...
Saat lonceng berbunyi, aku masuk dan dihadapkan dengan lembaran kertas tebal. Ada seratus lima puluh soal Sejarah yang harus dijawab dalam waktu tiga jam. Luka di tanganku akan menghambat penulisan jawabanku, tapi para pengawas tak peduli apa yang terjadi.
Kulalui setengah jam pertama dengan menahan pekikan sakit saat goresan pensil berhasil membentuk huruf demi huruf. Meskipun demikian, kurasa para pengawas tak ada yang merasa terganggu dengan suara pekikan karena suara paling keras berasal dari suara bersin yang saling beradu.
Tulisanku agak besar sehingga harus meminta kertas tambahan untuk isi jawabanku. Para pengawas juga tidak protes namun tampak kesal ketika aku meminta kertas secara berkala hingga salah satu pengawas membawakanku setumpuk kertas kosong. Aku tersenyum lebar, 'ini bukan salahku.'
Kuharap bisa menjalani tes lisan dibandingkan tulisan ini, meskipun pada akhirnya berhasil mengisi semua jawaban tepat pada waktunya.
Para murid pulang dua jam lebih awal dari biasanya. Aku akan punya waktu banyak di tempat rahasiaku. Dengan kejadian kemarin, seharusnya ada rasa takut kembali lagi ke sana, tapi aku tidak punya rasa takut akan hal itu. Aku ingin menukar sesuatu untuk lukaku, ingin merasakan kembali sensasi yang terjadi ketika salep menyentuh kulitku yang melepuh. Aku ingin mendapatkan cairan kental itu.
Tanpa perlu lagi menceritakan apa yang kulewati selama perjalanan. Aku sudah sampai di tempat Hutan Jaya. Sungai tak seburuk kemarin, maka aku pun turun dan duduk di antara bebatuan. Sadar ada semak darah di dekatku, aku pun semakin menyeberang jauh ke sungai karena jijik.
Yang kulakukan saat ini hanyalah diam dan diam sampai teringat sesuatu. Aku menjatuhkan buah darah yang remuk itu ke sungai saat berusaha merendam tanganku. Apa buah itu juga meracuni sungai? Membakar makhluk yang ada di dalamnya? Tapi tidak ada kabar apa-apa di sekitar pemukiman Setra-Timur dan kuharap memang tidak terjadi apa-apa.
Ada seringai di wajahku ketika melihat kilau sisik ikan di celah bebatuan. Kuputuskan menajamkan dahan kuat yang kecil dengan rautan pisau.
"Kuharap Oliz tidak akan menganggapnya ilegal," gumamku setelah berhasil membuat tombak sederhana.
Aku berjalan hati-hati di atas bebatuan dan memastikan air tetap terjaga tenang. Di sisi lain aku juga harus berhati-hati dengan memperhatikan warna bebatuan, itu sebuah pelajaran paling berharga dari ayahku. Aku berkali-kali menusukkan mata tombak ke celah dan berhasil mengangkat seekor ikan besar dengan mata tombak di bagian perutnya. Kegiatan ini menyenangkan sampai akhirnya aku lelah dengan selusin ikan yang berhasil kutombak. Kusimpan tombak di balik semak dan kembali ke daratan.
Jujur, sangat sulit menemukan kelinci untuk Oliz, tapi aku mengumpulkan banyak sayuran sebagai gantinya. Aku puas berkeliling dan menemukan banyak tumbuhan. Aku juga harus membuat keranjang yang ukurannya lebih besar dengan tangan sakitku ini.
Masih ingin di tempat, tidak ingin diam. Kepingan bekas ledakan tidak terlihat, namun abu hitam masih menyelimuti sebagian rerumputan. Hanya menyelimuti. Jadi ledakan itu ada di udara, bukan ledakan yang berasal dari dahan, batu atau apa pun namanya. Ledakan itu tepat di belakangku, di dekat kepalaku.
Mendadak aku teringat sesuatu, hal yang serupa. Lesi, dia pernah menceritakan padaku tentang serangga yang meledak dalam radius satu meter. Jika memang yang meledak kemarin adalah serangga, berarti Lesi tidak sinting. Dia sudah mengetahuinya dan aku bodoh dengan tidak percaya ucapannya. Ya, Lesi pernah berkata seperti itu. Jadi, hal lain yang harus kuwaspadai saat ini adalah burung mengkilat, ikan bermata merah dan serangga. Serangga yang berhasil membuat sebagian ujung rambutku hangus.
Meskipun Lesi benar, tapi aku tidak akan menceritakan hal ini padanya karena dia pasti akan menanyakan di mana aku melihatnya. Aku tidak bisa mengatakan padanya tentang tempat rahasia ini dan aku juga tidak bisa lagi merencanakan kebohongan, terlalu banyak orang yang sudah kubohongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lira Wana : Sampai di Indah Bara
Khoa học viễn tưởng"Baik dan buruk, penilaian ada di dalam dirimu." Bad leaders JANGAN DITIRU untuk segala kegiatan barbar yang terdapat di sini ya. Cerita ini bukan untuk ditiru, melainkan untuk direnungi. (Tapi kalian bisa meniru karakter Lira yang dikenal tangguh) ...