24. Falling

29 12 5
                                    

"Tempat tinggalmu lumayan bersih juga."

Celetukan Axe yang terdengar jelas di telinga Rita lantas membuat perempuan itu bersungut sebal. "Kau kira aku tidak bisa beres-beres? Aku sudah hampir dua tahun hidup mandiri. Kaunya saja yang terlalu lama tidak kemari-kemari."

Axe menyeringai. Ia tak menanggapi Rita malah melanjutkan menikmati turnya di apartemen perempuan itu.

Setelah mengenalkan Axe pada Key sebagai temannya, mereka mengobrol agak lama, dengan Key yang lebih lama menyimak tentunya. Kemudian ketiganya pulang bersama, apalagi saat Axe berkata ia membawa mobil dan Rita meminta agar ia mengantar mereka. Menjadi keuntungan tersendiri baginya sebab tanpa diminta pun, sebenarnya Axe memang memiliki niatan untuk mampir ke tempat Rita.

Rita sendiri masih tak menyangka, pertemuan dadakannya dengan Axe yang tak pernah ia duga membuatnya senang bukan kepalang. Walaupun ia berusaha menutupi dengan sikap tak acuhnya, gengsi jika harus mengakui kalau ia begitu mengharapkan Axe kembali. Makanya sampai detik ini ia masih tak bisa percaya.

"Steve dan Floe, kau sudah menemui mereka?" Sebuah anggukan yang Rita dapatkan. "Jangan katakan kalau sebenarnya kau sudah lama pulang tapi baru sekarang ini menemuiku?"

Mendapat tatapan tajam dari Rita, Axe mendekat padanya. Perempuan itu melipat tangan, seolah sedang marah besar.

"Ya, sudah hampir dua minggu. Tapi aku tak berniat untuk mengulur waktu. Kau tahu, aku sudah mendapat penglihatan tentang pertemuan kita, jadi--"

"Axe,"

"Hm?"

"Aku sudah melewatkan banyak hal, bukan?" Pertanyaan Rita membuatnya terdiam. "Saat kau mengatakan 'penglihatan' aku tak dapat menangkap maksudnya, tapi aku seolah sudah mengetahui apa yang sedang kau katakan. Ini benar-benar lucu."

"Kau tidak harus mengetahuinya, mengetahui hal-hal yang nantinya hanya akan membuatmu menyesal, Rita. Oh, ya, Ravi--ah, maksudku Ikbal, dia menitipkan salam untukmu."

"Ah, aku bahkan hampir lupa dengannya. Kalau dia ... memang sudah tak ada harapan lagi, bukan?"

"Maksudmu?"

"Ya ... kalau dirimu, aku kadang masih sedikit yakin bahwa suatu saat kau akan kembali lagi. Ingat, hanya terkadang dan sedikit. Tapi kalau Ikbal, aku bahkan tak bisa menaruh harapan barang sedikitpun. Seperti pikiranku sudah bisa menebak jika dia akan tinggal di tempat itu selamanya."

Axe memberinya tatapan sendu.

"Bocah itu hanya menitip salam? Tidak dengan sesuatu? Seperti uang, atau hal lain?" Rita berusaha tetap riang.

"Thanks, Ta," ucap Axe lembut. "Thank you for believeng that i'll comeback till i can make it true.

"Ikbal juga menitipkan sesuatu tapi aku belum bisa memberikannya padamu," lanjut Axe.

Perempuan itu mengangguk seolah paham. "Aku mau mandi, kau bisa mengambil apapun sesukamu di kulkas. Kecuali satu, dan aku rasa kau pasti paham apa itu."

Rita langsung meninggalkannya sendiri di ruang tengah. Axe pun memutuskan untuk mendatangi kulkas yang terletak di dekat dapur. Begitu membukanya ia tersenyum kecil. Ada bubuk cokelat di sana, kebiasaan lamanya masih belum berubah.

Setelah setengah jam menunggu, Rita kembali. Axe yang tengah duduk menghadap televisi dengan beberapa snack di meja pun mengalihkan atensi. Kebiasaan Rita menyamil susu bubuk mungkin tak berubah, namun Axe dapat melihat dari penampilan Rita jika perempuan itu kini terlihat lebih dewasa.

Dengan celana jeans selutut dan kaos lengan pendek, dapat mencerminkan kalau Rita bukanlah gadis kecil lagi seperti yang dijumpainya dua tahun silam. Ritanya sudah tumbuh. Tunggu, apa tadi ... Ritanya?

THE ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang