VIII. Ingkar

420 54 1
                                    


    Kalin sedang badmood hari ini. Gadis itu keluar dari apartemen dengan seragam sekolah dan segala perlengkapannya. Dengan langkah gontai, Ia melangkah menuju lift. Sejenak, Kalin melirik pintu apartemen Elang yang tertutup rapat. Keningnya mengernyit, biasanya mereka selalu keluar bersamaan. 

    Kalin menggindikkan bahu. Merasa tidak perlu peduli terhadap tetangganya yang menyebalkan itu. Segera dimasukinya lift yang akan mengantarnya ke lantai dasar. 

    Ponsel Kalin berbunyi tepat ketika gadis itu keluar dari dalam lift. Sambil melangkah, Kalin meraih ponselnya dari saku rok sekolahnya. Satu pesan masuk. Dari tetangga menyebalkan.

    “Pagi, Kuda Poni..”

    Kalin mendesis membaca pesan itu tapi sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil. Kalin bersiap membalas pesan itu tapi tiba-tiba saja ia teringat kedekatan Elang dengan Kikan semalam. Kalin mendengus dan mengurungkan niat membalas pesannya. Gadis itu malah menyimpan kembali ponselnya. 

    “Kalin!”

    Langkah Kalin terhenti ketika mendengar namanya dipanggil. Gadis itu segera menoleh ke sumber suara. Dalam hitungan detik, senyum manisnya merekah. Badmoodnya lenyap. Wajahnya berbinar mendapati siapa yang memanggil namanya. 

    “Farish!” Kalin berteriak lantas berlari-lari kecil mendekati Farish yang tengah berdiri bersandar di badan mobilnya. Laki-laki itu tersenyum, begitu Kalin tiba di depannya, langsung di acaknya rambut gadis itu dengan gemas. 

    “Kamu mau nganter aku ke sekolah?” tanya Kalin. Farish mengangguk pelan. 

    “Aku ngerasa bersalah karena aku nggak bisa jemput kamu kemarin. Kamu kehujanan?” tanya Farish dengan tatapan khawatir. Kalin menggeleng riang. 

    “Nggak apa-apa lagi. Aku ngerti kok kalau kamu sibuk.” Kalin tersenyum manja. Farish mengacak lagi rambutnya lalu membukakan pintu mobil untuknya. 

    “Pulang sekolah nanti, aku bakal jemput kamu. Kita pergi jalan. Kamu mau, kan?”

    Mendengar apa yang dikatakan Farish, Kalin mengangguk senang. Gadis itu segera masuk ke dalam mobil dan menunggu Farish menyusulnya. 

    Dari kejauhan, Elang memperhatikan mereka. Ada senyum di bibirnya. Senyum sedih. Perlahan, laki-laki itu berbalik lantas masuk ke dalam mobilnya. Dilajukannya sedan hitam itu meninggalkan kawasan apartemen yang baru beberapa hari ini ditinggalinya. 

*** 

    Kalin tak sabar menunggu jam pulang sekolah tiba. Berkali-kali gadis itu memandangi jam dinding yang tergantung di atas papan tulis. Ia tak lagi mendengar gurunya bicara, malah larut dalam pergerakan jarum jam yang terasa begitu lambat. 

    Kalin tersenyum ketika teringat perkataan Farish tadi pagi. Laki-laki itu mengajaknya jalan-jalan. Kalin senang sekali. Rasanya ingin cepat-cepat menemui pacarnya itu dan pergi bersama. 

    “Satu menit lagi..” Kalin tersenyum dan memejamkan mata. Satu menit saja rasanya begitu lama. 

    Akhirnya bel tanda sekolah berakhir berbunyi juga. Kalin memekik senang. Buru-buru dirapikannya perlengkapan sekolahnya dan dimasukkan ke dalam tas. Hari ini, Kalin yang lebih dulu melesat keluar kelas. Gadis itu berlari-lari kecil dan berhenti di depan gerbang. Farish belum kelihatan sejauh matanya memandang. Gadis itu memutuskan untuk menunggu. 

    Lima belas menit berlalu. Kalin melirik jam tangannya dengan gelisah. Apa Farish melupakan janjinya? Kalin mengambil ponsel lalu mencoba menghubungi Farish tapi nomor laki-laki itu sama sekali tidak aktif. Kalin mendesah kecewa. 

Romantika TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang