29

15.3K 1.2K 147
                                    

Dengan tidak sabaran Axelle berdiri di depan pintu kamar. Ia menggigiti kuku jarinya sambil sesekali mengumpat pelan.

Caroline dan yang lain sudah pergi dari rumahnya setelah ia mendapati kalau Scarletta yang tiba-tiba pingsan. Ia menyugar rambutnya sehingga membuat tampilannya tampak begitu berantakan.

Axelle tersentak saat tiba-tiba pintu kamarnya terbuka-- menampilkan seorang dokter perempuan yang merupakan teman kerjanya di rumah sakit,"Bagaimana? Dia baik-baik saja, kan?"

Perempuan itu mengangguk malas,"Dia baik, tapi aku heran... Kenapa kau selalu suka membuat Letta seperti ini? Apa kau tidak punya hati?"

"Ceritanya panjang. Kau tidak akan mengerti."

"Hey, Axelle. Aku beritahu sesuatu padamu, ya? Perempuan juga punya batas kesabaran. Kau menyakiti Scarletta padahal kau sudah tahu kalau dia baru saja bangkit dari rasa terpuruknya. Kejam sekali kau," Balasnya sedikit ketus. Axelle tidak berniat membantah, dia menyadari kalau dirinya telah salah karena telah membiarkan semua ini terjadi, padahal seharusnya hubungan mereka baik-baik.

"Lupakan saja. Aku tidak punya hak untuk mencampuri kehidupan kalian."

Perempuan bernama Luna itu lantas melangkah pergi, tapi ia tiba-tiba berbalik menghadap Axelle dan kembali menatapnya,"Kau memang bajingan gila. Bagaimana mungkin kau lupa memakai kondom setiap kali bercinta?"

Setelah itu, Luna pun melanjutkan langkahnya-- menyisakan Axelle yang berdiri bingung dengan sindiran konyol itu. Apa maksud Luna mengatakan hal semacam itu?

Dengan mengesampingkan rasa penasarannya, Axelle pun buru-buru masuk ke dalam kamar. Bisa ia lihat kalau Scarletta tengah terbaring dengan mata yang memandang sayu ke arah jendela.

"Scarletta?" Panggilnya pelan. Letta tidak menyahut, wanita itu tetap diam sambil menatap jendela yang menampilkan cerahnya hari.

"Kau... Baik-baik saja?" Tetap tidak ada jawaban.

Axelle dengan hati-hati duduk di pinggir ranjang, ia meraih telapak tangan Scarletta dan meremasnya pelan,"Maaf. Ini memang salahku. Seharusnya aku bisa lebih berhati-hati lagi."

"Terserah. Aku hanya ingin kita selesai di sini."

"Apa maksudmu?" Axelle mengerutkan dahi tidak senang. Matanya menyiratkan kekecewaan karena Letta yang keras kepala. Ini seperti berhadapan dengan seorang patung saja jika begini terus. Scarletta tidak mendengar cerita dari sisinya, wanita itu selalu menelan mentah-mentah hal yang ada di depannya tanpa berusaha untuk mencari tahu lebih detil. Terkadang Axelle ingin marah dengan sikap seperti itu, tapi ia hanya ingin memahami posisi Letta. Memang sulit menerima hal yang tak sengaja ia perbuat tadi.

"Kau tidak bodoh. Aku ingin kita selesai."

"Letta... Kenapa kau tidak pernah mau mendengarkan aku? Jangan buat--"

Letta langsung menatap tajam ke arah Axelle. Bibirnya bergetar menahan air mata yang siap jatuh kapan saja ia berkedip. Selamanya Axelle tidak akan pernah mengerti dengan apa yang ia rasakan. Pria itu tidak pernah tahu kalau dirinya hancur karena trauma masa lalu itu. Letta merasa takut akan sebuah pernikahan karena pengkhianatan yang dilakukan Axelle. Katakanlah dia seorang paranoid, tapi Letta punya alasan untuk itu.

"Kau selalu mengingkari perkataan mu sendiri, Axelle. Tidakkah kau menyadari itu? Jika kau memang mengerti aku, kau pasti tidak mungkin membiarkan Caroline datang kemari untuk berbicara! Tapi kau melakukannya! Kau melakukannya!" Letta kembali memukul dada mantan suaminya demi meluapkan rasa amarah dan kesal yang tersimpan di dalam hati. Axelle tidak menolak, dia membiarkan pukulan itu terus menyapa dadanya jika memang Letta merasa puas dengan memukulnya seperti itu.

Can I Have Your Husband, Too? ✔️ |GRISSHAM SERIES #4| [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang