9

16 2 6
                                    

"Kapan nona Yi akan menyusul kakaknya?",

"Apa nyonya Eva sudah punya calonnya?",

"Itu Acellio, anak dari nyonya Renna",

"Sangat cocok, kenapa tidak dipercepat saja?"

Perlahan, kakiku menyeret badanku semakin menjauh dari kerumunan yang membicarakan sang anak kedua yang menyedihkan itu dengan perlahan agar tak ada yang menyadarinya. Sejak awal aku hanya menjadi figuran cantik di samping pengantin wanita, walaupun menghilang sang sulung tak akan mencari ke mana patung cantiknya karena disibukkan oleh banyak ucapan selamat.

Menatap kosong ke luar jendela di balik gorden kamar dengan jari tangan yang terluka, memperhatikan semua orang yang berdatangan dan pergi dari lantai atas kamarku sendiri.

"Tiba-tiba, aku ingin membeli tiket pulang dan menikahimu saat ini juga"

Kalimat itu terulang-ulang dalam kepalaku, meredakan rasa pusing dan mualku saat berada di tengah keramaian acara pernikahan kak Seana. Ini pertama kalinya aku berharap guyonan dari tuan muda Gege menjadi kenyataan. Tapi, membuatnya mengambil alih diriku sama saja menyerahkan boneka ini ke tuan lainnya. Tidak ada kebebasan yang benar-benar nyata.

Saat semua tamu undangan telah habis dan mobil tuan Kei yang pergi membawa kak Seana, aku bisa melihat Li yang menggigit bibir bawahnya sedari kemarin saat kak Seana mengajaknya makan siang. Li pergi ke kamar mandi dengan membanting pintu keras dan menyalakan shower, mengguyur gaun putih yang dikenakannya. Dia kembali menangis sambil memeluk pundaknya kedinginan. Aku tidak tahu seberapa sedih dirinya, tapi dadaku terasa sesak melihatnya seperti ini. Nafasnya semakin memendek dengan badan yang sudah mengigil di bawah guyuran air sedingin es ini.

Dia tidak berteriak, hanya menangis sesegukan dengan kuku yang menusuk lengan kananku seperti biasanya. Dia juga tak mengucapkan sepatah katapun selain meraung raung dalam tangisnya yang teredam suara shower.

Matanya tertuju pada sebuah gunting di atas wastafel, ia mengambilnya dan menggunting gaun putih pemberian kak Seana ini penuh tekanan sampai-sampai jarinya ikut tergores karena masuk dalam kantup gunting besi yang tajam. Masih dalam guyuran shower yang dingin, ia terbatuk-batuk lemas dan terduduk di lantai. Ini sudah cukup, Li akan membuat dirinya jatuh sakit. Tak ada yang diuntungkan jika itu terjadi. Aku mencoba meraih ganggang shower dan mematikannya, tapi Li merebutnya dariku dan memukulkannya ke kepalaku. Semuanya memerah dan memburam dengan kepalaku yang berdenyut sakit, aku kehilangan kesadaranku.

Ngiii~iiing

Hanya suara itu yang mengisi telingaku sejak bangun dari tiduran di lantai kamar mandi yang dingin dengan darah yang mengering di kepalaku. Apa aku melupakan namaku?

"NONA AYILI!", itu namaku dan aku masih mengingatnya dengan benar. Ayili De Hillion, gadis boneka yang punya daya tahan tubuh lemah dan alergi pada beberapa lemak seperti coklat. Tidak hanya memecahkan kaca, Li juga merusak gaun putih yang kemarin dikenakannya. Tebak dari mana aku mendapatkan luka di kepalaku. Ya, dia memukulku dengan ganggang shower dan tidak lupa mencekikku lagi. Li semakin membenci hidupnya, aku tidak bisa menyalahkan siapapun atas perasaan lemahnya itu.

"NONA YI!", teriakan itu semakin meninggi ditambah gedoran pintu di pagi buta ini.

"Sebentar", aku berteriak parau, mengambil kimono di belakang pintu kamar mandi dan mengikat talinya sambil memegang kepalaku yang berdenyut sakit.

1% MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang