Part 13

3.6K 256 2
                                    

Aku tuh nggak tega bikin cerita yang ada pelakornya wkwkwkw.. ini cerita ringan banget loh


__

Pesta pernikahan mereka seminggu silam berjalan dengan lancar. Masih tampak sekali kebahagian di wajah Mama Dila, begitu juga dengan Papa. Sedikit demi sedikit Mama Dila menceritakan bagaimana bisa Naqi menjadi anak angkat perempuan kesayangnnya dan tinggal di rumah mereka yang satu lagi kepada Langit. Naqi pun mulai membiasakan diri memposisikan dirinya sebagai seorang istri dan anak.

Naqi adalah gadis penurut, ia begitu mencintai orang tua angkatnya, sehingga begitu mudahnya pula ia menerima permintaan menikah oleh Mamanya untuk anak lelaki mereka yaitu Langit. Memang sebenarnya hari itu adalah hari besar bagi Naqi karena ia akan dikenalkan kepada seluruh keluarga orang tua angkatnya ini dan akan tinggal di rumah itu karena Langit tentu akan memboyong istrinya jika telah menikah. "Eh! Tak tahunya Naqi yang menikah dengan anak nakal Mama ini." suara Mama Dila tampak girang hingga tawa tak henti dari bibirnya. Ia menyiapkan sarapan mereka pagi ini. Naqi yang menyiapkan bumbu. "Aku juga awalnya tak mengira, ternyata kita menyelamatkan jodoh anak kita di masa lalu, ya Ma?"

Mama Dila mengangguk menanggapi ucapan Papa. Setelah semua siap di atas meja, Mama Dila segera menyuruh Naqi untuk memanggil Langit. Karena tinggal menunggu lelaki itu untuk sarapan bersama.

Naqi naik ke atas lantai dua dimana kamarnya bersama Langit, walaupun mereka tidur bersama, rasa canggung masih terasa di benak Naqi. Wanita ini tahu atas kewajibannya, tentu saja. Namun, jika memikirkan itu seketika wajahnya memerah dan rasa malu dan gelisah memenuhi benaknya. Selama seminggu ini juga Langit tak pernah meminta haknya sebagai suami. Naqi bersyukur, karena ia ingin memastikan sesuatu yang penting.

"Kak? Ayo kita sarapan." Naqi berdiri di ambang pintu menyaksikan Langit yang sedang memakaikan dasi. Tampak kesusahan. Naqi mengerut karena Langit menatapnya dengan tatapan aneh. "Ada apa?"

"Tolong."

Satu kata itu menjawab kebinggungan Naqi. Wanita ini segera menghampiri suaminya. Mendekat dan meminta Langit untuk sedikit merunduk karena postur tubuhnya yang lebih tinggi. "Sudah bertahun-tahun kerja, siapa yang pasangkan dasi Kakak selama ini?"

"Mama, kalau nggak..... si Putri."

"Ponaan bule Kakak itu?"

Langit terkekeh dan mengangguk. "Ish.. kalah sama anak SMP."

"Sengaja nggak belajar."

"Kenapa?"

"Kepo!"

Langit menyentil kening Naqi gemas. Ia tertawa melihat wajah cemberut wanita ini. walau beberapa menit kemudian ia murung. Membuat Naqila akhirnya kembali bertanya kenapa?

"Kamu udah maafin aku kan, Qi?"

Naqi terperangah. Antara kasihan dan kesal, karena selama seminggu ini Langit masih bertanya hal yang sama padahal sudah ia jawab. "Kakak mau aku jawab bagaimana?"

Langit diam. Mengamati Naqi yang mengambil tangan kirinya dan memasangkan jam tangan di sana. "Sudah Kak, sudah lama termaafkan. Tapi kalau kejadian malam itu.. Aku belum bisa lupa."

Langit merasa bersalah. Ia mengela nafasnya sejenak dan tersenyum menatap Naqi. "Ayo kita sarapan."

***

"Loh? Sudah mulai kerja lagi?"

Mama Dila heran menatap Langit yang sudah rapi. Pantas saja anak lelakinya ini sedikit telat turun untuk sarapan. "Iya Ma."

"Loh? Bukannya kamu sudah mengurus semua keperluan honeymon mu?"

Langit menatap Mamanya sejenak hingga kemudian ia menatap Naqila yang ikut memandangi dirinya. Wajah Langit datar, wada gurat emosi di sana. "Aku batalkan. Mulai hari ini aku akan kerja."

"Kamu nggak mau ngajak Naqi honeymoon? Kasihan Naqila."

"Sepertinya tidak akan ada waktu, Ma. Apalagi kantor sedang ada masalah. Jika masalahnya semakin besar, maka besar kemungkinan aku akan keluar kota dalam waktu yang lama. Papa juga tahu ini."

Naqi masih diam menunduk. Hatinya kenapa terasa sakit ya? Kecewa datang tanpa permisi membuat wanita ini kebinggungan, kenapa juga dia harus kecewa karena tak diajak berbulan madu?

Mama Dila menatap suaminya minta sedikit penjelasan. "Benar apa kata Langit. Bulan madu kan bisa dilakukan kapan-kapan tidak perlu terburu-buru. Lagipula bulan madu di rumah ini seru juga kan? Ya nggak Naqila?"

Naqi memerah. Menunduk tanda malu. Ia menyantap makanannya dan tak ingin semua yang ada di ruangan makan ini melihat betapa geli dirinya mendengar kalimat Papa angkat sekaligus mertuanya itu.

"Pa.. jangan menggoda kami, Oke?" Langit menintrupsi pembicaraan. "Segera urus cepat masalahnya ya Langit. Kalau bisa produknya di ganti dengan yang lebih inovatif dan menarik minat. Segera temukan pelaku pembocoran desain produk tersebut. Dan cari investor yang masih mau bekerjasama dengan kita."

"Baik, Pa."

Mama mendehem setelah meminum air putih. Ia memandang Naqila sejenak. "Yang sabar ya, Sayang. Langit ini setelah di paksa kuliah S2 di luar negeri dia jadi gila kerja. Makanya di atas meja pun yang dimakan bukan nasi tapi bisnis dan bla bla bla itu tuu.."

Naqi terkekeh sedikit terhibur. "Nggak masalah, Ma. Naqi sudah mulai terbiasa kok."

Naqi memandang Langit yang kakinya menyenggol kaki Naqi sedikit, dan melihat lelaki itu menatanya seolah mengatakan sesuatu dari tatapan itu.

Sehabis sarapan, Papa menghampiri Mama dan menciumi kening wanitanya mesra hingga setelahnya Mama menciumi tangan Papa, memang Papanya Langit juga mulai bekerja lagi hari ini, selain karena masalah dikantor juga karena ada janji temu dengan beberapa direksi yang menginginkan rapat besar. Pagi sudah beranjak tinggi, Langit mendekati Naqila membuat wajah gadis ini bersemu kembali.

"Kak?"

"Aku berangkat ya." Langit melangkah satu kali untuk mendekat namun Naqi malah mundur. Langit tersenyum walau tatapannya menyiratkan kekecewaan. Ia mengangkat tangannya dan disambut Naqila dan diciumnya sama seperti Mama Dila. Langit terdiam sesaat menatap istrinya yang tampak bertambah cantik pagi ini. Entah mengapa rasanya Langit begitu merindukan Naqila. Kejadian malam seminggu yang lalu sesekali mengantuinya. Walaupun didalam keadaan mabuk dan tidak sadarkan diri. Langit tak mempungkiri bahwa malam itu adalah malam paling luar biasa baginya.

Merasa sepi dan menyadari bahwa Mama dan Papa sudah berada di halaman rumah dan meninggalkan Langit bersama Naqi berdua saja di ruang makan, Langit segera mengambil jaskerjanya dan memakainya, sembari tangannya mengambil tas yang diserahkan Naqila.

Langit berbalik untuk pergi, diikuti oleh Naqila. Hingga setelah beberapa langkah, Langit berbalik dan menciup pipi gadis kecilnya yang manis ini.

"Baik-baik di rumah ya. Assalamualaikum."

Aku mencintai mu

Langit tersenyum karena sempat menyaksikan mata bulat Naqi yang kaget. Dadanya berdebar-debar. Ah! Sial! Tambah rindu dirinya pagi ini!!

TBC~


yah.. Langit mah nggak berani bilang, tinggal bilang aja apa susahnya sih??

Langit: Ya aku kan orangnya cool, lagian kan banyak salah ku sama buk istri

Sister Of Mistress (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang