When you hold me tight in your arms, i feel something familiar.
And it's called...
home.🏠
"Hai, aku Aksa."
Alis Rita menyatu. "Aksa? Well, I don't care about your name or whoever you are! Bahkan, jika kamu adalah bagian dari mereka. Aku saat ini hanya ingin bertemu dengan Paman," ketusnya tak sabar. Lantas perempuan itu melenggang masuk sambil memanggil-manggil sang paman. Tak menemukan tanda-tanda keberadaan Azra di ruang tengah, Rita menelusuri dapur dan halaman belakang. Akan tetapi, wujud pamannya tak kunjung dijumpainya.
"Azra sedang beristirahat di kamar. Kuberitahu seandainya kamu bertanya dengan baik-baik." Ucapan Aksa membuat Rita berpikir sejenak. Jika kalian mengira ia memikirkan rasa bersalahnya karena tidak bertanya dahulu pada orang asing di hadapannya maka itu salah besar. Satu yang mengganjal di benaknya ialah, ia mengenal baik Azra dan pamannya jarang sekali tidur siang sekalipun itu weekend. Juga, istirahat yang dimaksudkan jika itu tidur siang sudah bukan tidur siang lagi namanya sebab sore sudah menjelang. Azra memang lebih suka menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal kecil yang membuatnya tetap produktif, seperti membaca koran, berkebun, atau menulis. Terlintaslah sebuah anggapan di kepalanya, apa mungkin pamannya itu sedang sakit?
Kecurigaan Rita terjawab kala ia mendapati sang paman terkulai lemah di kasurnya, dengan wajah pucat dan tatapan sayu. Kedipan lemah Azra menyambut keponakannya itu, diiringi senyum hangat yang benar-benar tidak bisa dibilang sumringah.
"Paman," lirih Rita mendekati pembaringan.
Azra tak menjawab, masih mempertahankan dua sudut bibirnya agar tetap terangkat.
"I've got something to talk about. May us?" tanya Aksa di ambang pintu. Menelengkan sedikit kepala, mengisyaratkan agar Rita mau menurutinya.
Tanpa ragu Rita mengikuti lelaki itu.
"Apa yang kalian lakukan padanya?" Pertanyaan Rita tak langsung mendapatkan jawaban. "What happened? What did you do to my uncle?!"
"It's hurt to know the reason. Lagi pula ia akan pulih dalam beberapa hari ke depan."
"Just tell me! Akan lebih menyakitkan lagi jika aku tidak tahu apa-apa," pinta Rita dengan nada melunak.
"Jawabannya adalah kalian. Kalian penyebab Azra menjadi seperti ini," ungkap Aksa. "Bertahun-tahun Azra menjaga kalian bukanlah tanpa tujuan, dan berkat kalian juga, ia masih bisa hidup sampai sekarang. Kepergian kalian membuat magicnya melemah dari hari ke hari."
"Maksudmu, aku dan Ikbal?"
Aksa mengangguk. "It's too complicated, but the point is... secara tidak langsung hidup Azra ada di tangan kalian. Maka dari itu, selama ini, selama bersama kalian, dia baik-baik saja. Kondisinya memang drop setelah kalian pergi. Namun tidak usah khawatir, dia tidak akan mati. Setidaknya tidak dalam waktu dekat ini."
Rita melotot. Ingin rasanya ia menampol mulut Aksa. Kenapa ringan sekali bicaranya?
"Aku tahu betul apa yang akan terjadi, bahkan sehabis ini kamu mendecih, aku bisa memprediksinya."
Benar saja, Rita melakukan apa yang Aksa katakan.
"Aku tidak peduli! Siapapun kamu, lebih baik kamu pergi dari sini! Aku yang akan merawat Paman."

KAMU SEDANG MEMBACA
THE ORACLE
FantasyAku tahu apa yang akan terjadi pada satu jam, satu minggu, bahkan seratus tahun kemudian. Namun aku tak dapat mengubah apa yang sudah terjadi sedetik yang lalu. -The Frosty Oracle-