ii

58 4 6
                                    

Aku baru saja selesai mengantar tuan muda Gege pulang ke rumah neneknya. Tentu saja aku mendapat omelan, di mana pun aku akan datang dengan banyak alasan bahwa terlalu sore mengantar tuan muda Gege pulang. Kali ini aku selamat dari omelan dan makian nenek tua itu, karena kak Seana sudah di sana menungguku. Ini pertama kalinya ia membawa kami pulang ke apartemennya. Aku tidak bisa berhenti tersenyum sepanjang jalan mobil kak Seana membawaku. Tapi sedikit sedih rasanya karena tak diizinkan menginap dan disuruh pulang setelah mengambil beberapa barang yang ibu titipkan darinya.

"Bagaimana hubunganmu dengan ibu?", inilah yang selalu ditanyakan kak Seana saat bertemu denganku. Kenapa tidak menanyakan kabarku?

"Membaik dari sebelumnya", bahkan aku tidak tahu apa yang wanita itu pikirkan saat melihatku. Tapi, dari pandangan jijiknya aku bisa menebak seberapa bencinya ia padaku.

"Jangan merepotkannya. Bagaimanapun kau harus belajar menyukainya", ia juga selalu mengucapkan kalimat ini. Aku harus menyukai hal yang kubenci? Itu sama saja memintaku untuk mati. Aku ragu Ayi punya rasa benci, dia tak pernah menunjukkannya terang-terangan.

"Jalani saja sewajarnya, jangan memperumitnya dengan pemikiranmu", dan akan dilanjutkan seberapa kuatnya ia mengatakan ini. Padahal dia tak pernah diomeli, aku mulai meragukan seperti apa rasa peduli itu. Apakah kau yang sering dimarahi karena orang itu selalu memperhatikan kebiasaan burukmu, atau ia hanya melampiaskan rasa kesal yang dia dapat dari orang lain kepadamu?

"Ya, aku akan diam", inilah jawaban yang pantas untuk mengakhiri nasihatnya. Aku tak berminat berdebat dengan wanita satu ini karena yang dikatakan pemilikku selalu benar.

"Bagus. Aku akan mengantarmu pulang", ucapnya yang terburu-buru mengambil blazer maroonnya yang tergantung di belakang pintu. Padahal aku belum lama melihat-lihat isi apartemennya.

"Tidak-", Ayi berusaha menolaknya, dengan cepat aku mengambil kunci mobil kak Seana sebelum memotong ucapan Ayi.

"Tidak keberatan jika aku yang membawanya?", tentu saja dia menganggukan kepalanya, itu karena dia percaya padaku. Lagi pula, aku sudah belajar cara mengemudikan mobil walau belum mempunyai sim. Kak Seana terlihat lelah dan aku tidak ingin membuatnya lebih lelah dengan mengantarku pulang. Tapi, aku juga ingin lebih lama bersamanya walaupun ini sebuah kebohongan, setidaknya biarkan aku lebih lama menikmatinya.

"Ada apa dengan lengan kananmu?", kak Seana melihatnya saat aku memegang setir mobil, apa lagi kalau bukan bercak darah dari cengkramanku siang tadi yang tembus dari blazer abu-abu tebal ini.

"Hanya saos tomat", bohongku, berusaha tersenyum sempurna seperti yang biasa Ayi lakukan. Bodohnya, kak Seana tidak bisa membedakan kebohongan itu atau dia benar-benar tak peduli karena fokus untuk mengangkat telpon yang baru saja masuk dari kekasihnya.

Sesampainya di rumah, tentu saja adikku Dezellia memeluk erat kakak tertua yang baru saja kembali ke rumah dan jangan lupa wanita pembawa tongkat antik itu. Aku tidak pernah mendapatkan pelukan sehangat itu, bahkan sekarang aku terabaikan bagai sebuah patung. Selain menjadi boneka keluarga ini, aku juga terlihat seperti patung. Sangat manis bukan?

"Makan malamlah bersama kami", tentu saja wanita tua itu membujuk kak Seana. Tapi yang dibujuk itu malah menoleh ke arahku seperti menanyakan apakah aku ingin ia ikut atau tidak. Tentu saja aku ingin ia ikut dan tanpa sadar memberinya isyarat dengan menganggukkan kepalaku.

"Baiklah, aku akan menginap", kak Seana masih menatapku, padahal Dezellia memohon kak Seana agar tidur di kamarnya.

"Aku akan tidur di kamar lamaku", yang dimaksudnya adalah kamarku, ini sedikit membuatku gugup karena membayangkan akan berbagi kasur dengannya. Dengan perasaan senang, aku melupakan tatapan kesal Dezellia karena kak Seana lebih memilih untuk tidur denganku. Bahkan saat aku mandi, aku tak bisa berhenti tersenyum karena ini pertama kalinya kami akan tidur bersama dalam sebuah kamar dan itu hanya berdua. Apa aku bisa menahan diriku untuk tidak menyentuhnya? Sedangkan aku tergila-gila untuk memilikinya, tuanku sendiri.

1% MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang