba parfum baru tahun ini dan mencari gaun untukmu", jawabnya setelah masuk ke dalam mobil dan menjalankannya. Sial, kenapa aku harus menemaninya melakukan kegiatan formalitas membosankannya itu!

"Baiklah", sekali lagi, aku mengucapkan kata terkutuk ini dengan senyum lebar yang terpaksa.

"Jangan sungkan bertanya padaku", akhirnya kalimat ini keluar dari pemilik mobil, setelah suasana hening yang tercipta dengan sendirinya di sepanjang jalan macet kota Margarret, sangat membosankan.

"Usiaku delapan belas tahun, apa tuan tahu itu?", kalian pasti tahu ke mana pembahasan ini tertuju. Yup, tentang perjodohan itu.

"Ya, lalu?", astaga, apa dia baru saja menanyakan 'lalu' dengan wajah santainya? Apa dia seorang pedofil?

"Apa tuan tidak punya kekasih atau sudah bertunangan mungkin", ia melirikku sekilas sebelum kembali ke jalan karena lampu merah jalan telah berubah hijau.

"Bagaimana denganmu?", ia malah bertanya balik, tenangkan dirimu Li. Besok Ayi akan berperang, jadi aku harus membuatnya sempurna seperti yang biasa Ayi lakukan. Ayo berjuang berjuang!

"Jika aku punya, aku tidak mungkin duduk di mobil ini sekarang", dia hanya mengangguk-angguk tanpa minat menjawab pertanyaanku sebelumnya, karena kami telah sampai di mall. Ia memarkirkan mobilnya dan menghampiriku yang hampir kesemutan berdiri di depan pintu masuk, menunggunya.

"Berjalan di samping kiriku agar aku bisa melihatmu (menjagamu)", ucapnya saat kami masuk ke dalam mall yang ramai ini. Aku sedikit memperbesar langkahku agar berjalan di samping kirinya tanpa banyak tanya, karena itu sebuah perintah. Pria ini membosankan, aku lebih suka tuan muda Gege yang banyak bicara dari pada suka memerintah sepertinya.

Kami memasuki sebuah butik besar yang elegan, kutebak salah satu cabang butik termahal dalam mall ini. Dasar tukang pamer, sebenarnya ia bekerja apa?

"Tunggu di sini", ucapnya saat kami masuk ke dalam butik sambil menunjuk kursi tunggu, sebelum pergi menghampiri resepsionis yang menatap kami sejak awal masuk ke dalam butik ini. Wanita, mereka selalu tahu mana pria yang memiliki kantong penuh. Ha ha, kantong muntah. Tapi, tuan Acellio tiba-tiba kembali menghampiriku setelah bicara pada resepsionis. Apa dia meninggalkan sesuatu?

"Berikan nomor ponselmu", ucapnya sambil menyerahkan ponselnya padaku dan meninggalkanku dengan ponselnya yang sudah dalam genggaman tanganku. Astaga, apa dia sangat percaya padaku dengan meninggalkan ponselnya di tanganku?

"Jangan berpikir mencuri sesuatu darinya!", itulah yang Ayi peringatnya setelah menyimpan nomor telponku dalam ponselnya. Masa bodo dengan peringatanmu, Yi. Aku akan melihat daftar kontak telponnya agar tahu seperti apa dirinya.

"Ya Tuhan!", aku kaget setengah mati melihat isi ponsel tuan Acellio. Bagaimana tidak, ia hanya punya empat nomor telpon! Tebak, itu ibu, ayah, sekretarisnya ditambah nomorku yang baru saja tersimpan. Manusia sepertinya patut dilestarikan bukan? Aku tidak merasa beruntung, dia bukan tipeku! Tapi, ini agak sedikit aneh untuk pria kaya dan tampan sepertinya. Apa dia gay? Tapi sekretarisnya seorang wanita dan sering menelponnya dalam log panggilan.

1% MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang