9

197 43 4
                                    

"Lea, Mr. Elanor memanggil mu saat istirahat makan siang pertama."

Begitu yang Athena dengar dari salah satu teman sekelasnya. Jadilah gadis berambut kecokelatan itu berjalan di selasar menuju ruang guru. Sesekali tangannya tergerak untuk membenahi letak kaca mata tebalnya.

Saat dirinya melewati sebuah ruangan, ia mendengar blok-blok note piano sedang dimainkan dengan acak. Terdengar seperti luapan kekesalan. Ah tidak. Ini lebih terdengar lebih dramatis dan putus asa.

Rasa ingin tahu yang besar, seakan menuntun kaki gadis berpipi chubby itu untuk membuka pintu ruangan tersebut.

Ketika ia melihat punggung lebar itu duduk di hadapan sebuah grand piano, bibir Athena tak kuasa menahan senyumannya.

Ia berjalan perlahan menuju si punggung lebar itu. Mengikis jarak mereka dengan tetap menikmati dentingan piano yang dihasilkan oleh si pemain.

Seketika tangan mungil Athena merengkuh pinggang tersebut. Ia letakkan dagunya di sisi kanan bahu lebar itu. Sedang sang empu mendadak terdiam dengan tangan mengambang di atas blok-blok note.

"Aku tidak tahu jika kau benar-benar seorang pemain handal,"

"Ah, bukankah baru dua minggu kau mempelajari alat musik cantik ini? Dan kau sudah bisa sehebat ini?" tangan Athena terulur menyentuh jari jemari besar yang masih mengambang di atas blok-blok note piano.

"Tsk! sangat tidak adil!"

Athena terus berbicara tanpa memberi peluang untuk seseorang yang ia peluk saat ini mampu membalas ucapannya.

"Mengapa kau memainkan part itu dengan begitu menyedihkan?"

"Seakan kau menggunakan memori terburuk mu untuk menggambarkan seberapa tersayatnya kau saat itu,"

"Ah, tak perduli bagaimana dan apa yang membuat mu seperti itu. Percayalah, setidaknya masih ada satu kenangan indah di antara beribu hal buruk yang orang itu beri."

"Dan itu membuktikan jika kau berharga. Ingat itu, kau itu berharga."

"Lakukan hal-hal yang kau suka. Tunjukkan pada mereka jika kau mampu, dan kau memang pantas mendapatkan hal itu."

Lagi-lagi bibir Athena menyunggingkan senyumannya. Dengan tetap memeluk punggung lebar itu, ia mengecup pelan bahu serta pipi dingin yang sedikit memerah itu.

Buru-buru Athena berlari ke arah pintu dengan terkikik geli.

"Jangan menunggu ku saat pulang sekolah. Aku akan membaca beberapa buku di perpustakaan."

Ketika pintu ruang musik benar-benar tertutup, sebuah senyum tipis terukir di bibir pria berpunggung lebar itu.

"Melakukan apa yang ku suka?" senyuman tipis itu berubah menjadi seringai licik dan culas, "So, i'll get what i want."

"Aku harus cepat, jika tidak Adhite akan membunuh ku karena telat pulang lagi." gumaman Athena di sela pencariannya.

Ketika matanya menangkap rak buku bagian seni musik klasik, sontak ia meninju udara karena begitu bahagianya.

Saat menemukan apa yang ia cari, Athena segera membawa buku tersebut untuk ia bawa pulang.

BACK TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang