" Ra banguuuun!!!"
Guncangan ditubuhku semakin terasa. Aku mencoba membuka sedikit mataku. Argh, silau! Vietta masih saja mengguncang tubuhku dan sepertinya tidak akan berhenti sampai aku bangun dari kasur kapuk yang terasa aneh di punggungku.
" Udah jam berapa, sih Vi?" tanyaku sambil melirik pergelangan tangan kanan. Aku baru ingat kalau jam tangan berwarna oranye milikku telah raib.
" Udah jam set-8, tuh! Ceper melek mata lo!" tukas Vietta sambil menyibak tirai jendela kayu yang tampak antik itu.
" What?! Kok udah kayak jam 12, yak!" timpalku.
" Memangnya disini, tuh mataharinya terang banget. Tapi kalau pagi pasti udaranya sangat dingin," jelas Vietta.
" Kamu udah bangun dari subuh, tuh, pasti," aku masih saja bertanya hal yang sebetulnya tidak perlu pada anak ini.
" Issshh... Buruan mandi! Nanti lo bakalan nemu hal yang sangat asing di toilet nanti," Vietta berkata sambil menarik alas kasur untuk dirapikan.
" Hah? Maksud lo apaan dah?
" Hilih, entar juga bakalan tau sendiri. Cepet buruan sana!"
Aku mengambil handuk dari ransel dan beranjak menuju keluar dari kamar.
" Ra, sekalian bawa baju ganti, enggak mungkin 'kan handukan aja!" saran dari Vietta.
Aku mengurungkaan niat melangkahkan kaki ke luar pintu kamar, lalu kembali untuk duduk di atas kasur yang baru saja dirapikan oleh Vietta.
" Vi, kasih tau kamar mandinya ada di mana, terus kamu temenin gue juga dong!"
" Wkwkkwk .... Yuk!"
Kamar mandinya ada di luar rumah, melewati halaman belakang yang sangat luas, lalu meniti sebuah jembatan bambu. Di sanalah tepatnya kamar mandi yang sedang aku dan Vietta tuju. Sebuah ruangan seluas 2 × 3 yang berdiri di atas kolam ikan.
" Viii, mang serius lo tadi mandinya disini?" aku jadi ragu saat melihat kondisi kamar mandi yang berada dengan kamar mandi rumahku.
" He'eh! Capcus buruan mandi, peralatan mandinya disimpan disini, terus handuk dan baju gantinya tarok disana. Terus mandinya dari air pancuran itu, tu," Vietta menjelaskan semuanya.
Aku tidak bisa untuk berkata-kata lagi karena Vietta sudah menutup pintu kamar mandi dan keluar. Saat dia keluar aku masih sempat mendengar dia berkata dengan sedikit kencang, mengalahkan suara air pancuran yang sangat deras.
" Mandinya jangan terlalu lama ya, Raaa! Gue tungguin diluar sini, nih!"
BYUUURRR .... BUUUKKK!!!
Aku kaget setengah mati ketika mendengarkan sebuah suara seperti benda yang jatuh dari atas terus tercebur kedalam air. Aku segera menyelesaikan mandi ku dengan air yang dirasa teramat dingin. Setelah berpakaian dengan rapi, aku bergegas keluar dan mencari-cari Vietta, tapi anak itu tidak terlihat di sekitar sana.
" Vi.... Viii ... Viettaaaa!" ʋɨ ... ʋɨɨɨ, ʋɨɛttaaa !"
Hmmm .... Kemana, sih, tuh, anak? Uh!
Aku berjalan meniti jembatan bambu itu lagi. Melihat disrkililing. Aku baru sadar ternyata kamar mandi yang aku masuki berada di atas sebuah kolam ikan air tawar yang cukup luas. Ada sesuatu di tanah yang terlihat aneh. Aku merunduk untuk mengambil, tapi tiba-tiba gerakanku terhenti. Tempat peralatan mandi yang ada di tanganku terjatuh karena satu tanganku memegang handuk dan baju kotor.
Tepat di atas tanah yang sedang kuinjak, ada seperti bekas galian yang ditimbun dengan tanah lagi. Aku penasaran dengan gundukan tanah yang terlihat tidak serata dengan tanah lain di sekitarnya. Dan, tidak terlalu jauh di sana, aku menemukan beberapa bekas darah yang mengering.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAK TUO { LENGҞAP √ √}
FantasíaPerempuan tua yang akrab dengan sugi di mulutnya dipanggil Mak Tuo, dia satu - satunya dukun beranak di Jorong Durian Tiga Batang. Naura, Vietta, dan keempat temanya pernah bertemu dengan Mak Tuo ketika berlibur ke kampung halaman Andiko. Desas - de...