' New Term '

384 65 4
                                    

Singto berjalan sendirian menuju area belakang gedung, ia melewati sebuah lorong yang berujung di sebuah area parkir khusus pegawai yang penuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Singto melihat pintu  besi di sisi area, namun saat menuju pintu tersebut, tiba-tiba pintu terbuka dari dalam membuat Singto segera bersembunyi di balik tiang pondasi.

Seorang pria memakai jaket hitam bertudung berjalan keluar dengan kepala menunduk hingga Singto tak dapat melihat wajah pria itu dengan jelas. “Siapa? Pengunjung? Tapi tak mungkin lewat sini, ini tempat parkir pegawai. Atau mungkin pegawai? Tapi kenapa ia bisa lolos dari penyandera??” batinnya.

Singto terus mengamati pria tersebut yang berjalan menuju sebuah mobil van hitam dan masuk ke dalamnya. Singto sempat berpikir untuk menunggu mobil itu berjalan, namun mobil itu tetap diam di tempat. Jadi Singto memutuskan untuk mengabaikannya, namun saat ia berbalik ia dikejutkan oleh seseorang yang berdiri tepat di depannya.

Singto mundur beberapa langkah. “Bagaimana pria ini ada di depanku? Jelas-jelas aku melihatnya masuk ke mobil itu” batinnya.

Pria yang tadi Singto amati mengangkat kepala, Singto makin siaga melihat wajah pria tersebut. Sebuah luka memanjang dari atas alis hingga rahang atas di mata kirinya.

“Apa anda kesasar, Tuan polisi?” pria itu berbicara dengan pelan.

“Seharusnya aku yang bertanya, kawasan ini bukan untuk umum. Tempat ini sedang dalam kepungan pihak polisi, kau siapa dan sedang apa disini?”

“Kau lupa denganku, Lev? Oh bukan, kau Singto ya... maaf wajah kalian terlalu identik, aku jadi bingung"

“Kau... “

Pria di depan Singto membuka tudung jaketnya, rambut hitam dengan potongan crew cut. “Kau masih belum ingat?”

Singto mengerutkan kening. Pria itu mengangkat jaketnya, menunjukkan tato segi sembilan dengan sebuah tubuh laba-laba tanpa kaki di salah satu titiknya di perut bagian kirinya yang membuat Singto ternganga. “Kau... Tor?”

“Kau ingat rupanya. Aku tak heran kau tak mengenali rupaku karena luka yang ku dapat. Tapi setelah melihat tato ini kau langsung dengan cepat mengingatnya, karena kau juga mempunyainya"

Amarah Singto tersulut, ia menarik pistol dari sakunya dan menodong Tor. “Apa yang kau lakukan disini? Apa kau yang memimpin penyanderaan di apotek ini?”

Tor tak bergeming, sudut bibirnya tertarik. “Aku heran kenapa kau bisa menjadi polisi setelah membunuh orang tuamu sendiri"

Amarah Singto hampir meledak, ingatan yang ingin ia kubur dalam-dalam dengan mudahnya diungkit kembali. “Jangan membual hal yang tidak perlu! Katakan apa yang kau lakukan disini!”

Tor mendekati Singto dalam beberapa langkah hingga ujung pistol menempel di dada kirinya. “Kau bisa menembakku, tapi kau takkan dapat apa-apa. Sekalipun kau membeberkan bahwa aku... kami yang mendalangi, kau juga akan terjerat".

“Brengsek!!” kepalan tangan Singto mengarah langsung ke rahang Tor hingga membuat pria itu terhuyung memegangi rahangnya.

“Cuih!” Tor meludahkan darah, namun sekejap ia menyeringai. “Sudah lama aku tidak merasakan pukulanmu". Kaki Tor terangkat melayang langsung ke Singto.

“Ugh!” tangan kiri Singto menahan. Tor tak berhenti disitu, ia terus memojokkan Singto dengan pukulan demi pukulan dan tendangan demi tendangan. Hingga pukulan yang terakhir membuat handsfreenya terlepas.

“Hah! Pemanasan yang lumayan” kata Tor.

Singto menyeka darah di sudut bibirnya. Ia menodongkan pistolnya lagi. “Peringatan terakhir, apa yang kau lakukan disini?”

[END] The Chaser - [SK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang