Longing for You

1.6K 247 29
                                    

Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Dihabiskannya masih dengan menunggu pagi lain yang akan datang. Ia tak bisa bebas terpejam walau hanya untuk sepertiga paruh waktu. Seakan letih tak mengganggu, ia sudah terbiasa menyampingkan kebutuhan manusianya untuk tidur.

Hua Cheng hanya berharap tidak ada air mata dalam mimpi kekasihnya. Entah dimanapun Xie Lian kini berada, ia sungguh berharap sang kekasih menjalani kehidupannya dengan baik.

Malam selalu terasa begitu lambat saat Hua Cheng meraba sisi tempat tidurnya yang kosong. Namun hari-hari berjalan begitu cepat.

Persetan! Ia menghitung dengan pasti ini sudah bulan kesepuluh semenjak dia tidak bisa menemukan Xie Lian.

Dia benar-benar tidak bisa menjadikan dirinya membenci besi yang tidak berubah menjadi baja.

Hua Cheng sudah menggunakan segala sumber daya dan kekuasaan yang dimilikinya untuk menemukan Xie Lian. Tapi sejauh ini tidak ada yang bisa diharapkan. Dalang di balik insiden ini benar-benar tidak main-main dalam melakukan aksinya. Jelas bukan orang sembarangan. Ia bahkan mampu mengimbangi kekuatan intel kakeknya yang merupakan orang terkaya di penjuru negri.

Pintu masuk yang ditemukannya selalu rusak sebelum dia membukanya. Tidak ada jejak sedikitpun untuk Hua Cheng temukan selain dari tempat terakhir mobil Xie Lian ditemukan.

Saat Hua Cheng dengan bantuan orang kakeknya berhasil menemukan jejak orang yang sesuai dengan ciri-ciri Xie Lian, dia terpaksa menelan kegetiran ketika sampai di tempat perkara namun tidak mendapati siapapun ada di sana. Orang itu selalu bisa mengendus jika Hua Cheng sudah menemukan tempat persembunyiannya lalu kabur terlebih dulu. Hal seperti itu terjadi lebih dari tiga kali di penjuru yang berbeda dalam kurun waktu satu bulan. Namun memasuki bulan kedua pencarian, ia benar-benar tidak menemukan petunjuk apapun lagi.

Hua Cheng tentu saja tidak bisa hanya pasrah menghadapi kayu yang sudah menjadi perahu. Ia hanya perlu melayarkan perahunya bagaimanapun caranya.

Hua Cheng meraih ponsel dan membuka galeri. Matanya memancarkan emosi yang sangat kuat saat menggulirkan jemarinya untuk melihat foto-foto pemuda terkasih yang sudah tidak ditemuinya hampir satu tahun.

Kening yang sering dikecupnya ketika ia berangkat kuliah. Mata yang memandangnya penuh kasih sayang. Pipi putih yang akan memerah karena rayuannya. Telinga tempatnya membisikkan beribu kata cinta. Dan bibir manis yang menjadi candu setiap kali ia menciumnya.

Tidakkah Xie Lian tahu betapa dia sangat merindukannya?

Lebih dari separuh hatinya telah ikut pergi saat Hua Cheng kehilangan Xie Lian. Ia bukan lagi sosok yang dulu. Sekarang dia adalah wajah yang berbeda.

Hua Cheng hampir menemui kebuntuan dalam hidupnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan aspek kehidupannya yang lain selain mencari kemungkinan dimana sang kekasih berada. Dia tidak peduli jika kenyataannya ia telah mengabaikan kuliahnya selama ini. Ia juga tidak peduli meskipun dosen dan tetangganya sudah membujuknya sedemikian rupa untuk melanjutkan kuliahnya yang terbengkalai.

Dia hanya akan menghabiskan waktunya di jalan. Memutari seluruh kota sampai ia benar-benar yakin tidak ada Xie Lian di tempat yang telah dilaluinya.

Setelah dirasa cukup melihat potret dari orang yang amat sangat dirindukannya, ia menaruh kembali ponselnya dan sekilas melihat suatu spot di tangannya.
Tepat di hari keempat puluh, ia membuat tato di lengan. Apalagi yang bisa diukir selain dua alphabet X dan L. Tentu saja simbol itu sebagai pengingat. Meskipun Hua Cheng yakin hatinya tidak akan pernah lupa pada Xie Lian.

Seberapapun rasa rindu menggerogotinya, seberapapun rasa sakit mendera hatinya, tentu saja seorang Huacheng tidak akan menangis.

Tapi jelas akan berbeda jika sang kekasih yang merasakannya. Meskipun Xie Lian orang yang tegar, Hua Cheng yakin Xie Lian menghabiskan awal perpisahan mereka dengan meneteskan air mata.

FIRST THEMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang