eps 2

388 48 40
                                    

Untuk diriku sendiri,

Berhenti lah pundungan, jangan mudah tersinggung dan jangan mudah terbawa emosi.

Udah gede!

Dewasa dong!

***

Asa menatap deretan buku di depannya. Dia mencari buku Halliday and Hasan, pesanan pak Hira yang diantarkan oleh si anak ketua yayasan, yang ternyata namanya Cleine Beaufort Benjamin.

Duh, namanya saja sudah mengintimidasi Asa saking susahnya, apalagi orangnya!

Cleine, Cleine apaan, yang Asa tahu hanya satu, Calvin Klein!

Nah! Ketemu bukunya.

Asa mengambil buku yang tebalnya seperti kitab itu, namun sayang, karena terlalu tinggi, si buku hanya tertarik ujungnya dan berakhir menimpuk kepala Asa.

Sial!

"Makanya jangan bego, kalo nggak nyampe ya minta tolong," ejek sebuah suara.

Asa tidak berani menengok ke arah suara. Dia tahu siapa yang berbicara, tetapi nyalinya menciut bahkan untuk mengumpat dalam hati pun, Asa tidak berani (padahal mengumpat adalah keahlian Asa yang paling menonjol).

Pura-pura tidak mendengar, Asa mengambil buku di lantai, lalu berniat pergi. Namun sayang, si pemilik suara barusan menghalangi jalannya, sehingga Asa tidak sengaja menyimpuknya.

"Bangsat ih," umpat Asa tidak sengaja, yang kemudian disusul, "Astagfirullah."

"Jadi, saya bangsat?"

Iya, akhirnya nyadar.

Asa mendongak, agar bisa melihat si pemilik suara. "Nggak, maaf, nggak sengaja." Jelas Asa. Dia kemudian bergeser, mencari jalan keluar. Namun, orang di hadapannya juga ikut bergeser.

Nakke tiba-tiba muncul bersama Ena, yang juga sahabat Asa. "Lama amat sih Sa, lagi ap-"

Belum juga selesai kalimatnya Nakke sudah berganti subjek. "Eh Ena, ada novel baru di sebelah sana, yuk kita liat."

Ck.

Pasti gara-gara lihat siapa yang bersama Asa, Nakke dan Ena langsung kabur. Asa bergeser lagi, cowok di hadapannya juga ikut bergeser.

"Minggir Abi!" Seru Asa.

"Nggak mau, Ummi."

Asa melotot. "Ummi ndasmu! Minggir Abi."

"Nggak. Lagipula, sejak kapan kamu manggil saya Abi?"

***

"Abiyasa mau apa Sa?" Tanya Ena begitu Asa keluar.

"Mau mati." Jawab Asa.

"Mati, mati. Kemaren dia ngilang aja kamu galau berat, apalagi mati." Sindir Nakke.

***

Asa sesak napas! Belum pulih dari guncangan yang diterimanya di perpustakaan, sekarang ada lagi! Si Celana Dalam Cleine jelas sedang memerhatikan Asa yang mengantar kitab Halliday Hasan.

Pak Hira kemudian berujar, "ini murid kesayangan saya, lho Min."

Apaan min? Admin?

"Iya, pak, yang tadi Amin panggil, kan? Romansa?"

Anjirrrrrrrrr, ternyata panggilannya Amin.

Asa ngakak dalam hatinya, karena tidak berani kalau ngakak secara langsung.

"Kamu kalo mau tanya-tanya tentang kampus bisa lho sama Asa. Ya, kan Asa? Dia tahu banyak tentang kampus."

Bohong itu! Astaga. Asa bahkan suka lupa di mana kelasnya. Lagipula, Pak Hira sedang apa, sih? Jodoh-jodohan? Amin jelas bukan selera Asa.

"Iya, bisa. Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak. Ada kelas." Ujar Asa undur diri.

Begitu ke luar ruangan, Asa langsung ngakak, tanpa memedulikan Nakke dan Ena yang menatapnya aneh.

"Apaan sih? Gaje bener," Ena bersuara.

Asa tambah ngakak. "Anjir si Klein Celana Dalem, masa dipanggil Amin."

***

"Si Asa sok kecantikan banget sih, baru sekali aja dipanggil Cleine udah caper. Masa kemarin mereka ketemuan di ruang pak Hira."

Itu jelas suara Ayudi, yang tidak mengetahui bahwa objek yang dibicarakannya berada tepat di balik pintu toilet, sedang buang hajat.

"Iya ih, sok kecantikan banget, nggak suka gueeee," timpal Jassenda, lawan bicara Ayudi.

Asa menggeleng pelan. Adegan ini persis seperti adegan yang muncul di ftv-ftv murahan. Tapi, bukannya diam dan menangis di toliet, Asa memilih untuk keluar.

Setelah menyiram toilet. Asa berdiri dan membuka pintu.

"Aigoo!" Suara Jassenda terkejut.

Asa hanya menatap mereka berdua, lalu cuci tangan di wastafel dan pergi.

Jelas cara yang anggun untuk menghadapi kebangsatan teman sekelasnya yang suka lambe itu.

***

Romansa - 31 Days Writing Challenge (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang