Duabelas

47 10 2
                                    

Keesokan harinya shei berangkat sekolah lebih pagi dari sebelumnya. Ada satu alasan mengapa shei berangkat sepagi ini, itu karena shei tidak mau noval menjemputnya.
Namun seperti nya tuhan sedang tak berpihak kepadanya di depan terdapat seorang laki-laki berperawakan tinggi sedang melambaikan tangan kepada shei dengan senyum manisnya.

"Hai! Ternyata udah siap ya" ucapnya dengan terkekeh.

"Ngapain lo?" tanya nya datar.

Sebetulnya shei sangat gugup saat bertemu dengan noval, mengingat apa yang terjadi tadi malam.

"Jemput kamu"

Rasanya aneh shei mendengarnya saat noval memakai kata aku-kamu dengan langsung.

"Gue udah bilang jangan jemput gue" ucapnya cuek.

"Tapi aku pengen jemput kamu gimana dong!"

Shei membuang nafasnya kasar lalu berjalan melewati noval begitu saja tiba-tiba sebuah tangan kekar menggenggam tangan nya.
"Berangkat bareng aku"

"Gue gak mau"

"Terus kamu mau naik apa hm?" tanya noval.

"Bus" jawabnya singkat.

"Tunggu sebentar"

Shei tidak memperdulikan perkataan noval ia malah pergi meninggalkan nya.
Tak butuh waktu lama bus yang akan shei tumpangi datang langsung saja shei masuk kedalam bus lalu mencari kursi yang kosong dan duduk.
Shei merasakan kursi yang ada di samping ini ada yang mendudukinya tapi shei mengabaikannya.

"Hei"

Shei menoleh dan matanya membulat saat tahu siapa yang duduk di sebelahnya ini.

"Kenapa? Kaget ya kalo aku ada disini" ucapnya.

Shei tak mengalihkan matanya dari noval.
"Gak usah natap aku kaya gitu, nanti pulangnya bareng juga ya soalnya aku simpen motor aku di rumah kamu" ucapnya santai.

Shei kembali terkejut dengan tuturan kalimat yang di lontarkan noval.
"Aiss bisa-bisanya dia masuk kn barang nya ke rumah orang" gerutu shei.

"Kamu bilang apa?"

"Gak"

❄❄❄❄

Sampai lah mereka berdua di sekolahnya. Dilihatnya sekolah masih tampak sepi mungkin shei dan noval datang terlalu pagi.

"Masih sepi, kamu ikut aku sebentar yu" ajaknya.

Tanpa menunggu jawaban dari shei, noval menarik tangannya dengan lembut dan membawanya ke taman belakang.
Saat sudah tiba di taman belakang mereka duduk secara berdampingan.

"Aku mau nagih janji sama kamu"

Shei menoleh.
"Janji?"

"Iya yang tadi malam itu" ucapnya santai.

Shei kembali tegang rasanya ada batu yang mengahantam dirinya. Lidahnya seakan kelu untuk menjawab pertanyaannya. Namun shei kembali merilexs kan rasanya supaya tak terlihat jika dia sedang tegang.

"Gimana apa kamu mau jadi pacar aku" ungkapnya kembali.

Shei menggenggam tangan noval dan tersenyum samar.
"Maaf"

Noval menghela nafasnya pasrah.
"Aku paham shei..-" ucapan noval terpotong saat shei kembali berucap.

"Maaf karena gue gak bisa buka hati buat lo"

Noval kembali termenung, ada sedikit terbesit rasa sakit di benaknya.

"Tapi gue bakal coba buat buka hati untuk lo" ucapnya dengan tersenyum tulus.

Noval menoleh tak percaya dengan yang d ucapkan shei.
"Beneran"

Shei mengangguk mantap.
"Jadi gue butuh bantuan lo"

"Pasti, aku pasti bantu kamu dan aku akan tunggu kamu sampai kamu beneran sayang dan cinta sama aku"

Shei mematung saat noval memeluknya dengan erat.
"Makasih, makasih karna kamu udah kasih kesempatan buat aku" ucapnya di sela pelukannya.

Shei membalas pelukan dari noval dengan senyum yang merekah.
Noval melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan shei dan membawanya di dada.
"Kamu harus tahu kalo disini itu adalah pintu masuknya hati kamu untuk aku"
Lalu tangan noval menunjuk jarinya ke dada Shei.

"Dan di sini adalah pintu masuk nya hati aku untuk kamu"

❄❄❄❄

Kringgg...
Bel pulang telah berbunyi seluruh siswa berhamburan keluar kelas untuk pulang.

"Gue duluan" ucap shei pada risti.

Amanda? Hari ini dia tak masuk karena ada kepentingan keluarga, tadinya risti mengajak Shei untuk pulang bareng namun shei menolak dengam alasan dia ada urusan jadilah risti saat ini sedirian.

"Aiss apa segitu sibuk nya ya sampe-sampe gue ajak pulang aja nolak" gerutunya sembari memasukan buku tulisnya kedalam tas.

Setelah semuanya tidak ada yang tertinggal risti keluar kelas dengan tas di slempangkan di bahu kanan. Baru saja risti keluar kelas beberapa langkah tiba-tiba risti merasakan ada seseorang yang mengikutinya.

Risti menarik nafas lalu di buang nya dengan perlahan dan melanjutkan langkahnya. Risti sangat terkejut dengan tiba-tiba ada sebuah tangan yang menggenggam tanganya, perlahan ia membalikan badannya.

"Eloo" teriaknya ketika sudah membalikan badannya.

"Lepas" sentak nya.

Tangan itu terlepas begitu saja lalu risti membalikan badannya dan melanjutkan langkahnya. Lagi-lagi langkahmya terhenti saat seseorang mencekalnya kembali.

"Tunggu, gue mau ngomong sama lo"

Risti kembali kan badannya dan menatap tajam kepada laki-laki di depannya itu.

"Apa?" tanyanya.

"Gue suka sama lo" ucapnya dengan tenang.

Risti mematung mendengar ucapan laki-laki di depannya itu empat kata satu kalimat namun bisa membuat risti bungkam.

"M..m..mmaksud lo?" tanyanya pura-pura tak mengerti.

Laki-laki itu maju satu langkah dan meraih tangan risti dengan lembut.
"Gue zero walando menyukai seseorang yang bernama wida ristiani, gue suka sama lo ris gue gak tahu rasa ini datang kapan yang pasti saat gue bertemu sama lo di kantin dulu gue merasa ada yang aneh sama hati gue. Awalnya gue cuman penasaran doang sama lo tapi makin kesini rasa penasaran itu hilang begitu saja dan di gantikan dengan rasa suka" zero menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan perkataannya.
"Apa lo mau jadi pacar gue" ucapnya dengan mata menatap ke arah risti.

Risti bungkam, lalu melepaskan tangannya yang di genggam zero.
"Sorry bukan nya gue gak mau jadi pacar lo, tapi gue belum terlalu kenal sama lo" jawabnya jujur.

Zero menatap risti dengan tatapan yang sulit di artikan. Memang benar risti dan zero belum terlalu saling kenal mungkin saja zero mengenalnya tapi tidak dengan risti.

"Gue tahu ris, tapi apa lo gak mau kasih gue kesempatan buat gue ngisi hati lo"

"Bukan begitu maksud gue zer"

"Terus?"

Rasanya sakit sekali saat zero berkata itu tidak ada lagi perkataan yang tenang seperti tadi.
"Gue takut dan gue butuh waktu untuk nerima lo" ucapnya menunduk.

"Berapa lama?" tanyanya dingin.

Risti mendongak.
"Gue gak bisa bilang berapa lama nya, tapi gue usahain buat secepatnya kasih jawaban ke lo karna gue tahu di gantungin lama-lama itu sakit"

Mungkin risti tahu apa yang di pikirkan zero saat ini, terbukti yang tadinya ekpresi zero menahan amarah setelah risti mengucapkan kalimat itu epresi wajahnya kembali tenang seperti semula.
"Terima kasih, gue bakal tunggu jawaban lo" ucapnya lalu menggandeng tangan risti.

"Ayo, gue anter pulang"

Risti tersenyum lalu mengangguk.

❄❄❄❄

Attala [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang