Menempuh ratusan ribu kilometer jarak, menjalani waktu berjam-jam hingga sampai di titik ini. Joanne berakhir hanya menjadi pengamat pada satu keluarga yang sedang menyantap makan siang mereka beberapa meter dari meja nya.
Seorang wanita paruh baya cantik, bersama dengan satu orang anak laki-laki yang mengenakan seragam sekolah putih abu-abu khas pelajar Indonesia dan satu orang anak perempuan yang mengenakan seragam dengan rok biru dongker, beserta suaminya.
Wanita paruh baya itu menjadi fokus lensa nya. Bagaimana cara wanita itu mengambil lauk pauk yang tersedia di atas meja, lalu memberikannya pada kedua anak dan juga suaminya.
Terakhir kali ia ingat, rambut itu dulu masih belum memutih, sekarang sudah terlihat meskipun belum terlalu banyak. Dulu, kerutan di bawah matanya belum tampak. Sekarang mulai terlihat jelas. Dulu, tubuh itu yang tidak lelah mengajarkannya menari ketika kecil.
Ah, sudah berapa lama?
Joanne mengira-ngira. Enam belas tahun? Iya, enam belas tahun sudah terlewat semenjak hari itu, ketika Joanne yang masih berumur delapan tahun menangis meraung melihat Sang Ibu pergi meninggalkannya saat salju pertama turun di bulan Desember.
Ada rasa ngilu di sudut hatinya saat mengetahui Sang Ibu sudah berbahagia dengan keluarga barunya. Melupakan dirinya yang terluntang-lantung tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu.
Beberapa saat pandangan Joanne terus mengawasi keluarga itu, sampai tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan telaga milik wanita yang sedari tadi dia amati. Wanita paruh baya itu memicing sejenak, terlihat berpikir lalu bola matanya melebar ketika menyadari sesuatu.
🌑🌑🌑
Canggung. Terasa sangat asing. Bahkan ikatan darah yang mengalir di tubuh keduanya tidak bisa mencairkan kecanggungan. Beberapa menit duduk berhadapan, tapi belum ada kata yang terlontar dari keduanya."Mata kamu sangat menuruni Daddy-mu..." akhirnya kalimat itu yang terdengar setelah beberapa lama keduanya terdiam.
"Ya." jawabnya canggung. Mata Joanne kemudian melirik suami dan kedua anak Sang Ibu yang duduk berbeda tempat dengan mereka. Seolah memang sengaja memberi waktu mereka untuk berbicara berdua, lalu melempar senyum kecil ketika pandangannya bertemu dengan Suami Sang Ibu.
"Sepertinya Mom-, maksudku Anda kelihatan bahagia."
Membersihkan tenggorokan yang terasa mencekik, Wanita itu menjawab, "Kamu juga terlihat... sehat," melihat apa yang dikenakan Putrinya, setelan yang Wanita Paruh Baya itu tahu bukanlah setelan keluaran department store murahan yang banyak orang pakai, serta asesoris yang melekat di tubuhnya, ia tahu perempuan muda di hadapannya hidup sangat berkecukupan, dan dia sangat bersyukur atas hal itu.
"Sepertinya Daddy-mu merawatmu dengan sangat baik, ya? Aku senang hidupmu sangat berkecukupan." lanjut Wanita itu.
Menahan gemuruh yang tiba-tiba mencuat di rongga dada, kalimat terakhir yang dilontarkan Sang Ibu justru seolah menyiramkan air garam di atas lukanya yang menganga.
Tidakkah Ia tahu bahwa harta bukanlah segalanya?
Dari jawaban itu, Joanne tahu ibunya tidak pernah sama sekali mencari tahu tentang dirinya. Kalau Wanita itu tahu apa yang sedang Joanne alami saat ini, pasti bukanlah kalimat itu yang akan keluar dari mulut Wanita yang sudah melahirkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LE COEUR DE LA MER
Narrativa generaleBahkan apa yang terlihat pun belum tentu yang terjadi sebenarnya. "A woman's heart is a deep ocean of secrets." - Le Coeur De La Mer (The Heart Of The Ocean) Prolog : 22 Desember 2018 Finished : - (on going)