IV. Elang Ada Di Mana Mana

560 68 2
                                    


    Kalin pulang ke apartemen ketika hari menjelang sore. Gadis itu tampak tersenyum sumringah. Hari ini ia senang sekali, menghabiskan waktu bersama Farish. Pergi ke berbagai tempat yang mereka sukai. Rasanya benar-benar menyenangkan dan Kalin benar-benar berharap hari ini bisa terulang kembali.

    Senyum Kalin mendadak hilang ketika dirinya melangkah masuk ke dalam apartemennya. Di atas sofa ruang tamunya, Elang duduk tidak sopan dengan sebelah kaki terangkat ke atas meja. Laki-laki itu tampak asik menonton acara televisi sambil menyantap camilan.

    “Lo lagi, lo lagi. Heran gue, dimana-mana ada lo!!” teriak Kalin, kesal. Elang yang mendengar teriakannya seketika terbatuk karena tersedak biskuit di mulutnya. Laki-laki itu menoleh sambil memberi isyarat “Ambilin gue minum, dong!” pada Kalin.

    Kalin mendengus, “Rasain!” cetusnya kejam.

    Elang yang masih terbatuk, menatap Kalin dan memasang wajah tersiksanya. Ia kira Kalin akan luluh tapi gadis itu justru melemparinya dengan sepatu.

    “Kenapa sih lo hobi banget nongkrong di apart gue?! Mbak Kikan mana?!” tanya Kalin sambil berjalan mendekati Elang. Laki-laki itu sudah berhenti batuk batuk dan kini sibuk mengusap kepalanya yang terkena lemparan sepatu Kalin.

    “Kuda Poni, lo judes amat sih?! Kuda poni peliharaan kakek gue aja kalah judes kayaknya kalau dibandingin sama lo.” gumam Elang dengan ekspresi terluka. Kalin mencebikkan bibir kemudian menjitak kepala Elang dengan gemas.

    “Berhenti manggil gue Kuda Poni!!”

    “Siapa suruh poni rambut lo mirip sama poni kuda peliharaan kakek gue?”

    “Kalau gue bilang nih ya, lo itu sakit jiwa! Bisa-bisanya lo terus-terusan nyamain gue sama kuda!”

    “Masih untung lo gue panggil kuda poni, bukan monyet!”

    “HEH!!”

    Kalin benar-benar naik pitam. Rasa bahagia yang beberapa saat lalu memenuhi hatinya seketika sirna hanya karena Elang. Laki-laki itu benar-benar ahli membuatnya kesal.

    Tak peduli dengan wajah marah dan pelototan mata Kalin, Elang justru memasang senyum manisnya sambil mengulurkan tangan dan menggerak-gerakkan poni rata Kalin. Terang saja Kalin kesal, tangan laki-laki itu ditepisnya kuat-kuat.

    “Jangan kurang ajar lo, ya! Jaga tangan lancang lo!” sentak Kalin keki. Elang terkekeh geli.

    “Mbak Kikan!” Kalin berteriak histeris saat Kikan muncul dari balik pintu kamar. Kening Kalin seketika mengernyit saat melihat penampilan kakaknya yang mendadak girly. Setahunya, Kikan sangat anti dengan rok mini selutut, dan Kalin mengenali rok merah marun tersebut sebagai miliknya.

    “Loh? Kok Mbak pake─”

    “Mbak mau pergi keluar sebentar nemenin Elang. Kamu jangan kemana-mana, ya!”

    Kalin menganga tak percaya mendengar ucapan Kikan. Belum sempat Kalin melayangkan ocehan, kakaknya itu sudah menggandeng tangan Elang dan melangkah keluar apartemen. Kalin terpaku lalu mendengus keras, tak mengerti dengan jalan pikiran kakaknya yang begitu mudah terpikat dengan tetangga baru yang menyebalkan itu.

***

    Kalin mengguling-gulingkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil sesekali memeriksa jam dinding. Gadis itu mendengus pelan lalu bangkit duduk dan bersedekap di atas tempat tidur.

    Sudah jam sembilan malam dan Kikan bersama tetangga barunya belum pulang juga. Padahal mereka pergi sejak sore. Kalin jadi bertanya-tanya, mereka berdua ngapain aja sih diluar sana sampe nggak inget pulang begini?? Apa jangan-jangan mereka pacaran? Kalin sontak menggeleng kuat saat pemikiran itu terlintas di otaknya. Ia tidak mau. Ia tidak sudi kakaknya berkencan dengan Elang, si tetangga menyebalkan yang senang sekali merusak harinya.

Romantika TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang