Part 7

3.7K 289 6
                                    

masih hangat!! masih hangat!!! 

silahkan dinikmati

Bonus hari ini yeyyy!!

___


5 tahun kemudian

Langit tidak pernah merasakan patah hati sepatah-patahnya sebelum ini, karena dirinya belum pernah merasa jatuh kekubangan rindu. Tapi sekarang ia merasakan itu tanpa ia sadari.

Sudah lima tahun berlalu sejak kejadian di roftoop kampus. Rasa yang baru ia kecup itu mengebu dan terpaksa ia tabung hingga menggunung. Lima tahun itu berlalu begitu saja, tanpa dan tiada hari yang lebih istimewa selain hari-hari bertemu. Ia mengira rasa ini akan menghilang seiring waktu, tapi Langit tak sadar bahwa ia memupuknya baik-baik tiap malam. Rasa sesal, marah, kecewa, rindu, ingin melindungi, bersalah, dan segala macam emosi memenuhi benak Langit. Ingin sekali ia mencari dan berjumpa, tapi raga dan logika menentang dan malu memimpin.

Setelah saat di mana dia diminta untuk tak menemui Naqi. Langit benar-benar menuruti tanpa berusaha kembali. Karena tak lama setelah itu ia wisuda dan dipaksa kuliah S2 di luar negeri oleh orang tuanya. Turki. Dan ia lanjut S3 di sana juga.

Tak sekali pun ia bertanya pasal Naqila. Terlalu malu dan bersalah. Karena saat ini pun ia meyakini Naqila masih belum memaafkannya. Maka senyebut nama gadis itu pun ia merasa tak pantas.

Tapi yang pasti dirasakan orang-orang sekitar Langit adalah bahwa lelaki itu telah berubah, lebih pendiam, penurut, kalem, dingin, dengan tatapan tajam, bahkan ia memotong rambut gondrongnya. Lebih sholeh kata Mamanya. Lebih bertanggung jawab ucap Papanya. Namun tidak lebih terbuka, itu yang diucapkan si manis Imel. Saat mereka sering berjumpa di Turki.

Maka dari itu, tidak ada satupun orang dimuka bumi ini yang mengetahui isi hati Langit. Terutama kepada Hafa Naqila.

Senja beranjak terburu-buru. Awan menguning bak di lukis. Lelaki itu memejamkan mata, perih di dadanya sudah bagai makanan sehari-hari. Kadang kala Langit binggung mengapa ia bisa merasakan perasaan rindu ini. Astagfirullah, tak pantas ia memikirkan gadis itu sedangkan besok adalah hari pernikahannya bersama wanita pilihan Papa.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk."

"Pak, saya izin pulang. Bapak tidak segera berkemas? Hari sudah mulai gelap, dan besok-"

"Pulanglah, aku sebentar lagi akan berkemas."

"Baik."

Asisten sekaligus sekretaris Langit tersebut masih belum beranjak. Ingin berujar sesuatu tapi takut menyinggung perasaan bos barunya. "Ada apa? Ada yang ingin kau sampaikan, Joni?"

"Ah, maaf sebelumnya pak, bapak baru saja diangkat sebagai direktur dua minggu yang lalu, dan besok adalah hari pernikahan bapak. Saya melihat ada sesuatu yang membuat bapak gelisah. Saya mohon maaf jika lancang mengatakan ini. Mungkin semua pria merasakan bahwa dia tidak akan bebas lagi seperti masa lajang ketika telah menikah, ada kehawatiran tidak bebas lagi,"

Joni tampak menatap Langit was-was. Namun yang dipandangi diam saja. "Apalagi bapak belum pernah bertemu dengan calon istri karena belum menyelesaikan intersip sebagai dokter di Irian. Baru sampai pula di Jakarta. Pun saya lihat bapak tidak kemana-mana sedari pagi di kantor ini."

Langit menghela nafas, terlihat gusar. Tak nyaman. "Apa yang membuat bapak khawatir? Bapak merasa ragu?" Langit diam.

"Sebelum menikah pun saya begitu juga." Joni tampak terkekeh. "Tapi setelahnya, semua menjadi lancar. Saya berharap bapak bahagia setelah menikah."

"Jangan khawatirkan aku, aku menikah pun karena ibadah dan pengabdian ku kepada orang tua. Selebihnya ku serahkan kepada Allah. Tolong doakan semuanya berjalan dengan semestinya."

"Apa bapak sudah memiliki pilihan? Atau menunggu seseorang?"

"Sudah mulai malam, segeralah pulang dan hati-hati."

Joni tampak paham, ia mengangguk dan bersegera untuk meninggalkan lelaki yang bahkan dalam hitungan jam akan menikah.

Sudah memiliki pilihan katanya?

Menunggu?

Hah! Bahkan aku sangsi bahwa dia masih ingat diriku dengan baik atau tidak

Asstagfirullah!! Siapa yang kau sebutkan itu Langit?!

Langit mengusap wajah. Kesibukan kerja tak membuat dirinya luput akan ingatan sedih itu.

Kalau dihitung dan diterka. Kemungkinan Naqila pun baru menyelesaikan intersip, mungkin dia sedang istirahat atau bahkan mencari rumah sakit yang mau menampung satu orang dokter lagi. Gadis itu pasti telah bahagia tanpa ia si pengganggu.

Tringg!! Tring!!

"Assalamualaikum, Ma?"

"Waalaikumsalam, Lang? di mana kamu? Kenapa jam segini belum pulang?"

"Masih ada kerjaan."

"Ya, Allah, Nak. Besok itu kamu nikah loh. Jangan bikin Mama takut. Besok itu hari yang istimewa, Mama juga mau kasi tahu kamu sesuatu hal yang penting. Kamu ngak akan buat Mama kecewa lagi kan, Nak?"

"Iya, oke. Langit pulang sekarang, tapi nanti mungkin Maghribnya di jalan. Langit rencananya mau selesaikan pekerjaan untuk seminggu kedepan dan menyusun listnya, biar nanti saat bulan madu ngak keganggu. Tapi karena Mama ku sayang khawatir, oke baiklah, aku pulang."


TBC~

bosen ya?? maapin ya, emang daku kalau nulis masih kurang bagus.. hehehe

Sister Of Mistress (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang