Panic Attack

2.4K 304 44
                                    

Bai WuXiang.

Satu nama itu terus terngiang di telinga Xie Lian. Sejak dia secara tidak sengaja mendengar pembicaraan sang kekasih, ketakutan selalu membayangi dalam hatinya. Ada semacam perasaan tidak enak yang muncul dari sana. Ia benar-benar takut jika orang itu akan melakukan suatu tindakan berbahaya pada dirinya ataupun San Lang.

Segal upaya proteksi sang kekasih tetap saja tidak bisa menghilangkan kecemasan yang dia rasakan. Mungkin saja dirinya yang terlalu paranoid. Tapi ketakutannya itu tidak bisa ia katakan secara gamblang pada kekasihnya. Ia berusaha tetap bersikap biasa seolah dia belum tahu mengenai Bai WuXiang.

Dan hal-hal yang kemarin sempat mengganggu pikiran Xie Lian kini sudah tercerahkan.

Kekasihnya tidak memiliki saudara, juga tidak mempunyai orang yang bisa disebut sebagai sahabat. Hanya beberapa orang kepercayaan yang bekerja padanya. Dan untuk keluarga, sepanjang San Lang bisa mengingat, tidak ada siapapun di sisinya yang dipanggil dengan sebutan ayah atau ibu. Ia hanya tahu kalau dirinya memiliki seorang kakek yang jarang ditemuinya. Semua harta dan kekayaan yang dimiliki sekarang berasal dari sang kakek. Dia juga pernah ragu apakah ia pewaris sah sang kakek atau sekedar anak yang dipungut dari jalanan untuk menjadi cucunya.

Tidak ada sedikitpun kesedihan terpancar dari raut wajah San Lang saat mengatakan semua hal itu kepada Xie Lian. Membuat pemuda yang lebih tua semakin yakin kalau kekasihnya itu orang yang kuat.

"Hanya kamu satu-satunya yang aku miliki. Hartaku yang paling berharga. Dan bahkan jika aku harus mati untukmu, itu adalah sebuah penghargaan."

Sebuah kecupan yang singgah di pipinya membuat Xie Lian tersentak dari pikirannya.

"Melamun?"

Bisikan hangat di telinga membuatnya sedikit merinding.

"Bukan apa-apa."

Dia menarik tubuh San Lang untuk duduk di sampingnya.

"Bukankah malam nanti festival lentera?"

San Lang menggapai tubuh sang kekasih agar jarak di antara mereka terputus. Dia bahkan tak sungkan memangku Xie Lian untuk duduk di atas pahanya.  "Apa Gege mau keluar jalan-jalan?"

Sebuah senyum terukir di bibir Xie Lian. "Tentu saja. Ayo bersiap!" Dia berdiri dan mengambil satu tangan San Lang sebagai ajakan untuk bangun.

Tapi pemuda yang lebih tinggi tidak ada niatan untuk bangun. Dia sengaja menambahkan tenaga pada tangan yang ditarik oleh Xie Lian sehingga kekasihnya itu terperangkap lagi dalam dekapannya. "Tidak perlu buru-buru. Masih ada waktu. Bagaimana kalau kita bermain dulu?"

Maksud dari kata bermain yang keluar dari mulut San Lang sudah sangat jelas diketahui oleh Xie Lian. "Kamu sudah mengambil sekali tadi malam. Apa kamu akan menghabiskan jatahmu sekarang dan berpuasa selama lima hari ke depan?"

Xie Lian sengaja mengingatkan peraturan dua kali seminggu mereka.

"Aish! Masih saja peraturan itu. Bagaimana kalau kita ubah menjadi  setiap hari?" San Lang mencoba bernegosiasi. Sementara lengannya sudah mulai menyusup ke dalam baju yang dipakai sang kekasih.

"Aku bukan pemuda kelebihan energi macam Wei WuXian. Jadi jangan harap!" Baju yang mulai tersingkap dibenarkan kembali. Tangan nakal juga sudah berhasil dikeluarkan.

San Lang masih belum kehabisan akal. "Apakah selama aku di luar negri itu tidak termasuk hutang yang harus Gege bayar?"

"Logika macam apa itu? Bukan aku yang meminta San Lang untuk pergi kan?" Xie Lian masih bisa berkelit.

"Itu bisa diabaikan. Bagaimana jika kita mengubah aturannya menjadi setiap kali kita bergairah?" San Lang memutar wajah sang kekasih lalu mengedipkan mata.

FIRST THEMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang