•T w e n t y - s i x• : UKS

800 47 5
                                    


Setelah beberapa menit diam di tempat ini, Havi merasa bosan.
"Gue mau ke kelas aja, ini ultah sekolah dan kita ketua dan wakil kelas masa malah di UKS."

"Diem, kaki lo masih luka, belum kering."

Havi memutar bola matanya, "Yaiyalah, kalau ditungguin kering sampe seharian kita disini nggak bakal kering juga." Balas Havi

"Oh iya juga ya, pakein handsaplas aja gimana?."

"Itu lebih baik."

Nais mengambil kotak P3k yang sudah disediakan oleh anak PMR didekatnya, karena anak PMR lagi memantau dilapangan dan berkeliling kelas, siapa tahu ada yang sakit kan?.

"Diem, jangan banyak gerak."

"Tadi udah gue pakein betadine kan?"

Havi mengangguk malas, "udahlah, sampe merah gini lutut gue, mana nggak rapih lagi lo ngolesinnya." Gerutu Havi

"Ye maaf lah, gue bukan dokter ataupun perawat."

Nais membuka bungkus handsaplasnya lalu meniup lutut Havi yang membuat Havi meringis dan terasa sangat sejuk.

"Udah.. masih sakit?."

Havi mengangguk kecil, "Lumayan, thanks pacar."

Nais tersenyum geli mendengar kata 'pacar yang keluar dari mulut Havi.

"Sama-sama selingkuhan."

Plak.

"JADI LO ANGGAP GUE SELINGKUHAN LO?! APA LO BELUM PUTUS SAMA JEN——"

Nais membungkap mulut Havi menggunakan telapak tangannya, "Sttt. Jangan ribut kampret."

"Maksud lo apa huh?" Bisik Havi bertanya namun tajam.

Nais mendekap tubuh Havi lalu memeluknya erat, "Gue bercanda, gue sayang sama lo."

Untung saja UKS saat ini sedang sepi, dan tak ada guru ataupun anak PMR yang menjaga.

"Kayaknya gue juga.."

Nais melepas pelukannya lalu menatap Havi tajam, "kok kayaknya?."

"Gue juga nggak tau, waktu lo ngejauhin gue kemarin pas disekolah dan elo nggak ngirim satupun chat sama gue, gue ngerasa khawatir sama elo. Lo cuekin gue, gue sakit hati. Padahal setiap kita ketemu selalu aja bertengkar kayak nyamuk dan manusia. Dan lebih baik gue dengerin ocehan lo daripada lo ngediemin gue.." ucap Havi jujur.

Nais mengangkat satu alisnya, "Siapa manusianya dan siapa nyamuknya?"

"Yang jelas gue manusia." Kekuh Havi tersenyum miring.

Nais ngangguk-angguk dengan senyumnya yang sangat manis dan terlihat tulus, membuat Havi bungkam dan tak berkedip, "makasih, itu tandanya elo udah suka sama gue..."

"Gue suka sama elo?. HAHAHA.............. sepertinya."

******

"La, udah pemeriksaan perkelas belum?"

Zilla mengangguk, "Lo kemana aja sih? Daritadi gue nyariin lo sama temennya Nais juga nyariin dia."

"Gue ada urusan."

"Eh, jangan-jangan...."

Havi melotot, "Apa? Gausah mikir yang aneh-aneh deh. Perlu dilaundry otak lo."

Plak. Zilla menjitak kepala Havi dan Havi meringis.

"Lo yang perlu di laundry bambank."

"Gue kira lo dihukum gitu, lah elo negatip mulu tuh pikiran." Lanjut Zilla mencibir.

"WOY NAIS! Lo kemana aja?! Disuruh ke basecamp." Teriak Arun dari kejauhan.

"Kuy."

Saat hendak pergi, Havi menarik tangan Nais, "Jangan buat onar, jangan buat masalah apapun."

Nais mengangguk patuh sembari menggabungkan jari telunjuk dan jempol seperti huruf O.

Zilla mengangga, "mingkem Zilla." Peringat Havi.

"Itu beneran Nais? Rival lo kan? Tumben lho kalian nggak debat dan tumben banget dia nggak nolak suruhan lo." Ujar Zilla kagum.

Havi menggidikan bahu tanda tak peduli lebih tepatnya tak mau repot menjawab semua pertannyaan Zilla nantinya.

******

Havi dan Nais berjalan menyusuri koridor yang nampak sepi, karena 20 menit yang lalu bel pulang telah berbunyi.

"Liburan semester lo mau kemana?."

Havi menoleh sekilas lalu berjalan kembali, "nggak tau, kayaknya gue dirumah sakit aja deh. Soalnya gue mau lanjutin jadi pahlawan dunia."

Nais berhenti lalu saling bertatap, Nais tersentum remeh, "elo? Pahlawan dunia? Mau jadi Spiderman? Atau Thor? Nggak-nggak, atau jadi Alucard?"

"Lo kira gue hero apa?! Ya nggaklah. Cukup jadi dokter biar bisa ngobatin orang dan bermanfaat bagi makhluk hidup."

"—Jadi pahlawan dunia nggak harus jadi hero legend kayak di game gitu kan atau apalah itu Spiderman dan sejenisnya." Lanjutnya serius

"Benar juga. Lo mau jadi dokter nih?"

Havi menggangguk mantap,

"Yah, kenapa lo nggak di bisnis aja?. Biar barengan sama gue."

Havi menggeleng, "nggak minat, gue juga mau nerusin langkah bokap gue."

"Hem, gue masuk kedokteran aja deh ya.."

"Terserah. Gue ingetin, ikutin kata hati lo gausah ikutin arah gue. Karena yang nanggung konsekuen nya itu elo bukan gue."

Nais mengangguk yakin, "oke. Gue tetap ke bisnis aja."

Havi hanya tersenyum sebagai jawabannya.
"Kalau elo kemana?."

"Nggak tau juga, kalau keluarga gue sih biasanya ke bukit gitu. Kalau mereka kebukit lo ikut nggak?."

Havi mengidikkan bahu tak tahu, "tergantung mama."

Nais hanya ber'oh ria menggenggam tangan Havi lalu melanjutkan jalannya, malah Havi diam saja dan terlihat SANTUY~ .






















TBC'

Ku ingatkan VOTE KOMEN GRATIS SLUR....

Salam, #Triple.N

ARETHA-VI // SELESAI✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang