3

41 4 4
                                    

"Yi, tolong ceritakan tentang Li", pinta Gege dengan mata berbinarnya dari seberang meja selebar satu meter ini.

"Bukankah tuan muda sudah berjanji akan diam saat aku membaca buku?", ingatku pada kesepakatan kami sebelum sampai ke perpustakaan umum ini. Benar, aku mencoba menghindari pembicaraan ini karena dulu pernah berjanji padanya untuk menceritakan tentang Li, teman dekatku.

"Bukankah Ayi berjanji akan menceritakannya saat bertemu kembali denganku?", lihat, dia mulai pandai memutar balikkan panah. Dia mengingatkanku pada Li, tapi tuan mudalah yang lebih kuat di usianya sekarang.

"Aku menyerah, kau selalu tau cara memenangkan perdebatan ini", aku hanya bisa berpura-pura menghembus nafas berat sambil menutup buku di tanganku pelan dan mulai menapis tanganku ke atas ke bawah, memberi isyarat pada tuan muda agar mendekat, karena aku akan membisikkan sesuatu.

Aku tidak akan memberitahu kalian apa yang telah kubisikkan, lebih tepatnya yang kuminta dari tuan muda Gege sebelum menceritakan tentang Li. Kenapa? Ya, kalian akan mendengarnya sendiri dari tuan muda Gege sendiri. Wajahnya mengkerut tak suka dan berubah datar sebelum tersenyum tipis padaku setelah mendengar permintaan konyolku, tentu saja dia akan menggeleng untuk menolaknya dengan cepat. Karena ini permintaan sepihak dan tentu saja tuan muda Gege lah yang tidak beruntung.

"Aku tidak mungkin menceraikan nona Dezellia setelah menikahinya untuk menikahi kakaknya Ayi, itu sebuah penghinaan besar untuk keluarga Hillion. Bukankan syarat ini sedikit berlebihan? Ini bukan Ayi yang biasanya kukenal, apa Li sangat berpengaruh pada keluarga Hillion?", Li menyumpah serapahiku yang membocorkan rencananya pada bocah tiga belas tahun ini.

"Kau ingin mengenalnya? Itulah syarat yang Li berikan", aku tersenyum lebar, sebelum kembali membuka buku yang baru saja kututup. Tapi, tangan itu menghalangiku untuk membuka buku lagi, dengan tatapan seriusnya. Dia semakin manis saat berpikir keras dengan mengerutkan alis yang hampir menyatu.

"Yi, kau menyembunyikan banyak hal dariku. Suatu saat nanti aku akan mendapatkanmu, bersiap-siaplah memberikan semua milikmu", gertakan yang sangat manis, dia tak pernah berubah sejak awal kami bertemu delapan tahun yang lalu.

"Tuan muda, aku tidak memiliki apapun selain pemikiran terbukaku. Bukankah kau yang akan memberikan semua yang kau miliki padaku?", aku mulai merendahkan diri dengan lembut, agar dibenci olehnya. Dia menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang sudah mengepal erat, menahan amarahnya. Lalu, menghembus nafas berat sebelum kembali menatapku dengan senyuman seindah fajar itu. Apakah itu artinya aku telah memenangkan perdebatan satu ini?

"Kau membenciku?", kalimat itu cukup menusuk jantungku lebih cepat dari yang kubayangkan, seperti sebuah besi dingin yang melubangi dadaku. Tembus sampai ke belakang punggung dan membuat tulang punggungku ikut membeku. Sepertinya, seratus tahun terlalu cepat memenangkan perdebatan ini. Aku tidak bisa menyangkal perilaku baik itu, tapi dia licik.

"Aku menyukai tuan muda Gege dengan tulus, jadi jangan tanyakan itu lagi. Aku akan menjawab apa yang tuan muda tanyakan, tidak dengan menceritakan", aku mencoba membujuknya, walau sebenarnya Li-lah yang paling marah di sini.

"Aku serius, ingin memilikimu! Seperti yang Mathilda katakan, aku ingin cinta atau mati", itulah yang kutakutkan dari bocah labil ini, dia membuat Li marah dengan meremas tangan kananku. Akan ada bercak darah pada kemeja putih berlengan panjang yang kukenakan ini.

Tentang cinta? Aku tidak tahu apa itu, tapi Li paling tahu karena pernah merasakannya dan bahkan memberikannya pada seseorang yang kukenal. Bagaimana menurutku tentang ini? Tentu saja itu sebuah omong kosong! Omong kosong yang bisa dengan siapa saja kau rasakan dan berikan tergantung pada sikap yang objek berikan. Bisa kusebut, siapa saja akan sama pada akhirnya.

1% MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang