Erga PoV
Hari ini sangat melelahkan. Pekerjaan yang jauh dari keinginanku terpaksa harus aku lakukan.
Aku sedang berada diperjalanan pulang dari perusahaan. Rumahku cukup jauh dari tempat kerjaku.
Aku akan bercerita sedikit tentang keluargaku yang berantakan.
Aku lahir dikeluarga pas-pas an. Namun ayahku mencoba merintis karir dibidang tekstil, dan akhirnya berhasil. Kami berubah dari pas-pas-an menjadi mampu. Saat itu usiaku 13tahun dan Reita (adikku) berumur 10tahun. Ayah memutuskan pergi dari rumah meninggalkan kami untuk menikah dengan perempuan lain. Tapi ayah masih memenuhi kebutuhan kami dari uang yang selalu dikirimkan ke rekening ibuku setiap bulan. Saat usiaku 19tahun ibu menyuruhku kuliah diluar negeri atas perintah ayahku.
Jujur saja, aku sudah muak dengan semuanya. Ibu yang selalu menyembunyikan kesedihannya. Ayah yang tidak merasa bersalah. Dan Reita yang ternyata menyembunyikan penyakitnya hingga sudah terlambat untuk disembuhkan. Yah, mungkin Reita juga sudah muak hidup seperti ini.
Aku mengambil jurusan desain interior, aku menyelesaikan kuliah s1 3tahun dan s2 1tahun, dan selama kurang lebih 7tahun aku bekerja diperusahaan Furniture bagian desain. Aku bekerja sebagai karyawan biasa selama 2tahun dan langsung diangkat sebagai kepala bagian desain karena kinerja yang membuat penjualan semakin meningkat.
Sampai suatu ketika ibuku menelfon bahwa Reita meninggal dunia. Aku memang tidak pernah dekat dengan Reita, namun aku tetap kakaknya. Aku pulang ke indonesia malam itu. Aku melihat Ayahku, meskipun aku harus berkali-kali meyakinkan diriku bahwa itu dia. Karena ingatanku tentangnya sudah lama memudar dan aku sudah lama melupakannya.
Sampai akhirnya aku mengundurkan diri karena aku harus menjaga ibu. Ibu mungkin salah karena terlalu perduli dengan dirinya sendiri yang sedih sehingga tidak terlalu perduli dengan anak-anaknya. Ibu tidak pernah menelfonku saat aku ke luar negeri, hanya sekali saat Reita meninggal. Entahlah, mungkin dia sedih dan kecewa. Tapi kami juga butuh dukungan ibu bukan?
Selama ini aku berjuang sendiri, bahkan aku tidak pernah berpacaran sekalipun. Bukan aku takut kecewa, hanya aku terlalu malas untuk melakukannya.
.
.
.
.Lamunanku membuyar saat aku melihat seorang perempuan yang akrab di mataku. Dia sedang duduk sendiri dikursi pinggir jalan. Matanya lurus menatap jalanan. Namun tidak fokus pada jalanan. Entah apa yang di fikirkannya. Dia tampak terbebani. Dia adalah Nami si perempuan yang hampir dibegal.
"mundur pak" ucapku pada supir taksi.
Supir taksi itu menurutiku.
Saat ini taksi yang kutumpangi sudah berada tepat dihadapan Nami.
"mau turun pak?" tanya supir itu.
"nggak pak.. Terus aja" jawabku
Taksi itupun melaju meninggalkan Nami yang masih melamun sendiri.
.
.
.
.
.
."ibu Anda harus dirawat dirumah sakit" ucap seorang perawat rumah sakit padaku.
Saat aku sampai rumah. Aku menemukan Ibuku tergeletak dengan darah di kamar mandi. Aku langsung membawanya kerumah sakit.
Apa aku harus menghubingi ayahku? Kurasa ini bukan urusannya. Dia mungkin tidak perlu tau.
"dok? Kenapa ibu saya mengiris lengannya?" tanyaku tanpa terlihat khawatir. Entah kapan dimulai tapi aku memang seperti sudah mati rasa.
"dia mencoba bunuh diri.. Apa dia depresi akan sesuatu? Lihat banyak bekas ibumu mengiris lengannya sendiri" dokter itu membuka bagian tangan baju lengan panjang ibu dan memperlihatkan bekas-belas irisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terakhir Namiraa [COMPLETE]
RomanceNamiraa adalah seorang designer pakaian. karirnya cukup mulus dengan banyaknya butik yang ingin bekerja sama dengannya. Dan dia memiliki kekasih bernama Sakti yang mencintainya. Sakti adalah lelaki yang sempurna. Tampan,mapan dan baik. Namun apakah...