Pamit 2

5K 124 5
                                    

"...Semoga Kepergian ku membuat hidup mu Bahagia dan senantiasa diberkahi oleh ALLAH SWT"
-Nabila-

     Bingung rasanya harus berbuat apa lagi, untuk mempertahankan yang sudah aku ikhlaskan, sesuatu yang sudah ku maafkan, yaitu Nabila Asyifa. Aku rela cinta suami ku terbagi kepada Nabila bahkan sangat rela. Aku banyak belajar dari kisah Nabi Ibrahim yang disuruh menikah lagi oleh Siti Sarah dengan Siti Hajar, karena untuk menghindari fitnah. Maka aku juga harus bisa bersikap seperti Siti Sarah, setidaknya sedikit saja pembelajaran dari beliau untuk aku tiru.

     Namun, Nabila benar-benar ingin pulang ke Medan, keputusannya sangatlah sudah tetap dan tidak akan dirubah lagi. Aku merasa berat jika Nabila harus pergi, sedangkan Mas Alfian entah dia harus merasa sedih juga atau senang. Nabila dijemput oleh saudara sepupu perempuannya, yang telah datang satu hari yang lalu.

     Aku dan Mas Alfian mengantarkan Nabila dan sepupunya ke Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 8.30. Hatiku sebenarnya sudah luluh akan hal ini, menerima semuanya karena bagi ku untuk ikhlas akan membuat diriku tenang. Sambil menunggu pesawat TAKE OFF, kami mengobrol terlebih dahulu.

"Nabila tolong batalin kepulangan kamu ya ke Medan" Pintaku dengan memegang tangan Nabila yang berartikan memohon

"Nggak mbak, aku akan tetap pulang"

"Kamu pernah bilang bahwa Mas Alfian harus menepati janjinya kan? Maka dari itu, tetaplah disini"

"Mas Alfin sudah menepati janjinya kok mbak, buktinya dia menjaga aku sampai saat ini"

"Tapi bil, kita masih bisa kan terus bersama-sama menjalani hidup yang normal"

"Kehidupan yang normal bagi Mas Alfian dan Mbak Nadin adalah tidak adanya aku mbak"

"Kita bisa jadi kakak adik atau sahabat kan?"

"Jelas mbak, tapi aku nggak bisa ada disini"

     Pesawat keberangkatan ke Medan, akan segera lepas landas. Aku memeluk Nabila dengan erat dan menangis dipelukan, Nabila juga menangis. Mas Alfian yang melihat aku dan Nabila berpelukan pun air matanya berkaca-kaca menahan tangisnya.

"Aku pamit dulu mbak, mas"

"Hati-hati ya" Ucap Mas Alfian dengan merangkul ku yang sedang menangis

"Assalamualaikum" Salam perpisahan dari Nabila dan sepupunya bersamaan dan tersenyum

"Walaikumsallam, Jangan lupakan kami ya, Terus hubungi kami jika ada sesuatu" Jawab Ku menangis

"Insha Allah mbak, kita bakal bisa jadi sahabat, doain aku juga ya mbak semoga bisa mendapatkan jodoh yang selama ini aku mimpikan"

"Aamiin Ya Allah"

     Nabila dan sepupunya segera masuk pesawat agar tidak terlambat. Aku dan Mas Alfian terus melihat Nabila berjalan yang di rangkul oleh sepupunya dan semakin menjauh. Aku melambaikan tangan yang berartikan sampai jumpa kembali ke arah Nabila dan sepupunya, Nabila tidak melihatnya tapi sepupunya yang melihat dan tersenyum kepada ku. Kami pergi untuk pulang ke rumah, aku yang masih menangis, masih dirangkul oleh Mas Alfian saat berjalan, Mas Alfian terus menenangkan ku.

      Mengapa ketika aku sudah mudah menerima semuanya Nabila harus pergi? Apakah tidak bisa kami semua bersama-sama dalam menjalani hidup? Namun tidak dengan Mas Alfian yang selalu berkata tidak, karena bagi dia, dia tidak bisa berbuat adil, Nabila dan masa lalu baginya hanyalah sebuah pengalaman untuk pembelajaran di masa depannya kelak yang tidak harus di ingat-ingat apalagi untuk diterima kembali.

Madu Dari Surga (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang