idealis

19 2 0
                                    

Berminggu minggu lamanya, badan itu tergeletak di rumah sakit. Perasaan sedih, sesal yang menggelayutinya saat ini membuat dirinya menjadi malas untuk berbicara. Dia lebih banyak memandang keluar jendela kamar yang dia tinggali selama ini.

Harapannya pupus ketika kejadian itu, kini dia harus duduk di kursi roda, bahkan beasiswanya sudah di cabut dan di peruntukan pada orang lain yang belih beruntung darinya.

" Kamu sudah bangun sayang" sang ibunda memasuki ruangan itu

" Diandra pengen pulang"

" Iya.. kita tunggu dokter dulu, kita lihat dulu bagaimana kondisi kaki kamu sekarang" gadis itu tak berucap, matanya hanya memandang sang ibu dengan penuh kecewa.

" Ow yaa... Ini mama punya buku bagus, tadi ada orang yang ngasih"

" Dari siapa?" Sang ibu tersenyum sambil menghampiri Diandra yang duduk di tepi jendela

" Udah, kamu baca aja, kan kamu hobi sekali membaca" Diandra mengambik buku itu dan memulai menjamahnya dengan mesra setiap lembar halaman buku itu.

Sang ibu harus pamit pulangblagi karena harus mengurus Della sang adik dan juga membereskan rumah.

Buku yang sungguh indah, penuh dengan makna tentang rasa bersyukur akan apa yang Tuhan takdirkan pada manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.

Hampir seharian Diandra membaca buku itu, bahkan dia lupa untuk makan dan minum obat yang telah perawat antar padanya.

"Loh. Kok gelap" Kata dokter Viona yang masuk untuk mengecek keadaan Diandra

" Maaf dok, saya belum menyalakan lampu?"

" Kamu baca buku emang kelihatan kalo gelap gelap seperti ini"

" Membacanya sudah selasai sebelum maghrib tadi dok?"

" Kamu gak makan lagi? Obatnya juga gak di minum lagi?"

" Gak laper dok,"

" Dii....." Sapa sang dokter berdiri di samping Diandra sambil memandangi keluar ruangan yang mulai gelap,Diandra menoleh padanya.

" Kamu tau gak? Anak pengamen di lampu merah itu?" Tangannya menunjuk pertigaan lampu merah yang terletak sisi kanan rumah sakit.

"Iya saya melihatnya"

"Mereka harus menahan lapar,haus, panas dari pagi hanya karena sesuap nasi, tidakkah kau ingin membantunya?"

" Berikan saja jatah makananku pada mereka" sang dokter tersenyum

" Hahahah... Diandra kamu ini sudah hampir S1 tapi masa cara berpikirmu masih seperti ini, kalo aku berikan nasimu pada mereka lalu bagaimana dengan anak pengamen yang ada di pasar senen, glodok, dan yang lain?"

" Maksut dokter?"

" Sudah lah lupakan saja, ayo berbaring dulu jangan terlalu lama duduk sesekali kakimu harus kamu gerakan biar tidak bengkak"

" Baik dok, besuk aku akan bicara pada orang tuamu. Besuk siang dokter ingin lepas perbannya"

" Terima kasih dok"

" Makan dan jangan lupa minum obat, kalo kamu gak makan akan semakin lama kamu tinggal di sini? Atau kamu mungkin mulai betah" goda sang dokter langsung di balas gelengan oleh Diandra.

🌸🌸🌸🌸🌸

Sesekali Diandra memejamkan matanya, mencoba merenungkan perkataan dokter Viona. Apa ada yang salah dengan diriku. Apa aku seperti anak kecil atau mungkin pandanganku yang terlalu idealis.

Tok..tok...

"Masuk"

"Hai Dii"

" Bakti? Masuk.. masuk!"

" Makasih"

" Gak ada kelas ya kok ada waktu dateng?"

" Baru aja selesai kelasnya, terus siang kosong ya udah gue ke sini aja. Gimana kaki loe udah baikan?"

" Iya, tadi perbannya udah di lepas, yaa... Lumayan lah, tingkal terapi aja. Ohh.. iya.. makasih lohh loe udah ngirim semua buku keren ini" sambil menunjuk tumpukan buku di meja samping ranjangnya.

" Buku?" Jawab Bakti setengah heran

" Iya buku, ini buku bukan dari loe ya?"

" Gua malah gak tahu itu buku apaan" sambil melihat isi buku

" Mama bilang ada yang ngirim gitu buat aku baca karena tahu kalo gue hobi baca kalo bukan loe emang siapa?"

" Mungkin temen mama loe kali"

" Hah.. apa iya" mereka menghabiskan waktu sambil ngobrol hingga jam besuk telah usai. Bakti meninggalkan Diandra yang sudah mulai di serang rasa kantuk yang tak bisa di bendung.

i will still love u (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang