eps 4

286 42 6
                                    

Untuk diriku sendiri,

Kalo mood jelek jangan lampiasin ke orang lain. Kasian orang lainnya, bangsat.

Nanti jadi ngerasa bersalah.

Eh terus saling canggung, padahal ga punya temen lagi.

Mampus aku.

***

"Asa...."

"Asa, ada belek di mata kamu."

Anj-

Dengan otomatis, Asa mengelap matanya dan sama sekali tidak menemukan kotoran di matanya, Asa malah menemukan Abiyasa yang tersenyum menatapnya.

Sial! Senyum Abiyasa itu langka, belum lagi, bisa membuat orang yang melihatnya ingin tersenyum juga.

Berantakan sudah hati Asa dibuatnya.

Asa berusaha menahan senyum, namun semakin sulit saat Abiyasa melebarkan senyumnya. "Jangan ditahan-tahan, kalau mau senyum ya senyum." Gumam Abiyasa.

Akhirnya, Asa benar-benar tersenyum meskipun hanya beberapa detik saja. "Kamu mau apa, Abi?"

"Yasa."

"Oke. Kamu mau apa, Yasa?"

"..."

"Yasa!"

"Kangen."

Sial! Jantung Asa bertalu sangat kencang. Asa bahkan tidak aneh jika dirinya terkena serangan jantung. Ini pertama kalinya, seorang Abiyasa mengutarakan perasaannya.

Meskipun begitu, bagi wanita, gengsi memang nomor satu. "Kemana aja selama ini? Hilang sampe dua bulan, nggak ada kabar, terus tiba-tiba muncul dan bilang kangen."

Abiyasa menatap Asa dalam-dalam, membuat Asa semakin gugup dan semakin banyak berbicara. "Kalau kalau kamu datang, tapi untuk menghilang, lebih baik jangan, Yasa. It hurts me. Deeply."

Setelah mengutarakan hatinya, Asa berniat pergi, namun sebuah tangan hangat yang dulu sangat dikenalnya, menahan Asa untuk tidak pergi.

"Now, I come to stay, Asa. Like forever. Just marry me."

Sontak saja, Asa kembali menatap Abiyasa. Mata cowok itu tidak menunjukkan sedikitpun kilat geli. Abiyasa sedang dalam mode super serius.

Asa menarik tangannya yang digenggam Abiyasa. "Bercanda kamu." Yang segera dibalas oleh Abiyasa, "saya nggak pernah seserius ini, Asa. Ada beberapa alasan saya menghilang, tapi sekarang saya punya alasan yang lebih kuat untuk bertahan."

Benak Asa berputar-putar.

Kawin?
Jangan?

Kawin?
Jangan?

Eh, Nikah bukan kawin!

Duh! Asa kan belum lulus, masih semester 5, pake pembalut saja masih sering terbalik, masa sudah mau menikah saja. Tapi, ini Abiyasa, orang yang dulu paling Asa harapkan bisa mengisi masa depannya.

"Romansa." Panggil sebuah suara memecahkan renungan asa tentang kawin.

Kemudian, Asa menemukan Si Celana Dalam berdiri di belakangnya. Bersama Jessenda. Nemplok di lengannya. Cowok itu jelas risi, namun si cewek sepertinya tidak peka, atau pura-pura tidak tahu.

Cuih!

Abiyasa kali ini memasang ekspresi mengernyit. Cowok itu menatap si Celana Dalam dengan tatapan menyelidik, dan sialnya si Jessenda malah kegeeran. Cewek kontet itu memasang sikap malu-malu ke Abiyasa, yang setelahnya langsung disusul senyum jemawa ke Asa.

Idih najis.

"Lagi apa di sini?" Tanya cowok setengah bule itu.

"Lagi nyuci baju, Amin." Jawab Asa.

Yang dipanggil Amin malah memerah wajahnya, kentara sekali malu. "Ah, bercanda kamu. Jangan panggil Amin, dong, panggil Cleine aja."

Asa tersenyum tapi tidak mengiyakan.

"Eh sekarang udah jam 12.45, aku harus ke kelas nih Cleine, yuk kita pergi aja." Jessenda berbicara kepada Cleine, tetapi matanya menatap genit ke arah Abiyasa.

Asa ingin murka rasanya!

Apa dia harus terima lamaran Abiyasa saja ya, agar tidak ada yang lirik-lirik cowok itu lagi!

Jiwa posesif Asa meraung-raung.

Setelah pasangan aneh -cowok ganteng setengah bule yang tingginya sekitar 183cm bersama cewek yang Asa akui memang cantik tapi kontet, hanya 140cm- barusan pergi, Asa juga berniat pergi. Kelasnya sama dengan kelas Jessenda.

"Aku mau pergi dulu, ada kelas," katanya kepada Abiyasa.

Cowok yang tingginya melebihi tinggi Si Celana Dalam itu mengangguk. "Pikikan baik-baik, Asa. Saya serius."

Abiyasa kemudian menggenggam tangan Asa, menariknya ke atas, dan mencium punggung tangannya.

Asa merasa mati saat itu juga.

***

Romansa - 31 Days Writing Challenge (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang