ĤĨĎÊ ĂŇĎ ŜÊÊҚ 🤐

892 35 1
                                    

     Aku Syasyah, dan aku sangat senang sekali dengan anak kecil. Aku sering menghabiskan akhir mingguku dengan anak-anak di panti asuhan atau ruang yang terbuka dan menyaksikan mereka yang sedang bermain di sana. Entah mengapa, aku merasakan bahagia ketika mereka sedang tertawa lepas tanpa ada beban atau menangis tersedu-sedu tanpa menahan apa pun. Kepolosan dan kebahagiaan kanak-kanak, yang tidak akan pernah aku dapatkan di masa kecilku.

     Dan, berada di antara mereka saat ini, membuatku sangat bahagia. Tanpa mereka sadari, mereka telah membuatku memulihkan trauma di masa kecilku. Aku tidak akan mengungkitkannya kembali, walaupun bayangan akan kejadian itu masih benar-benar kuingat dengan sangat jelas. Di saat, ketika itu aku melihat ada wanita itu di dalam lemari pakaian ibuku dan ibuku sudah  terjatuh terkulai dan berlumuran dengan darah yang selalu merasuki mimpiku di setiap malam di sepanjang tahun-tahun yang lalu.

     Tapi, masa lalu itu berhak tinggal dengan tenang di masanya. Semuanya itu sudah berlalu dan kini aku hidup di masa ini, maka sudah seharusnya aku menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Dan berusaha untuk tidak memikirkannya walau rasanya amatlah sulit. Salah satu caranya adalah hanya dengan berada di tengah-tenagah anak-anak ini.

     Aku tersentak dari alam lamunanku karena aku merasakan ada seseorang yang menyentuh jemariku.

     " Oh, hai, Hafiz!" sapaku pada anak cowok yang pemalu ini yanh cukup dekat denganku, setelah menarik napas yang lega.

     " Kak Syasyah, kenapa, kok, dari tadi kakak diam terus?" tanyanya yang masih memegangi telunjukku.

     " Enggak apa-apa, kok, Kakak hanya ingat sesuatu," jawabku berusaha untuk tersenyum. Raut wajah Hafiz berubah menjadi murung, seakan-akan dia bisa menerawang jauh ke masa laluku.

     " Sesuatu apa, Kak?"

     " Sesuatu di saat Kakak bakal cerita semuanya ke Hafiz, ya, tapi bukan sekarang,"

     " Yah, kenapa Kak?" 

     " Hafiz, di dunia kita ini, ada banyak hal yang enggak bisa dijelaskan dengan logika. Bahkan, sampai Kakak sebesar ini, Kakak juga masih enggak bisa mengerti. Jadi, Hafiz yang sabar, ya."

     Aku tidak tahu apakah dia akan mengerti atau tidak dengan ucapanku barusan. Tapi, dia tampak mengangguk-angguk dan menggenggam tangan jemariku lebih erat.

     " Hafiz enggak ikut main sama temen-temenmu yang lain?"

     " Mereka kalau main bola suka kasar."

     " Ya, sudah, main karet saja, bagaimana?"

     " Kalau ikut main karet, aku diketawain."

     " Hmmm, bagaimana kalau Kakak ajak temen-temen yang lain main petak umpet?"

     " ..... "

     " Cuman main itu aku enggak akan di kasarin atau diledekin" ucap Hafiz dengan polosnya dan aku hanya terkekeh geli.

     Aku segera memanggil anak-anak yang sedang asik bermain itu dan mereka segera mendekat dengan cepat. Mereka selalu bersemangat jika aku memanggilnya.

     " Kak Syasyah, kenapa panggil kita semua?"

     " Kak, ada cerita apa lagi hari ini?"

     " Lanjutin cerita tentang Princess Jeje dan Ari Si Buruk Rupa lagi, dong, Kak!"

     " Atau ceritain tentang Pangeran Kiki dan Kodok Betina yang ending-nya sedih banget itu, Kak!" Aku tertawa kecil.

     " Ummm, gimana kalau kita main petak umpet?"

MAK TUO { LENGҞAP √ √} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang