memo

20 2 0
                                    

Mata bulatnya terpecik ketika sorot sang surya menembus jendela kamarnya, sang perawat baru saja membuka tirai penutupnya membuat Diandra menggeliat mengumpulkan kesadaran dari tidurnya semalam.

" Selamat pagiii..., Maaf saya membangunkanmu, sudah siang waktunya sarapan!" Sapa ramah sang perawat

"Terima kasih, maaf selalu merepotkan!"

" Tak apa, jangan lupa di makan ya. Ohh iyaaa tadi pagi kamu dapat kiriman bunga sama ada sebuah bingkisan saya letakan di sini ya"

" Dari siapa sus?"

" Dia tidak menyebutkan namanya, setelah bilang kalo ini buat Diandra Ayu Pratiwi lalu dia pergi"

"Cowok ya sus?"

" Iya cowok ganteng, mantan kamu ya, hikk.."

"Ah.. suster saya belum pernah punya pacar,"

" Ya bener, gadis secantik kamu gak punya pacar. Boong ih..."

"Yee..  suster gak percaya kalo di kasih tau!"

"Hahah.. iya deh, percaya, percaya. Ok kalo begitu saya pamit dulu ya, jangan lupa dimakan sarapannya!"

"Ok sus" hampir satu bulan lamanya Diandra di rawat membuat dia menjadi akrab dengan para perawat di sana. Kebetulan perawat di sana kebanyakan masih muda, mungkin usia mereka tidak jauh beda dengan Diandra. Ya memang status mereka udah menikah tapi jiwa muda mereka tidak bisa bohong.

Tidak jarang banyak perawat yang mengajak ngobrol bahkan curhat pada Diandra. Tapi Diandra menanggapinya dengan dingin. Rasa penyesalan yang menggelayutinya tidak bisa sepenuhnya hilang.

Dia mencoba berdiri dengan tongkatnya dan mengambil bungkusan kecil yang ada di meja.

" Bakti ngapain gak bangunin aku aja, trus ngapain kirim bunga segala" dia mengamati bunga itu tidak ada nama pengirim di sana. Tangannya bergerak meraih bungkusan itu, di dalam kotak itu terdapat sebuah  buku dan sebuah pena berwarna emas. Di dalamnya ada sebuah memo kecil bertulis tangan,

"Tuhan selalu bersama hambanya yang selalu berusaha, Tuhan tidak akan meninggalkan kita sendirian. Luapkan segala penat di hatimu seperti yang telah Tuhan perintahkan. Tunjukanlah pada dunia yang luas ini, bahwa kamu kuat"

Diandra mengamati buku itu, masih kosong dan bersih. Di bukanya perlahan di ambilnya pena. Jari lentiknya mulai menari di atas lembar buku itu.

"Siapa kamu?" Tulis Diandra di lembar pertama buku itu. Lalu di tutupnya kembali

" Sayang... Kamu udah makan?" Suara ibunya kembali datang secara tiba tiba dari balik pintu

" Ah..  mama Diandra kaget nih" sambil memutar badannya untuk kembali ke ranjang

" Hahahha... Maaf.. maaf.. mama seneng lihat kamu sudah bisa berjalan, sini mama bantu"

" Ma... Akhir akhir ini kenapa ada yang aneh sih, kemarin ada orang ngirim buku yang di titipin sama mama, terus ada bunga, terus hari ini nagsih bunga sama buku kosong plus pena di dalamnya"

" Mungkin penggemar rahasiamu, hikks" goda sang mama

" Hah," jawab Diandra jengah..

" Kok jawabnya gitu, kan bagus kamu ada yang suka. Dari pada di benci orang kan mending di cintai" ujar sang mama sambil menenteng nampan berisi menu sarapan sang anak.

" Iyaa sihh..  tapi siiia.." tiba tiba saja Diandra teringat seseorang yang selama ini dekat dengannya.eh... Bukan dekat tapi berusaha dekat dengan Diandra.

" Kok bengong, ayo makan dulu!"

"Ma..  jawab Diandra jujur" menatap tajam sang mama yang kini duduk di dekatnya " Valdo kan ma?Valdo kan yang ngelakuin ini semua?"

" Valdo siapa? Ah..  ngaco kamu, udah buruan makan"

" Maa... Stop tipu tipu.. Diandra tahu mama nyembunyiin sesuatu dari Diandra"

" Sayang.. kamu kenapa sih, mama ngumpetin apa emangnya. Jangan nagrah deh... Udah makan dulu mama mau pergi laundry baju kamu dulu" sang mama segera beranjak dari tempat duduknya, sepertinya dia tidak nyaman di cecar pertanyaan oleh Diandra.

🌸🌸🌸

Diandra kembali membuka buku kosong itu, di amatinya kembali memo kecil itu.

" Tulisannya jelek amat" gumamnya pelan

Tidak ada lagi petunjuk yang mengarah pada pengirim buku ini. Hanya tulisan tangan yang menurut Diandra jelek itu satu satunya jalan.

"Kenapa dia mengirim buku kosong ini? Aku di suruh nulis gitu? Nulis apaan? Kan biasanya aku nulis rangkuman, masa iya di isi rangkuman mata kuliah"

Jemarinya mulai menari kembali. Dengan lincah jari tangannya menyusun kata demi kata yang dia rangkai menjadi kalimat yang indah.

Aku tak pernah melihatmu,
Aku tak pernah mendengar suaramu,
Bahkan aku tak pernah tau siapa dirimu,
Tapi kenapa hatiku merasa bahagia ketika setiap pagi perawatku membawa setangkai bunga itu,
Tak pernah lupa selalu terselip kata kata manis dan penyemangat yang kau tulis,
Dan seperti biasa, aku mencium bunga itu lalu aku menyimpannya.
Ketika aroma bunga itu menusuk rongga hidungku, seketika itulah jantung hatiku berdegub lebih cepat dari biasanya,
Aku sempat takut, kenapa kejadian ini berulang ulang setiap aku melihat bunga itu,
Seakan ada seseorang yang sedang tersenyum bersamaku, dan aku merasakan kehadiran dirimu,
Siapakah dirimu?

i will still love u (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang