Baru setengah hari ditinggal dua anak yang biasa mengisi keributan di rumah membuat Azra merasa hampa. Padahal suasana rumah yang sepi sudah biasa menemani. Namun kali ini berbeda. Jika selama mereka hidup bersama paling banter Azra hanya ditinggal karena mereka pergi sekolah, perasaannya tidak menjadi sekacau ini. Bahkan pria itu tidak bisa mengemas barang-barang keponakannya dengan benar. Berulang kali mengacak isi koper dan tas, khawatir jika ada barang yang tertinggal.
Selain itu, ia juga terlalu lama berpikir. Ia merasa berat untuk merelakan. Hingga akhirnya memutuskan untuk mendatangkan seseorang ke rumahnya, yang tanpa disadari sudah mengamatinya sedari tadi.
"Tujuh belas tahun waktu yang sebentar, bukan?"
Azra mengangkat kepala, menatap sosok di ambang pintu dengan sorot datar. "Aku kira kamu tidak jadi membantuku."
"Permintaanmu yang menyedihkan membuatku sedikit tersentuh." Dia menyeringai. "Cepat atau lambat mereka akan tahu segalanya."
"Sudahlah, itu urusanku. Kamu yang akan membawa semua itu, aku akan mengambil sisanya di dalam," ucap Azra menunjuk dua koper berbeda warna, biru tua dan violet, persis di sebelah sofa.
Setelah Azra kembali dengan tas sedang di kedua tangannya, lelaki yang sedang menyeret dua koper itu mendecih. "Beberapa tahun tidak bertemu dan kamu memanggilku hanya untuk menjadi kurir pengangkut barang? Sunguh mengenaskan."
"Aku tahu kamu memiliki tujuan juga ke sana. Merindukan kekasihmu? Oh, atau kamu ingin kembali duduk di kursimu yang sudah membeku itu, Axe?"
"Tidak pernah. Aku tidak ingin kembali ke sana. Ehm... atau mungkin belum. Dan dengar, Ely bukan kekasihku!"
Lelaki yang dipanggil Axe itu lantas mendekat pada Azra, dan dalam sekedipan mata, keduanya sudah berpindah ke lain tempat.
***
Rita mendesah lega, sangat lega. Ketika Edzard sudah membuatnya dan Ikbal menjadi sorotan seluruh penghuni Eggnasium, Arsy dengan heroiknya muncul. Ia mengumumkan bahwa seluruh magicer termasuk gordon, untuk segera menuju ke ruang pelatihan masing-masing sementara Edzard memandangnya heran.
"Mengapa tiba-tiba?"
"Kamu hampir saja membuat kesalahan. Belum tahu mereka siapa?"
Edzard menjawab, "Kesalahan bagaimana? Mereka jelas-jelas tidak memperhatikan, dan sekarang, malah bersantai di sini bukannya segera untuk pergi ke tempat seharusnya."
"Mereka tanggungjawabku," ucap Arsy. "Ah, kamu pasti lupa, merekalah yang dikirim oleh Meisie."
"Ja--jadi, itu mereka? Tapi tidak ada tanda-tanda atau hal lain yang membuat mereka terlihat istimewa." Edzard meremehkan.
"Aku juga belum tahu apa yang berbeda dari mereka, but we will see."
Di tengah-tengah percakapan dua gordon yang tak jauh darinya, Ikbal beranjak dengan langkah pelan ke arah pintu keluar. Dia bukan mengendap ingin kabur, agaknya ada sesuatu yang ditangkap oleh pendengarannya.
"Ada apa, Bal?"
"Sstt... Ada keributan di luar. Tunggu, aku mengenal suara ini. I--ini, seperti... paman?"
Begitu menyebut kata terakhir Ikbal berlari ke luar, diikuti oleh Rita, Arsy, maupun Edzard.
Perkiraannya tidak salah, dari kejauhan ia dapat melihat seseorang tengah mengendalikan sebuah pusaran angin dan bebatuan yang diarahkan pada orang di seberang yang tak lain adalah pamannya. Sedetik kemudian, batu-batu itu meluncur cepat, mengenai target dengan tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ORACLE
FantasiaAku tahu apa yang akan terjadi pada satu jam, satu minggu, bahkan seratus tahun kemudian. Namun aku tak dapat mengubah apa yang sudah terjadi sedetik yang lalu. -The Frosty Oracle-