14

183 46 4
                                    

Jasper tengah berdiri dan memandang lurus ke sebuah kamar inap. Kamar inap yang berisikan bocah kecilnya. Entah mengapa sehari tidak bertemu dengan bocah ini membuatnya tak puas akan hidupnya.

Maka dari itu, sejak dua hari yang lalu bocah itu dirawat, tak pernah absen seharipun ia berdiri di tempat ini.

Ya, hanya berdiri dan memandangi Junior dari kejauhan. Ia cukup tahu diri pasca kejadian itu.

Jasper bukan menyerah, hanya saja ia merasa perlu menata isi kepalanya lagi. Menerjang masuk ke dalam akan semakin membuat keadaan tak berpihak padanya. Maka dari itu dengan teramat sangat, ia menekan keinginannya itu.

Dengan di batasi oleh kaca bagian pintu, cukup membuat Jasper sedikit bersyukur. Setidaknya rasa khawatir ini sedikit menguap ketika melihatnya dari kejauhan.

Junior terlihat tengah terlelap di atas tempat tidurnya. Wajahnya begitu damai seklipun ia tertidur jauh dari sang ibu.

Ah, berbicara soal ibu dari bocah itu, lihatlah. Ia tertidur lelap dalam dekapan seorang pria.

Pria yang beberapa jam lalu dengan riangnya Junior panggil dengan sebutan Papa. Entahlah, mungkin Jasper sudah hilang akal. Bagaimana bisa ia merasa sedikit tercubit akan hal itu.

Jam menunjukan hampir tengah malam ketika Jasper memutuskan hendak menyudahi kunjungan diam-diamnya ini.

Naasnya, ia menemukan sepasang mata minim yang menatapnya dengan pandangan keingintahuan.

"Well, cukup mengejutkan." Jasper membuka suara terlebih dulu. Ia mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi panjang. Mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang tidak ia izinkan untuk beristirahat barang sebentar saja.

"Aku hampir mengira kau membeku di depan pintu itu."

Jesper mengedikkan bahunya acuh, "Hanya sekedar lewat."

Terdengar sebuah kekehan disusul dengan decihan kecil, "Hanya sekedar lewat? Itu lebih terlihat seperti kedua kaki mu tertancap sesuatu disana. Thirty minutes, right?"

"Kau salah."

Pria itu menggeleng tak setuju. "Tidak, aku benar."

Jasper menatap malas pria di sebrangnya, "Kau salah bodoh! Two hours more ten minutes five second."

Wajah pria tersebut sedikit menunjukkan mimik terkejutnya. Memikirkan berdiri lebih dari dua jam mampu membuat kakinya dipenuhi semut-semut transparan.

"Kau hendak menjenguknya?" tanyanya hati-hati. Jasper bukanlah sosok yang mudah kau fahami. Kau harus mencari celah, dan mempelajari setiap detailnya.

Jasper menggeleng pelan, "Nope."

"Lalu mengapa kau berdiri di sana, bodoh?!" Ia jengkel dengan jawaban-jawaban bodoh yang Jasper berikan. Sifat acuh, juga habit irit bicara yang melekat pada sosok Jasper benar-benar sangat menyebalkan.

"Tidak ada, hanya ingin melihat saja."

Mata minim pria tersebut sedikit memincing menatap Jasper, "Ada hubungan apa kau dengan Junior?"

Mendadak dahi Jasper mengerut mendengar nama asing itu, "Siapa lagi Junior?"

"Really? Kau tak tau? Apa fungsi Zero kau ubah menjadi pemandu aplikasi tunjangan para lansia?!" pria itu menggeram kesal. Jasper lebih dari mampu mencari sebuah nama hanya dengan memiliki Zero.

Kecerdasan buatan dengan standart yang tidak main-main seperti Zero merupakan alat yang sempurna bagi mereka yang tergila-gila oleh harta dan kekuasaan. Dan Jasper adalah satu-satunya pembuat, juga pemilik sah yang tepat untuk benda itu. Beserta Alec tentunya.

BACK TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang