VII. Cemburu?

494 56 2
                                        


    “Bercandaan lo nggak lucu deh!!” Kalin memekik kesal lalu membuang pandang keluar jendela mobil. Perkataan Elang sama sekali tak membuatnya berpikiran bahwa laki-laki itu menyukainya. Ia justru menganggap Elang hanya sedang menggodanya. Sayangnya, Kalin tidak mempan dengan godaan semacam itu. Ia ingat, kalau ia masih punya Farish.

    “Lo bohong kan pas lo bilang kalau pacar lo bakalan ngejemput?” tanya Elang sembari memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobil. Kalin mendelik.

    “Buat apa gue bohong?”

    “Terus, kenapa sekarang lo duduk di dalem mobil mewah gue?”

    “Yaa.. itu kan karena lo maksa-maksa gue terus! Buruan jalan sebelum gue berubah pikiran!”

    Elang tersenyum geli mendengar bentakan Kalin. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, menggerak-gerakkan poni gadis di sampingnya dengan gemas. Kalin menepis kuat tangannya dan memberinya pelototan sangar.

    Elang tertawa pelan lantas mulai menjalankan mobilnya menuju ke sekolah Kalin.

***

    “Mantap! Sekarang jadi keliatan kayak baru lagi..” Elang tersenyum senang sambil mengamat-amati ponselnya yang sudah diperbaiki. Layarnya yang pecah sudah diganti. Selebihnya, tak ada lagi yang mengalami kerusakan. Ponsel canggih itu kembali seperti baru.

    “Mari Pak, makasih..” ucap Elang disertai senyum pada seorang pria paruh baya yang memperbaiki ponselnya. Pria itu hanya mengangguk dan membalas senyum Elang.

    Elang baru akan pergi dari tempat perbaikan alat elektronik itu ketika pandangannya menemukan sebuah gantungan ponsel cantik yang terpajang di etalase. Selain memperbaiki alat elektronik, tempat itu juga menjual berbagai pernak-pernik dan aksesoris ponsel.

    Senyum Elang terukir manis saat mengamati gantungan ponsel berbentuk miniatur seekor kuda berwarna putih lengkap dengan poni cokelatnya yang lucu.

    “Pak, saya beli yang ini ya..” ucap Elang, seraya menunjuk gantungan ponsel tersebut.

***

    Hujan tiba-tiba saja turun dengan lebatnya setelah sebelumnya ditandai dengan awan hitam yang menggumpal di atas langit. Kalin masih di dalam kelas, sepuluh menit lagi menuju jam pulang. Gadis itu mendesah sembari memandangi derasnya hujan lewat kaca jendela.

    “Sial, gue nggak bawa payung lagi..” desisnya menyesal. Sesaat Ia terdiam sambil memangku dagu sampai akhirnya Ia teringat sesuatu.

    Kalin lekas mengambil ponselnya, mengetikkan sebuah pesan singkat secara diam-diam. Sesekali gadis itu mengawasi pergerakan guru Bahasa Inggris yang sedang menulis di papan.

    “Farish, diluar hujannya deras banget. Aku lupa bawa payung. Kamu bisa jemput aku nggak kira-kira? Sekitar sepuluh menitan lagi, aku keluar..” Kalin membaca ulang pesan singkatnya sebelum mengirimkannya ke kontak nomor satu di ponselnya.

    Lama menunggu. Tak ada balasan apapun yang masuk. Kalin mendesah kecewa. Benar juga. Farish pasti sedang kuliah. Mendadak, Kalin merasa bodoh mengiriminya pesan seperti itu.

    Ponsel Kalin bergetar. Gadis itu tersentak kaget. Buru-buru dibukanya satu pesan yang baru masuk. Senyum yang semula mengembang di bibirnya seketika lenyap ketika membaca balasan Farish.

    “Aku ada kuliah, kamu nebeng aja ke temen kamu, ya.”

    Kalin mengerucutkan bibir. Selang satu menit, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya. Kalin buru-buru membukanya dengan harapan Farish berubah pikiran.

Romantika TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang