Aku, Vietta, Agum, Hanif, Syahreza, Andiko, Si Pinter, dan Udo membentuk kelompok sendiri untuk mencari Bidan Ises. Apalagi, Udo sepertinya tidak terima kalau Bidan Ises dituduh dengan sangat keji seperti itu. Sama halnya dengan kami yang tidak percaya sedikit pun kalau Bidan Ises akan melarikan diri dari kampung ini hanya gara - gara dapat menghindar dari tanggung jawabnya.
" Sekarang, kita mencarinya kemana lagi, Do?" tanya Hanif dengan napas tersenggal - senggal.
" Kita udah mencari dia ke sekeliling kampung ini."
💨💨💨
" Vi, coba deh kamu ingat - ingat! Di naskah kamu itu yang ending-nya itu kaya gimana?" tanyaku tiba - tiba karena kami sudah cukup kelelahan mencari, tapi tidak juga menemukan petunjuk kemana perginya Bidan Ises dan Si Buyung itu.
" Naskah? Apa yang kalian maksud?" tanya Si Pinter keheranan.
Vietta nampak ragu untuk menjelaskan semuanya ke teman - temannya mengenai dugaan hubungan kejadian ini dengan naskah yang sedang ditulisnya. Tapi, aku terus memaksanya.
" Ayolah, Vi! Siapa tau disini kita bisa menemukan petunjuk!"
" Ummm, kalau di mimpi kamu itu, perempuan yang dibakar itu gimana kelanjutannya?" Vietta balik bartanya kepadaku.
" Kalian berdua ini lagi pada ngomongin apaan, sih?" tanya Agum. Andiko dan Hanif juga ikut mengangguk, mengiakan rasa penasaran dari Agum.
" Um .... i ... Ini bukan seperti yang sedang kalain pikirkan," kata Vietta dengan agak sedikit ragu.
" Ra, coba deh, jelasin ke kita semua, siapa tahu bisa membantu kita untuk menemukan Buyung, dan juga Bidan Ises!" pinta Si Pinter.
" Seriusan, Ra, kamu pernah bermimpi tentang kejadian ini?" tanya Udo kepadaku.
" Enggak secara jelas, tapi perempuan yang akan dijadikan tumbal itu diikat di sebatang pohon dan cincin yang bermata hijau itu terlepas dari jarinya," jelasku kepada Udo.
" Apa, iya, Ises pernah memakai cincin yang bermata hijau?" tanya Udo. Seakan dia mengingat - ingat dan agak meragukan ucapanku.
" Iya, aku pernah melihatnya kok, di jari tangan milik Uni Ises," tegasku.
" Naura, Vietta, kalian berdua yakin kalau yang kalian katakan tadi, saling berkaitan dengan kejadian hari ini?" Udo bertanya dengan sedikit ragu.
" Aku nggak begitu yakin, sih, tapi setidaknya saat ini kita udah punya petunjuknya, bukan?" jawabku.
" Iya, Naura benar. Siapa tahu memang ada kaitannya," dukungan Andiko.
" Segala hal yang bisa saja nggak hanya kebetulan, Do," imbuh Agum.
" Nah!" Aku mengangguk sangat yakin karena memang pernah melihat cincin itu ada di jarinya.
Penjelasanku membuat mereka semakin ingin tahu sekaligus gusar, juga semakin mendesak Vietta untuk menceritakan semua sampai akhir kisah di naskahnya.
" Ayo, Vi, ceritakan semuanya dengan singkat saja tentang isi naskah kamu itu!" seru Si Pinter.
" Iya, bener, gue juga sangat penasaran banget," desak yang lainya.
" Jadi, di dalam naskahku itu aku menulis tentang bayi - bayi yang akan dijadikan tumbal itu adalah bayi dari keturunan seseorang perempuan tua yang sakti dan memiliki ilmu hitam."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAK TUO { LENGҞAP √ √}
FantasyPerempuan tua yang akrab dengan sugi di mulutnya dipanggil Mak Tuo, dia satu - satunya dukun beranak di Jorong Durian Tiga Batang. Naura, Vietta, dan keempat temanya pernah bertemu dengan Mak Tuo ketika berlibur ke kampung halaman Andiko. Desas - de...