"Dia sahabat gue dari SD dan dia tahu kalau..."
Havi mengernyitkan dahi meminta agar Nais tak menggantungkan kalimatnya dan menyambungnya kembali, Havi kepo mode on saat ini, "Kalau.... gue suka sama lo."
Heh? Sungguh Havi tak menyangka.
Havi semakin gugup dibuat, tak tahu harus berkata apa.
"Gu-gue bener-bener nggak kenal lo, gue kenal lo aja pas kelas duabelas ini, kok elo bisa kenal gue? Darimana? Kapan? Emang kita pernah ketemu? Gue rasa nggak." Cercah Havi dengan berbagai pertanyaan beruntun yang penting ia sudah berbicara dan mengeluarkan suara.
"Lo emang nggak kenal gue, tapi gue kenal lo pas kita baru aja daftar SMA dan saat itu elo bareng sama papa lo, anggap aja itu love first look, maybe?"
"Darimana lo tau kalau lo suka sama gue? Dan kenapa lo bisa suka sama gue?"
"Gue selalu mikirin elo padahal gue nggak kenal dan gue selalu stalker tentang lo, gue nanya ke teman-teman gue terutama Reksa dia yang megang gugus lo saat itu. Dan masalah gue suka sama lo karena senyum lo, keceriaan lo, dan yah.. walau gue tau mantan lo berjejer sejak itu membuat harus ngerasa cemburu kepada yang bukan siapa-siapa gue. Gue mau kenalan sama lo tapi gue nggak percaya diri dan saat gua tau lo pacaran sama Reksa, kita jadi jarang saling sapa, dan itupun mungkin gue yang nyapa duluan dan hebatnya juga padahal dia tau kalau gue suka sama lo, gue diem nggak mau memperburuk situasi persahabatan, terus dia sekarang di Amerika salah satu universitas terbaik disana dan kita lostcontact dan ketemu sewaktu dia pulang ke indo aja." Perjelas Nais panjang kali lebar dan tentu saja tinggi.
"Gue bisa memperjuangkan lo dalam setiap doa gue, karena perihal menyukai lo, gue cuma bisa melakukan diam-diam. Sebisa mungkin gue menyepelekan rasa, tapi belum sepenuhnya bisa.."
Mendengar penjelasan Nais tentu saja membuat Havi bungkam dan terkejut.
"Lo tau? Gue playboy itu karena lo, karena usaha buat lupain lo, itu disebutnya lari dari kenyataan atau sebagai pelampiasan? Entah, gue juga bingung."
"Gue rasa sikap lo ke gue dari dulu nggak seperti orang menyukai pada umumnya." Heran Havi sedari tadi diam.
Nais mengangguk membenarkan, "gue nggak mau elo tau dan nanti pada saatnya gue lelah nyimpan rasa yang nggak hilang ini, gue harus ngungkapin aja, di terima atau ditolaknya itu urusan belakang karena gue lelah nyimpen rasa sendiri, Vi. Dan diam belum tentu pengecut bukan?" Nais tertawa, lebih tepatnya tertawa hambar, menertawakan dirinya yang tak berani, eh ralat belum waktunya mengungkapkan perasaannya kepada Havi.
"Terus kenapa lo nggak ngungkapin ke gue dari dulu? Kenapa lo berani ngungkapin kesemua mantan-mantan lo?"
"Karena mantan-mantan gue nggak sebanding sama lo Vi, elo spesial. Gue nggak tau kenapa gue seperti ini, gue nggak pernah mencintai orang dalam tatapan pertama dan nggak tau, gue ngerasa itu berlaku buat lo aja..."
Havi tertawa renyah, mengusap sudut matanya yang berair karena lelah tertawa, "akting lo bagus banget bro. Pengin gue daftarin disalah satu film FTV?"
Astaga! Havi selalu saja menguji kesabaran yang Nais buat untuknya! Jadi sejauh ini Havi anggap hanya bahan akting?!
"Gue serius!" Tegas Nais
Havi berhenti tertawa lalu menatap Nais lekat, seperti ada keseriusan tersirat dimatanya, "e-elo be-beneran? Serius?"
Nais berdiri, mengacak puncak kepala Havi, "Iya Vi iya."
Havi mengerjapkan mata berkali-kali yang membuat Nais gemas melihatnya,
"Kok elo nggak nembak gue?" Havi keceplosan lalu memukul pelan mulutnya,
Malu-maluin!
"Mau di tembak nih? Pakai apa? Pakai pistol atau pakai hati?..." Ujar Nais menggoda
Havi menggeleng lalu bangkit mendekati air danau yang sangat tenang, "PAKAI SENDAL AJA GIMANA?" Pekik Havi menahan malu sampai ubun-ubun.
"Kalau pakai pelukan gimana?"
Astagfirullah, gue kira setan!
Havi terkejut melihat Nais telah berada disampingnya yang ikut berjongkok.
Kini Havi berdiri diikuti Nais, "kalau gue nembak lo, lo terima nggak?"
"Nggak tahu, tanya saja pada rembulan." Balasnya asal.
"Alay."
"Biarin yang penting elo suka, ups." Havi kembali memejamkan mata, kembali pula merutuki mulut polosnya ini.
"Gue tembak aja sekarang gimana? Gue harap elo terima ya.."
Havi bergeming tak menjawab, masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Vi! Elo nggak kesurupan kan?! Vi!" Panggil Nais melambai-lambaikan tangan tepat di wajah Havi.
Havi tersadar, "eungh, e-enggak papa kok. Lo bilang apa tadi?"
Harus bersabar!-batinnya menyemangati.
Nais mengambil tangan Havi, memandangnya lekat, "Gue suka sama lo, kalau lo gimana?."
Serk.. serasa Havi ingin terbatuh karena tersedak air liurnya sendiri.
"Gu-gue harus renungkan sama mama gue, tergantung sama mama karena gue percaya seorang mama pasti akan memilihkan yang terbaik kepada anaknya meskipun hanya pacaran. Dan mama tau kok kalau gue itu punya mantan banyak, selagi pacaran nggak berlebihan mama izinin kok."
Mendengar itu, Nais merasa bangga telah menyukai gadis seperti Havi, walaupun memiliki sikap negatif yakni ngeselin dan mantan berjejer, itu tak membuat Havi mempunyai celah minus di mata Nais. Semua manusia pasti punya sisi negatifnya bukan?.
"Dua hari lagi adalah hari dimana perjanjian kita bakalan berakhir, gue harap itu cukup buat elo mikirin yang terbaik.." pesan Nais berharap disertai senyuman tulus.
"Oke."
Diam lebih baik dari pada berbicara tapi disuruh diam.
*********
TBC•••••••
Hem.. pacaran nggak ya?:/
Vote komen? DAPAT PAHALA LHO YA HIHI..
Salam, #Triple.N
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETHA-VI // SELESAI✔️
Ficção Adolescente[COMPLETED]✅ {FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA DAN BIASAKAN BERI SUARA AGAR SAYA NYAMAN UNTUK MENULIS] Aretha Vivian Gheitsa, siapa yang tak kenal dengan gadis angkuh, keras kepala dengan deretan mantan yang berjejer di berbagai sekolah serta diberkati k...