Warning : Mengandung kata-kata kasar!!
...
Di ruangannya, Joss, inspektur yang mengepalai tim khusus sedang berdiri menatap lewat dinding kaca. Sebuah bangunan pusat perbelanjaan tertinggi di ibukota Thailand, Bangkok. Bangunan yang sekarang bagai tubuh tanpa nyawa sejak kejadian kurang lebih setahun yang lalu.
Masih hangat dalam ingatannya bagaimana lebih dari 1000 orang di dalam bangunan itu membakar diri mereka, menusuk dada mereka dengan benda tajam atau senjata api dan tidak sedikit pula yang memilih menjatuhkan diri dari lantai tinggi. Mereka menyebut kejadian itu sebagai “Monday bloody”.
Tanpa ada yang tahu penyebabnya, masyarakat melimpahkan semua kesalahan pada pemerintah dan pihak kepolisian karena hingga saat ini kasus itu masih belum menemukan titik terang.
Sebuah beban berat yang pihak kepolisian rasakan membuat para perwira tinggi memutuskan untuk membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut. Dengan Joss yang berpangkat Inspektur dan rekannya sesama Inspektur bertugas untuk memimpin tim khusus.
“Joss!”
Joss berbalik. “Ada apa?”
“Krist menemukan sesuatu"
“Baiklah, kita lakukan rapat sebentar lagi"
“Ok"
“Leo!”
Leo, rekan satu tim Joss, berbalik. “Hm?”
“Apa Singto sudah datang?”
“Sayangnya belum"
“Anak kurang ajar itu!! Ck... “
Leo tersenyum kecil. “Cepatlah”
“Iya iya"
Mereka berdua pergi ke ruang tengah tempat anggota tim khusus biasa sibuk dengan komputer masing-masing, sebenarnya hanya Guy, dan Krist, dia sibuk dengan ponselnya.
“Ck, kemana sih anak itu?” Krist men-dial nomor ponsel Singto untuk yang kesekian kalinya.
Leo dan Joss muncul ke tengah ruangan. “Krist" panggil Leo.
“Krab!” Krist menutup ponselnya.
“Apa yang kau temukan?”.
“Wanita yang kami temukan kemarin merupakan salah satu anggota keluarga dari korban kejadian Monday Bloody. P'Guy menemukan bahwa pelakunya adalah seorang laki-laki 50 tahun, dipecat satu bulan lalu dari perusahaan elektronik"
“Lalu dimana pria itu?” Tanya Joss.
“Tewas gantung diri di apartemennya pukul 5 pagi tadi. Penyebabnya masih diselidiki"
“Siapa yang memeriksa kesana?”
“Fiat dan Oaujun disana dari tadi"
“Lalu... dimana Singto?” Tanya Joss
“Eu... itu... aku mencoba untuk menghubunginya beberapa kali, tapi tak ada jawaban"
“Krist, pergilah ke tempat Singto dan seret anak itu, akan aku penggal kepalanya"
Krist bergidik. “Baik pak!”. Krist pergi ke apartemen Singto dengan mengendarai mobil sedan hitam miliknya.
Sesampainya di apartemen berlantai lima itu, Krist segera naik ke lantai empat dan langsung menuju ruangan Singto. Ia mengetuk beberapa kali, namun tidak ada sahutan. Dan saat ia memutar pegangan pintu, pintunya terbuka.
“Tak mungkin Singto membiarkan pintu ruangannya terbuka” batin Krist. Ia masuk ke ruangan Singto. Gelap, gorden ruang tengah tertutup, pintu kamar Singto terbuka.
“Singto... “ Krist masuk perlahan ke kamar Singto. Gelap, namun Krist melihat siluet seseorang duduk di sebuah kursi dengan kepala tertunduk. “Ya Tuhan... jangan lagi. Singto!!”
Krist mengguncang tubuh Singto. “Singto!”
Singto tetap menutup matanya dan menunduk. Samar-samar Krist mendengar Singto menggumamkan sesuatu, Krist mendekatkan telinganya ke bibir Singto.
“... Singto bajingan... Singto sialan... Singto brengsek... kau pembunuh... Singto... ‘mereka' bahkan tak menganggapmu... Singto baj—“
“HENTIKAN!!! Singto dimohon hentikan!! Kembalilah sadar... “ Krist menepuk kedua pipi Singto.
“... Singto bren—“
PLAK!!
Satu tamparan keras Krist layangkan ke pipi Singto. Nafasnya menjadi terengah-engah. Krist membuka gorden kamar, cahaya matahari menerangi ruangan dan mereka berdua. Krist melihat pakaian Singto masih sama seperti kemarin.
Perlahan ia bersimpuh di depan Singto, kedua tangannya merengkuh tubuh temannya itu. “Singto... kembalikan Singto... ini bukan tubuh mu... kembalikan Singto... Singto... Singto... “
“Mhhmmm... “
Krist melepaskan pelukannya. “Singto... ?”
Mata Singto terbuka dan darah keluar dari hidungnya.
“Hidungmu!” Krist mengambil selembar tisu di meja nakas dan menutup hidung Singto. “Tekan hidungmu, akan kuambilkan minum"
Krist pergi ke dapur dan kembali lagi dengan segelas air mineral di tangannya. “Minumlah"
Singto minum perlahan. Ia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.
“Singto... “
“Bukan"
Krist mengernyit, sekarang dadanya benar-benar berdetak kencang, namun ia berusaha tetap tenang. Ia mengambil nafas dan membuangnya perlahan. “Jadi... sejak kapan?”
“...”
“Kemarin sebelum berpisah, ia masih Singto. Jadi, setelah sampai apartemen?” batin Singto.
“Kembalikan dia, Lev"
“Dia tidur, sangat nyenyak... “
Krist berdiri di depan pria yang ia panggil Lev itu. “Kalau begitu akan kupaksa”.
“Kau sama bajingannya seperti Singto!!” ‘Lev' menendang perut Krist. Gelas pemberian Krist dibuang di sudut ruangan hingga pecah.
“Ugh!” Krist terdorong ke kasur. ‘Lev' menindihnya, mencekiknya, Krist berusaha meronta. Ia membalik keadaan, Krist menahan tubuh Singto. “Kembalikan Singto, Lev sialan!!”
‘Lev' membalik keadaan lagi. Satu pukulan Krist terima, dua pukulan lagi dan sudut bibirnya sobek. ‘Lev' mencekiknya lagi. “Ia tak boleh bangun, tak boleh.... “
Suara besar dan kasar ‘Lev' membuat Krist bergidik takut, nafasnya makin menipis. “Singto... ugh... ku... mohon... Singto... “ air mata Krist mengalir.
“Ugh... “ cekikan ‘Lev' melonggar.
Krist dengan cepat melepas tangan ‘Lev'. Menekan tubuh Singto di kasur dalam posisi terkurap, mengeluarkan borgol dari saku celananya dan memborgol tangan Singto. Nafas Krist terengah-engah, ia membalik tubuh Singto dan duduk di atasnya.
“SINGTO BANGUN!!!” Kedua pipi Singto mendapat tamparan keras dari Krist.
“Argh!! Krist... sakit!!” sorot mata Singto berubah.
“Ya Tuhan...akhirnya!!” Krist memeluk erat Singto, kali ini benar-benar Singto.
Orang yang dipeluk mengerutkan kening. “Krist... uh... kau mau melakukan ‘itu' dengan posisi seperti ini?”
“Ini dia... Singto” batin Krist tersenyum.
Plak! Tamparan dari Krist di kening Singto. “Otak kotormu itu benar-benar akan aku bakar"
“Hehe... “ Singto tersenyum lemah.
Krist berpindah dari atas tubuh Singto dan duduk di samping temannya itu. “Ssshhh... “ sudut bibirnya terasa perih.
Singto terduduk, ia melihat Krist kesakitan dan ia pun menyadari sesuatu. “Krist... “
“Hm?”
“Apa aku melakukannya lagi?”
“Bukan kau, tapi Lev" Krist membuka borgol tangan Singto. “Oh ya, Boss mencarimu, kita harus ke markas sekarang".
Singto menunduk. “Maaf... “
Krist menatap Singto. “Ey... sudah ku bilang itu bukan kau"
“Tapi tetap saja aku menyakitimu dengan tanganku”
“Kau... yang memanggilnya keluar?”
“... iya"
“Kenapa? P'Nammon sudah melarangmu”
“Kemarin... entah kenapa... aku memanggilnya untuk menjadi pelaku"
“Hanya itu?”
“Yah... aku kembali setelah kau muncul"
“Apa... kau perlu bicara tentang ini ke P'Nammon?”
Singto menggeleng. “Tidak perlu. Aku sudah kembali"
“Sing... “
“Hm?”
“Jangan panggil dia lagi, ya"
“Kau takut dengannya?"
“Aku hanya takut kau tidak kembali”
“Ouuu... “ Singto memeluk Krist dari samping. “Jangan khawatir, Sweety... aku tidak akan kemana-kemana"
“Sepertinya daripada Boss yang memenggalmu, aku lebih ingin melakukannya sendiri"
“Kit kejam... “
“Cepatlah mandi, Boss pasti sekarang sedang menyumpahi dirimu"
“Iya iyaa... “ Singto mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Setelah mandi dan bersiap, mereka berdua pun langsung pergi ke markas. Disana Joss dan Guy sedang merembukkan sesuatu di depan komputer. Melihat dua bawahannya masuk ruangan, Joss langsung menatap tajam ke arah mereka.
“Kenapa lama sekali, ha?! Kalian mampir ke benua mana dulu?”
Singto memberi hormat sekilas. “Maaf Boss saya terlambat"
“Kau bukan hanya terlambat, tapi kau juga tidak memberikan laporan tentang kasus kemarin. Kalau aku tidak ingat bahwa kau yang menemukan korban kemarin, aku pasti sudah memecatmu"
“Maaf, soal laporan aku yang akan mengatakannya langsung"
“Kenapa?”
“Ada hal yang perlu aku bicarakan dengan anda"
Joss menghela nafas. “Baiklah, ke ruanganku sekarang".
Joss dan Singto pergi ke ruangan Joss. Guy yang melihat itu menatap heran. “Krist... “
Krist duduk di kursinya. “Hm?”
“Kenapa dengan Singto?”
“Tidak ada apa-apa kok Phi"
“Lalu itu kenapa bibirnya berdarah?”
“Oh ini? Tanya luka kecil kok hehehe... “ Krist membuka laci meja kerjanya dan menemukan plester luka lalu memakaikannya ke luka di bibirnya.
Di ruangan Joss, ia dan Singto sedang duduk berhadapan di sofa di tengah. Mereka saling menatap dalam diam.
“Jadi ad—“
“Ugh!” Singto memegang dadanya yang terasa sesak.
“Singto? Ad—“
“Kyahahahaha.... “ raut wajah Singto berubah, matanya tajam memerah menatap Joss dengan seringaian licik menantang.
Joss terkejut mendengar tawa keras Singto, suaranya berubah. “Kau... “
“Kenapa? Terkejut, Pak tua?”
“Kenapa...?”
“Karena kebodohan si Singto sialan ini akhirnya aku bisa keluar, setelah lama tertidur akhirnya aku bisa bicara dengan kau Pak tua sialan" perilaku Singto menjadi kasar.
“Kau tidak pantas menyebut Kakakmu seperti itu, Lev"
“Masa bodoh! Aku hanya ingin membuat perhitungan denganmu" ‘Lev' menunjuk tepat di depan wajah Joss yang mencoba bersikap tenang.
“Sejak kapan kau keluar? Saat bersama Krist, kau masih Singto. Dan aku yakin sekali bukan Singto yang memanggilmu, kau yang membuat dia memanggilmu"
“Kakakku ini butuh bantuan, bukankah sudah tugasku membantunya? Hihihi... “ tawa licik itu muncul lagi.
“Lalu apa mau mu?”
“Singto tak selamanya kuat selama aku masih berada di alam bawah sadarnya, dan saat aku keluar aku akan menguasai tubuhnya, sama seperti dulu... “
“Dengar Lev, selama aku masih hidup, aku tidak akan membiarkanmu mengusai tubuh Singto. Kau hanyalah ingatan buatan dari Ayah Singto dan aku akan membuatmu menghilang selamanya"
“Apa karena perasaan tak terbalas pada wanita pelacur itu membuatmu bersikeras menjaga Singto? Hahaha... menjijikan"
“Gh... “ Joss menggertakkan giginya. Tangannya terkenal kuat.
“Kenapa? Kau ingin memukulku? Membunuhku? Silahkan... tapi Singto juga akan mati, kuingatkan kau bahwa kami ini satu"
“Kau salah" kata seseorang di belakang tubuh Singto. Tepat setelah itu, ia menancapkan sebuah suntikan berisi cairan ungu di pundak Singto.
“Ugh... “ tubuh Singto limpung ke sisi kursi. Kesadarannya hilang.
“Terima kasih Nammon" kata Joss.
“Terima kasih juga karena tetap membiarkan pintu ruanganmu terbuka" Nammon, pria berkacamata dan masih memakai jas rumah sakit itu duduk di samping Singto.
“Jadi apa itu tadi obat baru?”
“Obat yang sama, namun dengan dosis sedikit lebih tinggi. Itu akan membuat Singto tidur untuk sementara waktu, sementara obatnya bereaksi pada saraf otaknya"
“Dan saat ia bangun nanti?”
“Lev akan tidur dan Singto akan bangun"
“Terima kasih Nammon"
“Sama-sama. Menghadapi pasien seperti Singto memang menyusahkan, untung hari ini kita ada janji bertemu"
“Hm... “ Joss menatap Singto dalam diam. “Dua Singa dalam satu tubuh, aku punya bawahan yang benar-benar menyusahkan... “
.
.
.Tbc
Whoosss Whoosss Whoosss
Kereta ekspres mau lewat..... 🚄🚄🚄Maaf kalau masih banyak typo 🙏🏻
Thank you for reading 😊
See you next chapter 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] The Chaser - [SK]
RandomMain cast : Singto + Krist + Fiat + Guy + Oaujun + Leo + Joss Side cast : Nammon + Sunny + Jay + dll... Genre : crime + action + BL summary : tim ini terbentuk belum lama dengan sedikit anggota, mereka bekerjasama menguak rahasia dibalik kejadian ak...