Berjalan menyusuri jalanan sepi. Sudah sekitar dua jam lamanya Jaehyun membawa kedua tungkainya melangkah menjauh. Menjauh dari kediamannya, menjauh dari keluarganya.
"Pergilah."
"Pergilah dan bergabunglah bersama kaummu. Kau bukan lagi seorang manusia biasa seperti kami, Jaehyun."
"Bergabunglah bersama penyihir golongan hitam yang lain."
Terlintas kembali ucapan sang ayah yang membuatnya harus rela meninggalkan rumah, meninggalkan ibunya yang menangis, dan meninggalkan saudara-saudaranya.
Tercetak jelas diingatan Jaehyun mimik wajah sang ayah yang juga tengah menahan tangis. Teringat pula wajah polos kedua adik kembarnya yang bertanya mengapa sang kakak harus pergi.
Dan dengan senyuman, Jaehyun menjawab, "Hyung harus pergi ke rumah hyung yang baru."
Bohong.
Jaehyun berbohong.
Ia tidak ingin pergi ke tempat semestinya ia tinggal. Tinggal bersama dengan penyihir golongan hitam lain dan memerangi keluarganya sendiri. Jaehyun tidak sanggup. Lebih baik jika ia berpura-pura menjadi seorang manusia biasa. Atau berpura-pura menjadi seorang penyihir golongan putih.
Tak terasa ia telah sampai di kota. Suasana yang terasa berbeda dengan suasana di tempat tinggalnya. Suara riuh percakapan antara para pedagang dan pembeli yang berlalu lalang di sana memasuki gendang telinganya.
"Nak."
Merasa terpanggil, Jaehyun spontan menoleh dan menemukan seorang kakek tua renta. Membawa sebuah tongkat untuk menahan beban tubuhnya saat berjalan. Mengenakan pakaian compang-camping dan tak terurus.
"Bolehkah aku meminta bantuan darimu?" ujarnya.
Kembali mengembangkan senyum, Jaehyun lantas menjawab, "tentu. Apa yang kakek butuhkan?"
"Aku hanya ingin meminta air darimu."
Jaehyun mengerutkan dahi. Sang kakek meminta air padanya namun ia sendiri tidak membawa apapun.
"Maafkan aku kek. Tapi, aku tidak membawa air."
Sang kakek tersenyum, "kau memilikinya nak. Di sini."
Pandangan Jaehyun turun. Menatap telapak tangan sang kakek yang berada di dadanya.
"Maksud.. kakek?"
"Kau bisa merasakannya 'kan nak? Di dalam dirimu, terdapat air yang mengalir."
Jaehyun tertegun. Kedua matanya sedikit melebar. Ia yakin jika seorang pria paruh baya di hadapannya saat ini adalah seorang manusia biasa. Tidak mungkin seorang manusia biasa bisa merasakan kekuatan seorang penyihir.
"K-kakek tahu?"
Sang kakek kembali tersenyum kemudian menarik kembali tangannya. "Tentu. Kekuatanmu sangat besar. Aku bisa merasakannya."
Kembali Jaehyun dibuat terkejut dengan perkataan sang kakek. Jika sang kakek bisa merasakan kekuatannya, lalu mengapa ia tidak bisa merasakan kekuatan sang kakek jikalau benar sang kakek bukanlah seorang manusia biasa?
"Aku hanyalah seorang manusia biasa nak," sang kakek menjeda dengan kekehan seolah tahu isi pikiran Jaehyun.
"Jika aku adalah seorang penyihir, tidak mungkin aku akan menua seperti ini," kembali sang kakek terkekeh.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 1. Magie De L'univers : Le Début Du Destin a Changé
Fantasi- SUDAH DIBUKUKAN - BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS DAN HANYA ADA DI DALAM VERSI CETAK > > ✨-Sihir alam semesta hanya dianugerahkan kepada satu dari berjuta-juta umat manusia di seluruh dunia dan hanya diberikan kepada bayi manusia murni yang lahir seti...