Tuan muda Gege terlihat dekat dengan Ayi seperti biasanya, itu membuatku risih dengan mengingat apa yang terjadi kemarin setelah acara keluarga kuno itu selesai. Setidaknya aku bisa mengolok-olok seberapa cabulnya Ayi, itulah bagian terbaiknya ha ha. Tapi, Ayi bukan tipe orang yang seperti itu, dia mengambil peranku. Setelah kupikir-pikir, bersikap lembut dan sedewasa itu bukan diriku. Jadi, apa Ayi tengah membohongi perasaan tuan muda Gege atau benar-benar mencintainya dalam diam?
Ayi tak pernah jujur pada siapapun, bahkan padaku yang dua puluh empat jam selalu di sisinya. Dan sekarangpun, dia masih enggan memberitahuku rencananya untuk melampiaskan rasa benci pada keluarga besarnya itu. Kuakui, itu beban yang berat dan mustahil, mengingat semua keluarganya memiliki posisi yang sangat kuat dibandingkan hidupnya yang hanya satu perintah akan hancur melebur seperti debu (dalam artian tidak berguna).
"Jaga kesehatan tuan muda", hanya itu yang diucapkan Ayi saat menemani kepergian tuan muda Gege bersama tuan Evan ke luar negeri.
"Jaga juga kesehatanmu, Yi. Dan jangan lupa angkat telponku pagi, siang dan malam. Balas chatku secepat yang kau bisa, atau aku akan pulang untuk memarahimu", aku mendapat tatapan kesal semua keluarga yang menemani kepergian tuan muda Gege. Kenapa? Apa Ayi tak boleh sedekat ini dengan tuan muda Gege?
"Tuan muda, jangan lupa menghubungiku saat kalian sampai di bandara. Dua orang dari keluarga pamanmu Redrick akan menjemput kalian", tegur nyonya Hera dan mendapat iyaan singkat tuan muda Gege seperti biasanya.
"Aku menyayangimu, Yi", sekali lagi, ia memeluk Ayi sebelum pergi cukup lama, seperti tiga tahun sebelumnya saat ia belajar ke luar kota. Padahal, Ayi belum sempat membalas pelukan singkat dan ucapan itu.
"Aku kasihan padamu, Yi. Tapi cobalah bersabar, pengeranmu akan kembali dalam empat tahun. Atau mati sebelum itu karena pesawat jatuh",
"Diamlah, Li! Atau kujahit mulutmu", gumam Ayi, membuatku terlonjak kaget.
Semua orang tersenyum, melihat kepergian tuan muda Gege dan perlahan pulang satu-persatu. Sementara Ayi masih di tempatnya dengan tangan yang menggenggam udara hampa.
"Yi, aku akan mengantarmu. Seana baru saja mengantar Dezellia sekolah", suara bariton itu sedikit mengagetkanku dan membuatku menoleh ke asal suara. Dia adalah tuan Richard, anak kedua dan terakhir nyonya Hera dan dua tahun lebih tua dari kak Seana. Ini pertama kalinya kami bicara, walau kami sering bertatap muka. Tapi, dia lebih dekat dengan tuan Evan yang empat tahun lebih muda darinya, mungkin karena mereka sama-sama seorang pria.
"Apa tuan Richard tidak bekerja?", tanyaku penasaran, mengikuti langkah kakinya.
"Ya, setelah mengantarmu pulang", jawabnya singkat sambil membukakanku pintu mobil cantiknya. Apa semua pria dewasa selalu sedingin ini? Jangan marah jika aku lebih memilih bercinta dengan wanita tua ketimbang pria, Yi.
"Omong-omong, apa kau berminat untuk kuliah tahun depan? Atau kau berniat ingin bekerja?", tanyanya saat kami dalam perjalanan.
"Ibu menjodohkanku kemarin", jawabku dengan senyum miris yang tertahan. Dia mengangguk paham, tak lepas pandangannya dari jalan di depannya.
"Bagaimana kalau menjalan sebuah kafe? Kau suka melukiskan? Buat kafe itu semenarik mungkin dengan lukisanmu. Orang-orang suka menikmati kopi dengan lukisan abstrak di depan mereka, ketimbang memandang polusi kota Margarret", usulnya, seolah-olah itu hal yang mudah dilakukan. Aku bukan seorang barista yang ahli dalam kopi. Bahkan aku tidak bisa meminum kopi itu sendiri karena anxiety disorderku.
"Tentang modalnya, aku akan meminjamkan berapapun yang kau perlukan. Aku tidak akan meminta hasilnya, sebagai balasannya antarkan sebuah kopi di kantorku setiap paginya", aku tidak mengerti dengan permintaan aneh tuan Richard ini, yang pasti dia orang baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
1% Mistake
AksiKau ingin aku menjadi apa? Masokis? yang suka disakiti Maniak gila? yang selalu mengejarmu Atau Psikopat yang berpura-pura manis dan membunuhmu perlahan sampai mati. Ayo katakan, aku bisa berperan seperti yang kau inginkan. Tapi itu tidak gratis, te...