ix

20 2 5
                                    

"KAU BERCANDA? Aku tidak ingin berhubungan dengan anggota mafia itu!", akhirnya aku mulai membentak Ayi kembali setelah seminggu lalu membisu.

"Tidak kau penasaran apa yang ingin dibicarakannya pada salah satu anak keluarga Hillion? Memohon atau merengek", ia menjadi keras kepala. Tidak, dia memang selalu begitu!

"Kau membunuh dua orang bawahan orang itu! Bagaimana bisa kau ingin menemuinya seantusias itu?", aku mulai tak mengerti jalan pikir Ayi yang semakin hari, semakin di luar kata waras itu.

"Aku sudah memberikanmu peringatan, aku hanya melakukan perlindungan diri. Jadi, kaulah yang membunuh mereka", dia memang iblis!

"Lupakan Li, aku tidak ingin terlihat seperti menyalahkanmu", kau memang tengah menyalahkanku! Dasar tak punya hati!

(Menggigit)

"Li! Kenapa kau marah padaku?", Ayi meringis kesakitan saat aku dengan tiba-tiba menggigit tangannya dan tak mau melepaskannya, malah semakin menekannya.

"Ba-baiklah, aku minta maaf. Jadi tolong lepaskan", dia mulai memelas saat telapak tangannya sudah meneteskan darah segar tergores gigi taringku.

"Ini sudah lebih dari sebulan setelah aku dicambuk, dan kau baru saja meminta maaf", aku menyeka darah di sudut bibirku dengan tangan.

"Apa karena itu kau marah padaku? Kau bahkan berbohong pada tuan muda Gege dan belum meminta maaf padaku", dia mulai membahas bocah sialan itu. Tentang itu, tuan muda Gege belum menghubungi Ayi padahal ini sudah hampir malam dan tuan muda Gege berjanji akan menelponnya pagi. Apa ponsel tuan muda Gege rusak? Tidak mungkin, dia pasti akan membeli lagi dan bukan tipe orang yang sabar tak menghubungi Ayi.

Apa? Tidak mungkin tuan muda Gege melebih-lebihkan kebohonganku kemarin. Tapi, ini sedikit aneh. Apa yang terjadi pada tuan muda Gege?

"Apa dia mati?", Ayi memijit batang hidungnya pusing dan menatap datar ke arahku seperti biasanya.

"Berhentilah memikirkan hal konyol dan pilih pakaian apa yang akan kau kenakan besok untuk menemui tuan Habel", Ayi bersikeras untuk tetap menemui ular itu. Aku menyerah untuk menolak permintaannya yang pasti akan kulakukan suka tak suka itu.

Paginya dengan sepatu flat hitam, celana training hitam dan kaos putih lengan panjang yang sedikit kebesaran, itulah yang kupakai di siang bolong seperti ini karena malas mandi setelah berolahraga dari mengantar barang milik nona Leass seperti biasanya.

"Ayo kita temui tuan Habel", Ayi melongo tak percaya dengan yang baru saja kuucapkan, bukan karena keantusiasanku. Tapi karena penampilanku sekarang.

"Kau bercanda? Aku ingin tuan Habel terpikat, karena itu aku memintamu untuk menemuinya", Ayi terdengar kesal.

"Kau ingin aku berpakaian seperti jalang di siang hari untuk ular itu?", sinisku dan mendapat hembusan nafas gusar Ayi yang terduduk di sisi kasur.

"Kumohon Li, jangan membuatku berbicara dua kali. Aku benci itu", sekarang dia membuatku terlihat sangat jahat padanya. Aku hanya tidak suka memaksakan diriku untuk melakukan hal kotor ini.

"Jadi, apa kau akan melakukan ini untukku atau tidak", dia menekan tombolnya begitu cepat.

"Tunggulah lima belas menit", akhirnya akulah yang menyerah dan masuk ke kamar mandi. Aku tidak bisa membenci Ayi seberapa banyak pun aku melukainya. Tapi, apa ini tidak keterlaluan? Ayolah Li, untuk Ayi yang tak pernah mengeluh padamu.

Tiga belas menit berlalu dan aku sudah rapi dengan gaun kuning bermotif mawar putih selutut dan kitten heels merah mencolok yang akan membuat banyak pasang mata melirik ke arahnya. Yup, kak Seana selalu membelikan banyak barang dan seleranya selalu mencolok.

1% MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang