9. Back

28 12 0
                                    

You can hide from me,

but you can't avoid your fate.


🐾


Zidane membuang napas kasar, menahan sesuatu agar tidak keluar dari mulutnya. Jika boleh, dia pasti sudah misuh-misuh pada Ikbal yang sedari tadi hanya mondar-mandir gelisah hingga membuat matanya capek mengamati anak itu. Beruntunglah Ikbal karena kini mereka sedang berada di sebuah ruangan di mana Devan masih terkulai lemah meskipun sudah sadar dari pingsannya beberapa jam lalu, jadi Zidane harus menahan pisuhannya sementara waktu.

"Kalian ke sini pakai tangan kosong beneran, ya? Kirain sama bawa apaan, gitu?" tanya Devan memelas. "Terutama teman kamu tuh, yang udah buat aku kayak gini. Nggak merasa bersalah apa dia nggak ke sini?"

Gerakan kaki Ikbal terhenti. Dia dan Zidane memang belum menjelaskan apapun pada Devan. Di samping baru saja sadar, Ikbal rasa hal itu memang sedang tidak perlu diperbincangkan. Bukan waktu yang tepat.

"Bagaimana agar aku bisa langsung jadi co-gordon melalui battle ground itu?"

Pertanyaan Ikbal yang tiba-tiba lantas membuat dua gordon itu saling menatap.

Dengan tenang Zidane menjawab, "memenangkan semua pertandingan secara mutlak, dan itu... belum pernah terjadi lagi beberapa tahun terakhir ini."

Mendengarnya, raut putus asa semakin nyata kentara pada wajah Ikbal. Kemudian ia mendekat pada Zidane, menjatuhkan kedua lututnya dan menunduk dalam.

Zidane salah tingkah, bahkan Devan bangkit dari rebahannya.

"H-hei, ada apa denganmu? Kamu nggak kesurupan kan?"

"Coba getok kepalanya, Zid! Takutnya kenapa-napa." Devan turut menimpali.

Tangan Zidane yang hampir memukul kepala Ikbal ia tarik kembali saat bocah itu mendongak dan memandang mereka sayu. Matanya berkaca-kaca.

"Kumohon, ajari aku dengan benar kali ini! Aku harus menyelamatkan Rita!" pinta Ikbal dramatis. Buliran air mata pun jatuh di pipinya, ikut menghidupkan suasana. "Kumohon!"

Zidane dan Devan kembali berpandangan, menyadari jika Ikbal dalam posisi sedang tidak bercanda, mereka mengangguk pelan.

"Berdirilah, kita akan membantumu." Zidane mengangkat bahu Ikbal dan anak itu pun berdiri. "Menjadi co-gordon dalam sekali percobaan battle ground memang nggak gampang. Tapi, bisa kita mencobanya."

"Usap dulu ingusmu itu! Tenang. kita pasti mau membantumu." Senyum Devan menular pada Ikbal. Tak lupa, ia lalu menatap Zidane dan menaik-turunkan alisnya. "Lagi pula, kamu meminta bantuan pada orang yang sangat amat tepat."

Ikbal mengerutkan kening. "Kalian sedang tidak bercanda, bukan?"

Zidane terkekeh. "Kamu meremehkan sang pencetak rekor trainee gordon tercepat pada masanya, huh?"

"Itu... kau?" tebak Ikbal ragu. "Katamu beberapa tahun terakhir ini tidak ada-"

Belum selesai Ikbal berkata, Devan memotongnya. "Memang tidak memenangkan secara mutlak, tapi begini-begini aku menjadi magicer tercepat yang langsung diangkat menjadi gordon tanpa embel-embel co- lagi malahan."

THE ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang