First Confession

3.8K 506 95
                                    

Libur akhir semester tiba. Setelah seminggu menghabiskan waktu mengunjungi kedua orang tua, Xie Lian hari ini kembali ke apartemen. Mendudukan diri di atas sofa, dia memejamkan mata. Tapi belum sempat dibuai alam mimpi, bunyi deringan ponsel menarik kembali kesadarannya. Xie Lian dengan malas mengambil ponsel namun wajahnya berubah semangat melihat id yang terpampang di layar.  San Lang melakukan panggilan video dengannya.  Tidak usah heran, pertemanan mereka kini bisa dibilang berada di tahap "dekat". Hampir setiap hari mereka bertukar kabar. Tak jarang pula saling mengirimi foto selfie tentang kegiatan yang sedang dilakukan. Dan semua perkembangan itu membuat Xie Lian merasa senang.

"Kau sedang apa Ge?" Tampak di layar pemuda berkaos polos merah dan memakai celana pendek selutut duduk di atas sofa. Kedua kakinya dilipatkan ke depan.

Xie Lian menirukan posisi lawan bicaranya, "Aku baru pulang dari tempat orang tua. San Lang sendiri sedang apa?"

Pemuda di seberang memasang wajah bosan, "Aku sedang malas Ge."

Jawaban itu membuat Xie Lian tersenyum kecil. "Memangnya kapan kau akan bersemangat?"

"Aku selalu bersemangat ketika bersama Gege." San Lang tampaknya tidak memerhatikan ekspresi Xie Lian yang kini tersipu malu. Setiap kalimat San Lang terasa ambigu baginya. Melihat Xie Lian terdiam, San Lang melanjutkan, "Aku rindu padamu Ge. Bisakah kita bertemu hari ini?"

Setiap kata-kata San Lang memberikan efek yang begitu berbeda dibandingkan jika orang lain yang mengatakannya kepada Xie Lian. Rona merah mulai merambati wajah putih bersihnya ketika kata rindu itu terucap. "Baiklah. Nanti aku akan berkunjung ke tempatmu."

San Lang menegakkan tubuhnya, "Biar aku yang menjemputmu. Baiklah sampai bertemu nanti."

Sambungan itu diputus bahkan sebelum Xie Lian menyetujui idenya.
.
.
.
Meja itu dipenuhi berbagai kudapan dan cemilan serta lebih dari setengah lusin botol minuman. Ada juga satu keranjang penuh buah-buahan. Beberapa bungkus makanan ringan juga ikut menambah sesak permukaan meja. Xie Lian berpikir suguhan ini terlalu berlebihan untuk dihadapkan kepada hanya dua orang di sana.

Xie Lian menerka-nerka apakah pemuda yang dua tahun lebih muda darinya itu memang selalu berlebihan?  Tadi saja saat menjemputnya dia membawa satu kantung besar berisi buah, makanan cepat saji, minuman, biskuit,  dan aneka snack serta camilan. "Supaya Gege tidak perlu repot-repot keluar jika ingin makan." Begitu alasannya.

Xie Lian merasa San Lang sangat perhatian kepadanya. Pernah ketika dia dalam perjalanan pulang yang cukup terlambat karen harus menyelesaikan tugas yang membuatnya menghabiskan banyak waktu di perpustakaan, tiba-tiba mobil yang dikendarainya mogok. Padahal hari sudah cukup larut dan cuaca jugat tidak dalam kondisi bagus karena hujan lebat disertai petir. Xie Lian merutuk dalam hati. "Kenapa mogok di saat seperti ini?" Di tengah carut marut keadaan, San Lang menelpon dan dia bersikeras sendiri untuk datang membantu tapi dengan tegas ditolak Xie Lian karena posisi San Lang saat itu  di luar kota. Akhirnya dia menyuruh pengawalnya untuk menjemput dan mengantarkan Xie Lian pulang. Dia juga menyuruh orangnya untuk memperbaiki mobil yang rusak itu keesokan harinya.

Ada juga kejadian Xie Lian terus menerus menerima kotak makan siang selama tujuh hari berturut-turut dan membuatnya bertanya-tanya siapa orang yang begitu baik hati mengiriminya. Tepat di hari ketujuh, Xie Lan mengancam tidak akan menerima kotak makan siang itu jika tidak diberitahu siapa pengirimnya. Hal itu membuat sang pengantar makanan ketakutan. Bisa-bisa ia langsung dipecat. Ia akhirnya berkata bahwa semua kotak makan yang diterimanya dikirim oleh bosnya, yaitu San Lang. "Aku khawatir Gege lupa untuk makan siang karena terlalu sibuk belajar." Setelah mengetahui hal itu, Xie Lian meminta San Lang untuk berhenti. Juga mengancamnya untuk tidak berbuat macam-macam kepada sang kurir pengantar makanan.

FIRST THEMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang