Part 22 (18+)

4.5K 196 1
                                    

Malam itu, Langit akhirnya kembali bersama Naqi. Wanita ini bahkan enggan untuk melepas pelukan mereka, mungkin masih merasa was-was bayangan jahat itu kembali menghantuinya. Tertidur begitu pulas, yang ternyenyak di antara setiap malam yang telah berlalu. Mama Dila dan Papa pun bahagia mendengar Naqi sudah kembali.

Di dalam kamar mereka. Naqi sibuk melipat pakaian dan handuk di lantai. Sembari mendengarkan lagu klasik romantis dari HP nya.

"Ini hadiah dari siapa?"

Naqi menoleh ke arah Langit yang mengangkat sebuah kotak besar yang ternyata sudah berada di atas ranjangnya. Kotak berwarna pink pastel dengan pita merah terang. "Dapat dari mana?" Naqi masih membereskan sisa pakaian yang sudah tercuci. Sekarang badannya sudah mulai fit. Sejak Langit nekat mendekatinya dan membuatnya lebih tenang dan akhirnya bisa mengenali wajah Langit lagi. Naqi masih belum mau menceritakan masa lalunya itu, masih betah menyembunyikan. Tapi yang penting bagi Langit saat ini, Naqi sudah mau berdekatan dengannya dan kembali seperti semula.

"Di kamar tamu. Ada namanya. 'Hana dan Kila'."

Langit membuka penutup kado. Lantas melotot saat melihat isinya. Naqi yang mendengar nama kedua sahabatnya tersenyum sembari melipat pakaian di lantai. "Itu kado pasti dari Hana dan Kila, mereka sangat ba-"

"Baik sekali."

Langit mengangkat barang berwarna merah darah itu ke atas. Menatap Naqi penuh tanda tanya, keningnnya naik sebelah untuk membaca pikiran sang istri. Walaupun ekpresi Langit sudah terkendali, terkesan datar namun penuh kelicikan. "Kau akan memakainya?" Langit masih diam di atas ranjang. Benda itu ia teliti lebih dekat. "Woww.." ujarnya kaget. Naqi yang mematung melihat itu langsung melompat menarik barang yang sedang Langit pegang. Menyembunyikan di belakang tubuhnya yang kecil. Wajahnya sudah memerah seperti warna baju yang sedang ia pegangi. Tangannya sampai mengigil. Naqi sangat malu melihat hadiah kedua sahabat yang gila itu. "Parfum.. hm.. wangi." Langit masih mengaduk-aduk isi kotak besar itu. "Astaga!" Langit menarik benda gila lainnya ke atas. Dan kembali membuat Naqi gelagapan dan salah tingkah. Ia ingin mengambilnya dari tangan Langit tapi lelaki itu langsung berdiri di atas ranjang dan mengangkat tangannya ke udara. Naqi ikut naik ke atas ranjang, tangannya meraih-raih benda itu.

"Jangan Kak, aku malu."

"Bisa malu juga?"

"Kakak kembalikan."

"Coba pakai dulu."

Naqi memerah. Ia malu minta ampun. Tangannya masih meraih benda yang juga berwarna senada dengan baju jaring-jaring tak berbahan tadi. "Eh, masih ada! Astaga!! Bagaimana kalian menggunakan tali-talian seperti ini saja?"

Langit turun dari ranjang dan meraih benda lain dari dalam kotak. "Kakak!!!" Naqi mengejar Langit dan lelaki itu menghindar karena ingin menggoda istrinya. Ia masih memegang kedua benda gila itu.

"Dipake benda beginian?"

"Nggak! Malu tau! Sini biar Naqi simpan saja. Awas Hana dan Kila bakal aku balas!" Naqi kembali mengejar Langit hingga membuat lelaki itu mundur dan tak menyadari bahwa di belakangnya adalah ranjang mereka, membuat Langit akhirnya oleng dan terjatuh di atas kasur bersama Naqi yang menimpa badannya. "Dapat!!" Naqi merebut kedua benda itu dan melemparnya kedalam kotak besar tadi. Saat ia ingin berdiri, tubuhnya sudah di tahan oleh Langit.

"Mau kemana?"

"Kak.." Naqi mengalihkan tatapan. Langit mengulum senyum miringnya dan berbalik hingga membuat Naqi memekik dan tubuh wanitanya berada di bawah kukuhan. Langit menahan tubuh dengan kedua siku. Menatap wajah kaget Naqi yang memerah menggemaskan. Dada Langit berdebar, begitu juga dengan Naqi. Hal itu dapat Langit rasakan.

"Aku minta maaf masalah malam itu. Dan aku minta maaf karena tidak bisa melindungi mu. Karena hal itu kamu harus dikuret."

"Bayinya nggak sanggub hidup di dunia ini, benar kan Kak?" Langit tersenyum, Naqi mendengar ucapakannya saat di rumah sakit. "Kamu sedih?"

"Sedih.. aku seorang ibu kak, sedih rasanya anak ku tidak bisa bertahan untuk bersama di dunia ini. Tapi semuanya sudah atas ketentuan Allah. Aku hanya harus ikhlas dan sabar. Awalnya aku takut Kakak akan marah padaku karena keguguran. Secara tak langsung aku gagal melindunginya."

Langit mencium kening Naqi lembut, kemudian melepasnya dengan rasa campur aduk. "Jika pun dia hidup, sesuai ketentuan Islam, dia tidak akan mendapatkan nasab ku. Tidak mendapat harta waris ku. Semua sudah direncanakan Allah." Naqi terdiam. Benar yang dikatakan Langit.

"Apa kamu membenci ku?"

Naqi mengeleng, ia sudah mencoba ikhlas dan menerima semua takdir yang telah di gariskan kepadanya. "Aku ikhlas kak, semuanya adalah skenario Allah. Sekarang aku akan belajar menjadi yang terbaik untuk Kakak. Aku sudah nggak marah lagi sama Kakak atas semua kejadian lima tahun yang lalu maupun malam itu."

'Terima kasih.' Begitu kiranya tatapan Langit ke Naqi. Perempuan itu dapat menangkap maksudnya.

Langit mencium kening Naqi lagi. Cukup lama. Ia meresapinya dengan hati penuh bunga dan rasa lega yang merebakkan. Ia begitu mencintai Naqila. Tapi untuk mengakuinya mungkin belum saat ini, Naqi menerimanya namun belum mencintainya. Langit harus lebih bersabar dan berusaha untuk membuat wanitanya juga merasakan jatuh hati itu. Langit tak tahu saja bahwa perasaan itu telah tumbuh begitu subur di dalam hati Naqi. Karena ketulusan dan sikap manis Langit. Naqi akhirnya mudah luluh. Ah.. ia memang wanita lemah dan mudah luluh dengan sikap manis seseorang.

Tubuh Naqi seketika memanas tatkala Langit mengalihkan ciumannya ke arah kedua matanya, kembali turun kehidungnya, kedua pipinya. Dan berhenti sejenak sembari menatap manik mata indah Naqila hingga beberapa detik kemudian bibir itu mendarat indah di atas bibir Naqila.

Naqi hanya diam, mengendalikan perasaan dan debaran jantungnnya yang mulai menggila. Ia menyentuh dada Langit dan Langit mulai nakal menyentuh bagian tubuhnya, menciumi setiap jengkal lehernya. Naqi terlena, namun ia ingat sesuatu yang membuat Langit harus mengerang geram. Disaat Langit mengalihkan ciuman di leher jenjang Naqi kembali ke bibir wanita ini. Naqi mengigit bibir Langit cukup keras hingga membuat lelaki itu mengaduh dan melepaskan cumbuannya. Ia memandangi wajah istrinya penuh keheranan. Namun mata itu sudah berkabut. Ia begitu tampan dengan rambut acak-acakan dan keringat di keningnya. Langit mengatur nafasnya sejenak.

Tatapannya mendamba, seketika membuat Naqi merasa kasihan. Ia ingat bahwa dirinya belum memberikan hak Langit dari awal menikah. Langit pasti tersiksa karena harus menahannya selama itu. Dari tatapan Langit, Naqi dapat menangkap bahwa lelaki itu bertanya kenapa.

"Belum lepas 40 hari kak.. masa nifas ku."

Mengatakan itu membuat Naqi bersemu merah. Langit yang sadar pun mengerang kesal. Ia bangun dari atas tubuh Naqi dan duduk di atas ranjang. Mengacak rambut gusar. Sedikit lagi!

"Maaf."

"Maaf juga ya Kak."

Langit menghela nafas sejenak dan menarik Naqi yang baru bangun dalam dekapannya. "Maaf."

Naqi semakin menenggelamkan wajahnya dalam dekapan Langit. Ia malu jika mengingat kejadian barusan, begitu membekas. Naqi sampai mengigit bibirnya karena merasa malu setengah mati. Kenapa setiap berdekatan dengan Langit, Naqi akan merasa malu. Naqi kesal pada dirinya.

Langit menciumi ubun-ubunnya pelan. "Pakai baju hadiah dari Hana dan Kila?"

Naqi mencubit otomatis pinggang Langit. Membuat lelaki itu mengaduh kemudian tertawa. "Ish! Kakak!" ujarnya kesal. Langit masih tertawa-tawa melihat wajah istrinya. Benar, biarlah seperti ini karena begini saja sudah membuat Langit begitu bahagia.

Langit melirik wajah Naqi dari atas. "Aku ada kejutan."


TBC~

Sister Of Mistress (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang