Author POVPemuda itu menggeliat di dalam tidurnya, nampak terusik saat sebuah tangan kecil lembut menepuk pipi kirinya di iringi suara rengek dan pada akhirnya menangis karena tak mendapatkan respon.
" Hiks..Hiks..Huaaaaa!!!! "
Oke, ketenangan Taehyung berhenti sampai di sini sudah. Park Jimin kecil kelaparan dan dia butuh sesuatu untuk mengisi perutnya, membiarkan bayi berumur 6 bulan itu merangkak menuruni ranjang dan menuju dapur adalah tindakan terbodoh kalau memang sampai itu terjadi. Kedua mata itu di paksa untuk membuka, walau nyatanya bibirnya mengerucut kesal namun di sisi lain tak bisa marah.
" Stttt, jangan menangis sayang.. "
" Huaaaaa!!! "
Alyn sudah pamit pergi bekerja, seingatnya 2 jam yang lalu sambil menitipkan pesan pada Taehyung yang masih berada di bawah alam kesadaran tidurnya.
" Taehyunggie, nanti tolong berikan susu asi di dalam kulkas pada Jimin ya? Jangan lupa cek popoknya dan untuk memandikannya minta saja pada Min Ahjumma. Aku pamit berangkat dulu. "
Kesalahannya memang, dia hanya mengangguk sebagai persetujuan asal dan kini terjebak dalam rengekan sebuah anak manusia dan pesan dari istri tercinta.
Taehyung harus bangun sekarang, benar-benar bangun dan mengakhiri semua ini!
***
" Aku bahkan menonton film itu berulang kali dan tak berhenti menangis, kau benar-benar menumpahkan segala pemikiranmu dengan baik Park! " Ucap Jungkook sambil menyodorkan sebuah Americano Latte pada sahabatnya yang kini duduk di kursi bagian kanan.
" Benarkah? Lalu..bagaimana reaksimu dengan aku yang memilih jalanku sebagai penulis? "
" Tentu saja.. benar-benar tak terduga, seingatku kau dulu ingin jadi seorang polisi bukannya sastrawan " gumam pemuda itu lalu meneguk pelan kopinya.
Taehyung tersenyum miris, tak ada niat sama sekali untuk mencairkan suasana atau mengalihkan pembicaraan dengan topik lain saat sebuah jawaban meluncur begitu saja dari mulutnya.
" Mana bisa seorang pembunuh menjadi polisi,Kook? "
" Park Taehyung-"
" Tak akan pernah dan itu tak akan terjadi " potongnya cepat menatap jalanan di depan sambil menghela nafas gusar.
Jungkook yang mengerti kemana arah pembahasan hanya diam, tak berani menyaut lagi saat ucapannya di hentikan secara spontan oleh Rekan di sisinya. Dapat ia lihat bahwa mata dengan penuh rasa bersalah itu tak pernah menghilang sejak lama dan justru kobaran kerinduan makin terpancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice
FanfictionKalau Jimin punya satu keinginan, yang ia harapkan mungkin hanya sebuah kebahagiaan kecil. Senyuman itu mungkin bisa membohongi banyak orang, tapi tak di pungkiri pula kalau hatinya pilu terasa sesak. Memberikan satu hal yang ia punya, satu hal yang...