Part 14

3.3K 247 3
                                    

Langit membuka pintu kamar. Menatap Naqi yang sedang asik membaca novel di atas kasur dengan kaca matanya yang lucu itu. Langit sempat tersenyum karena ingat masa-masa kuliah dulu. Gadis culunnya ini sekarang berubah seperti cinderella. Tapi bukan karena menemukan sepatu kaca yang pas tapi kejadian malam itu yang mereka bersatu.

"Eh? Sudah pulang?"

Langit berbaring semari menutup matanya dengan lengan kanan. Tak menjawab ucapan istrinya. "Kalau dari kantor itu pulangnya memang jam satu pagi begini ya kak?"

"Nggak, ini gara-gara ngurusin masalah dikantor aja. Kamu kenapa belum tidur?"

"Nungguin, setiap ada masalah harus begitu? Kan perlu istirahat juga"

Terus nanti aku di tinggal terus dong kalau lagi ada masalah di kantor?

"Aku capek, Qi." Naqi terdiam. Niatnya untuk mulai mengakrabkan diri urung. Yang diajak bicara tampak tak minat menjawab pertanyaannya. Ia meletakkan novel tebal karya Tere Liye tersebut di atas meja di samping kasur. Ia turun sebentar dan melepas kaos kaki suaminya pelan-pelan. Langit yang kaget kakinya disentuh awalnya menoleh. Namun ia kembali menutup mata dan bibirnya dengan kedua tangan. Tak dapat menahan rasa bahagia dan senyuman yang merekah.

Terus lah begini, aku sudah sangan bahagia

Setelahnya, Langit dapat merasakan jemari kecil istrinya memijat kakinya tekun. "Biar nggak pegel. Kakak mau langsung tidur atau mandi dulu? Atau mau makan? Naqi temenin."

"Sudah makan. Keknya aku akan mandi. Tapi pijitin bentar ya punggung aku. Pegel banget."

Naqi mengangguk dan mengeser sedikit karena Langit mengubah posisi tubuh menjadi duduk. "Ah?! Kakak mau ngapain!?" Naqi menutup matanya dengan kedua tangan. Ia tak mampu menatap tubuh telanjang suaminya walaupun cuman baju saja yang Langit lepaskan.

"Loh Kenapa? tapi mau mijitin?" Langit kembali meletakkan bajunya ke atas pangkuan Naqi, Ia kembali berbaring namun dalam posisi menelungkup. Kedua tangannya terlihat di atas kepala. Membuat otot-otot kekar punggung Langit terlihat. Naqi menelan ludahnya gugup.

Ini pertama kalinya ia melihat Langit tak mengenakan baju. Astaga ia merasa ingin pingsan karena malu dan gugup. Dengan tangan gemetar Naqi memijit punggung Langit.

"Lebih kerasan dong, nggak kerasa, tangan kamu kecil banget."

"Ishh.. begini?" Naqi memijit lebih keras.

"Gimana? Lebih enakkan?"

"Hm."

"Lain kali kalau minta di pijitin lagi bilang aja ya."

"Kamu.. jangan nungguin aku kalau aku lagi lembur. Nanti aku hubungi."

"Tapi kan, Kakak belum punya nmor ponsel ku." Langit memiringkan tubuhnya hingga menatap Naqi. Gerakan itu membuat pijatannya berhenti dan wajah Naqi menjadi memerah karena di pandangi. "Itu ponsel ku, cepat masukkan nomor mu." Naqi mengangguk. ia mengambil ponsel Langit dan memasukkan nomornya di sana. Setelahnya ia kembali memijit suaminya.

Entah karena capek atau pijitan Naqi terasa enak. Lima menit memijit Langit. Suaminya tersebut sudah mendengkur. Hingga Naqi melepaskan tangannya dari punggung lelaki itu pun tak menyadarinya dan tetap tidur di posisi seperti itu.

Naqi memilih untuk menyiapkan kamar mandi, mana tahu nanti Langit terbangun dan tetap ingin mandi. Lagi pula Langit belum melepas celana hitam panjang kantornya. Setelah keluar dari kamar mandi, sembari membersihkan muka dan gosok gigi. Naqi naik keatas kasur dan ikut berbaring. Ia tidur menyamping menatap wajah Langit yang tidur dengan dengkuran yang keras. "Capek banget ya? Maaf nggak bisa bantu kamu di kantor. Aku cuman bisa nyuntik kamu."

Naqi terkekeh. Ia menyadari bahwa tak perlu waktu lama untuk bisa mendekatkan diri ke Langit. Lelaki itu memang sudah berubah terlihat dari sikapnya kepada Naqila. Bagiamana ini? hati seorang perempuan memang lah rapuh dan mudah goyang. Walau dirinya masih benci atas kejadian malam itu. Namun hatinya bergetar dan menghangat setiap kali melihat suaminya. Naqi mendekatkan wajahnya ke arah Langit. Mencium sebentar pipi lelaki itu dan membuat wajah Langit seketika tersenyum walau dalam keadaan tidur. Naqi lagi-lagi terkekeh.

"Hm.. aku cinta kamu."

Naqi melotot kaget mendengar Langit mengigau membuat kekehannya berhenti. Dadanya berdebar. Mimpi apa barusan Langit? Berkata kepada siapa ia di dalam mimpinya? Siapa yang menerima kalimat mendebarkan yang bisa membawa siapapun itu ke langit angkasa? Naqi iri sekaligus berdebar. Ada setitik harapan yang Naqi sediri ingin menepisnya.

Tidak mungkin Kak Langit jatuh cinta padanya. Lelaki ini hanya punya rasa bersalah yang besar karena kesalahannya dimasa lalu. Hanya rasa menyesal bukan yang lain Naqi.. ingat itu.

Naqi yang awalnya ikut tersenyum kembali murung. Entah mengapa ia menjadi lebih sensitif dan curigaan. Menghayalkan Langit memiliki wanita di masa lalu yang tidak Naqi ketahui. Bisa saja kan? Lelaki ini sangat populer dulu di masa kuliahnya. Tidak menutup kemungkinan Langit pernah menjalin hubungan dengan siapa pun yang lebih cantik dan selevel dengannya di luar negeri.

***

"Langit mana?"

"Katanya mau tidur sampai siang, Ma. Abis pulang sholat subuh langsung tidur lagi. Dia minta diantarkan sarapan."

"Mentang-mentang udah ada istri jadi manja dia ya." Mama mengomel, dan Naqi hanya terkekeh. Walau ia tidur cukup larut juga namun Naqi sudah terbiasa sejak kuliah. Jadi tak banyak membuatnya kelelehan, apalagi ia juga rajin mengonsumsi vitamin dan buah-buahan. Hanya saja malas olah raga.

"Oh ya, nanti Mama sama Papa mau keluar. Karena weekend, jadi mama minta tolong belanjakan keperluan rumah ya, sayang. Seperti biasa."

"Siap Bos!!" Naqi tertawa membantu Mamanya menata makana di atas meja dan membawa sarapan untuk Langit dengan nampan. "Seru banget punya mantu yang udah kenal. Mama kan jadi tahu kemampuan kamu memasak, ngurusin rumah dan belanja bulanan."

"Kan mama yang ngajarin di rumah Bandung."

"Oh iya juga ya.." mereka tertawa bersama.

"Wah. Pagi-pagi udah seru banget ketawa-ketiwi. Ada apa ini?"

"Urusan perempuan."

"Mama ini kalau udah ada sekutunya ya kalah deh Papa jadinya. Oh iya, udah kasi tau mereka kita besok ke rumah Bandung?"

Mama yang baru siap duduk terperangah. Ia memanggil Naqi yang akan beranjak pergi ke kamar sembari membawa sarapan Langit.

"Oh iya, Lupa. Naqi, rencananya besok Mama sama Papa akan ke rumah Bandung ya. Mungkin tiga harian karena acara nikahan anak investor Papa. Kamu bisa kan berdua dengan Langit disini?"

Naqi mengangguk dan tersenyum. "Manfaatin waktu berdua." Naqi memerah. Ia segera berlalu agar tak di goda lagi oleh mereka. Kemudian pamit menuju kamarnya sekaligus memberi tahukan keberangkatan orang tuanya besok ke Bandung.

Sesampainya di kamar, Langit masih setia tidur dengan ngoroknya yang terdengar. "Ternyata tidurnya ngorok kalau lagi capek." Naqi membersihkan kamar sebisanya, karena arena kasur belum bisa di rapikan karena ada raksasa tinggi yang lagi tidur. Setelah semua beres. Naqi membangunkan Langit.

"Lima Menit."

"Udah jam 8 loh, Kak."

"Sampai 8.05."

"Naqi belum makan nih."

Langit akhirnya beranjak duduk. Ia terdiam sebentar dan memandang istrinya yang juga duduk berselimput di sampingnnya, karena gemas Langit menarik Naqi hingga wanita itu bergeser dan langung di peluknya. Kepala Langit bersender di bahu Naqila.

"Makasi pijitannya malam tadi."

"Hmm."


TBC~

Ihii!! si Hafa beb cu baik bener padahal Langit salahnya super duper sama kamu

Naqi: Ya kan aku udah...

apa??!!~

Sister Of Mistress (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang