DelapanBelas

62 7 2
                                    


Waktu telah berlalu kedekaktan eza dan shei sudah bagaikan pasangan kekasih. Bagaimana tidak di bilang sebagai sepasang kekasih, mereka selalu bersama bahkan mereka sampai tidak bisa jauh-jauh. Tak berbeda jauh dengan kedekatan noval dan fandia, sekarang mereka sudah menjalin hubungan dan lamanya sudah menginjak ke 1 bulan. Namun noval merasa jika jati dirinya tidak berada di fandia melainkan di shei. Menghilangkan rasa itu memanglah tidak mudah, butuh waktu yang sangat lama untuk menghilangkannya. Lain dengan rasa benci yang mudah untuk di hilngkan.

"Shei?" panggil eza.

Shei menoleh
"Apa?"

"Gue mau nanya, apa lo nyaman sama gue? Apa lo ngerasa ada yang ngelindungin? Gue pengen tahu gimana sih rasanya jadi lo ketika lo deket sama cowo kaya gue." ucapnya serius tapi tatapan ga tak beralih dari danau.

Shei diam membisu, dia bingung? Tidak shei tidak bingung, hanya saja shei sangat sulit menjelaskannya. Lidahnya sangat kelu untuk membuka suara. Dirinya merasa jika dirinya sangat nyaman bila bersama dengan eza, namun entah kenapa ketika bersama dengannya ada rasa yang berbeda dalam diri shei.

Shei berdehem lalu pandangannya ia alihkan mengikuti pandangan eza tertuju. "Jujur, gue emang nyaman sama lo bahkan saat kita ketemu di perpustakaan dulu gue udah ngerasa nyaman sama lo. Dan ya lo bener, ketika gue di deket lo gue ngerasa ada pelindung lagi untuk gue. Dan karna lo juga gue ngerasa banyak berubah." jawabnya dengan senyum tipis.

Pandangan eza beralih kepada shei, begitupun dengan shei.
"Kenapa?" tanya shei, karna shei bingung dengan eza yang tiba-tiba menatap nya dengan serius.

Deg.shei tersentak ketika eza tiba-tiba memeluk nya. Eza memeluk shei dengan lembut tapi shei tidak membalas pelukannya.

"Makasih."

Shei masih terdiam. "Makasih karna lo, dan berkat lo gue ngerasa jadi cowo sepenuhnya."

Shei bingung maksudnya apa?.

Eza melepaskan pelukannya. "Maksud lo apa za?"

"Ya orang-orang selalu ngomong tentang gue yang gak bisa apa-apa, yang bisanya cuman nyusahin aja."
Kepalanya ia tanggah kan ke atas menahan air mata yang sebentar lagi akan turun.

"Ya. Mungkin ini waktunya gue cerita sama lo sebelum gue pergi."

Shei terkejut. "Emang lo mau pergi kemana?" tanya shei

Eza tersenyum. "lusa gue akan terbang ke amrik."

"Lo bercanda kan za? Terus Sekolah lo gimana?"

"Gue serius shei, dan kalo sekolah gue lanjutin sekolah disana."

"Alasan lo pindah ke sana apa? Kenapa lo gak bisa tinggal di indo aja?."

"Pertama, gue harus pindah kesana karna nyokap. Kedua, nyokap gue gak mau lihat lagi gue di hina sama orang-orang. Ketiga, gue ngerasa gagal jadi seorang lelaki dan gagal sebagai pelindung nyokap gue." eza memutar badannya kembali mengahadap ke danau.

"Dari kecil gue udah di tinggal sama bokap, bokap gue meninggal saat kita mau pergi liburan. Waktu dulu gue sama kedua orang tua gue, pergi piknik ke suatu tempat. Di perjalanan itu gue bilang klo gue pengen cepet-cepet sampe. dulu gue masih kecil. Bokap gue yang lagi nyetir pun gak bisa ngendaliin setirnya karna omongan gue yang cerewet banget. Sampai-sampai dari arah depan ada sebuah truk besar bawa pasir. Karna gak bisa ngendaliin kita menagalami kecelakaan dan bokap meninggal di tempat. Sedangkan nyokap di larikan ke rumah sakit."

"Selepas itu lah gue dari kecil selalu di buly sama temen-temen, mereka selalu ngomong klo gue itu lemah, 'tendang sekali aja udah jatoh' nyokap gak tahu kalo gue sering di buly. Dan bukan karna itu aja gue selalu sendiri orang-orang gak ada yang mau temenan sama gue ya walaupun gue punya tampang bagus juga." eza terkekeh di sela-sela ceritanya. "Sampai sekarang pun gue gak punya temen. Jadi nyokap mau bawa gue pindah dari sini karna nyokap udah tahu bagaimana keaadaan gue dari kecil sampai sekarang. Ada satu hal yang lebih parah lagi tapi gue gak bisa ceritain."

Attala [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang